• Login
  • Register
Sabtu, 28 Januari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Charlie’s Angels, Apakah Sudah Cukup Baik?

Abdul Rosyidi Abdul Rosyidi
19/11/2019
in Publik
0
Charlie's, Angels

Sumber: ComingSoon

5
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Charlie’s Angels (2019) bukan lagi sekumpulan Angel perempuan yang “dimiliki” laki-laki bernama Charlie. Mereka juga tidak bekerja melalui perantara seorang bos kecil bernama Bosley, yang berjenis kelamin laki-laki.

Charlie’s Angels pertama kali tayang sebagai serial di ABC Television Network dari 1976 hingga 1981. Cerita utamanya, (selalu) tentang tiga agen mata-mata perempuan yang bekerja untuk Charlie.

Charlie tak pernah sekalipun memperlihatkan batang hidungnya. Dia hanya hadir melalui telepon dan pengeras suara. Dan biasanya memberikan tugas kepada Angels melalui tangan kanannya, John Bosley. Dia baru muncul kembali memberikan selamat saat misi sukses dijalankan.

Serial ini kemudian dibuat versi filmnya, Charlie’s Angels (2000) dan Charlie’s Angels: Full Throttle (2003). Kedua film ini yang sering diputar di televisi dan dari sana saya awal kali mencintai para Angels yang diperankan Lucy Liu, Cameron Diaz, dan Drew Barrymore.

Pada Charlie’s Angels (2019), kerangka ceritanya benar-benar telah diubah. Meski masih menggunakan plot yang sama.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 3 Hal yang Perlu Ditegaskan Ketika Perempuan Aktif di Ruang Publik
  • Content Creator atau Ngemis Online?
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah
  • Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

Baca Juga:

3 Hal yang Perlu Ditegaskan Ketika Perempuan Aktif di Ruang Publik

Content Creator atau Ngemis Online?

5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

Kerangka cerita baru Charlie’s Angels ini cukup menghentak saat dibuka lembar demi lembar bahwa Bosley bukanlah nama orang. Ia adalah jabatan, ya mungkin sejenis kata letnan, mayor, atau kopral.

Tiga Bosley mendapat porsi lebih besar dalam cerita film, John Bosley (Patrick Stewart), Bosley (Djimon Hounsou), dan Bosley (Elizabeth Banks).

Tapi jumlah mereka sendiri begitu banyak. Tidak ada yang tahu. Dalam salah satu adegan pertemuan di salah satu ruangan memperlihatkan banyak Bosley dari berbagai daerah, berkumpul lewat konferensi daring.

Bosley bisa jadi, dan banyak di antara mereka adalah perempuan. Elizabeth Banks, Bosley perempuan di film ini menjadi salah satu sosok penting.

Dipilihnya Patrick Stewart sebagai John Bosley juga bukan tanpa alasan. Pemeran Professor X atau Charles Xavier dalam film X-Man itu tentu melekat dalam ingatan kita bahwa dia adalah protagonis tulen. Inilah daya kejut lainnya, Stewart di film ini menjadi sosok jahat.

Dialah sumber kasus culas yang diselidiki. John membangun jaringannya setelah dia tahu akan segera pensiun dari jabatan sebagai Bosley. Orang yang begitu berjasa bagi Charlie ini yang menjadi dalang pembunuhan Bosley yang diperankan Djimon Hounsou.

John ingin mendapatkan alat canggih, Calisto, yang dirancang Elena Houglin (Naomi Scott). Meski bisa menjadi alat alternatif energi, Calisto bisa sangat berbahaya jika berada di tangan orang yang keliru.

Saat Calisto menghilang, dua agen perempuan, Sabina Wilson (Kristen Stewart) dan Jane Kano (Ella Balinska) ditugaskan untuk mengungkap siapa dalang di balik itu semua.

Secara umum, film ini ingin menghadirkan wajah baru para Angel dengan bangunan yang tidak lagi patriarkhi. Selain meruntuhkan anggapan bahwa Bosley adalah sosok laki-laki. Di akhir film kita juga tahu bahwa bos besar Townsend Agency adalah perempuan yang menyamarkan identitasnya dalam sosok Charlie.

Siapakah perempuan itu? Film ini belum mau mengungkapnya. Baru diketahui bahwa Charlie selama ini berkomunikasi dengan menggunakan alat penyamar suara. Jadi meskipun dia perempuan, melalui telepon dia terdengar seperti laki-laki.

Industri Hollywood akhir-akhir ini sering mengeluarkan film dengan nuansa pengangkatan posisi perempuan. Seperti kita tahu, Captain Marvel, sebagai hero paling kuat dalam MCU, ternyata juga seorang perempuan. Meski tetap saja banyak kritik datang karena budaya sinema yang maskulin dan penuh kekerasan.

Kritik juga banyak dilemparkan untuk film Charlie’s Angels (2019) karena dituduh melanjutkan seksisme Charlie’s Angels versi serial dan dua film sebelumnya. Adegan mata-mata perempuan menggoda laki-laki dan perempuan berbusana sangat seksi tetap dominan dalam film. Tapi hal itu langsung dibantah Banks. “Really sexy, but not sexual,” katanya.

Sutradara yang juga berperan sebagai Bosley ini terlihat sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengeksploitasi perempuan sebagai objek. Saya sendiri suka pada ide dalam film bahwa perempuan bisa melakukan segalanya. Meski untuk menjadi benar-benar bagus, sebuah film tidak cukup hanya mengganti yang laki-laki menjadi perempuan.[]

Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi, editor. Alumni PP Miftahul Muta'alimin Babakan Ciwaringin Cirebon.

Terkait Posts

Content Creator, Ngemis Online

Content Creator atau Ngemis Online?

28 Januari 2023
Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

Atensi Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

28 Januari 2023
Budaya Patriarki

Budaya Patriarki Picu Perempuan Jadi Mayoritas Korban Kekerasan Seksual

27 Januari 2023
Tata Kelola Sampah

Bermubadalah, Perspektif Baru Tata Kelola Sampah

27 Januari 2023
Pernikahan Tanpa Wali

Pernikahan Tanpa Wali dan Saksi ala Kyai FM Jember dalam Perspektif Mubadalah

25 Januari 2023
Hari Gizi Nasional

Mengulik Sejarah Hari Gizi Nasional dan Masalah Stunting di Indonesia

25 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fatwa KUPI

    Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Atensi Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Writing for Healing: Mencatat Pengalaman Perempuan dalam Sebuah Komunitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Konco Wingking Dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Hal yang Perlu Ditegaskan Ketika Perempuan Aktif di Ruang Publik
  • Content Creator atau Ngemis Online?
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah
  • Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis
  • Terminologi Mubadalah Berguna Untuk Gagasan Relasi Kerjasama

Komentar Terbaru

  • Menjauhi Sikap Tajassus Menjadi Resolusi di 2023 - NUTIZEN pada (Masih) Perlukah Menyusun Resolusi Menyambut Tahun Baru?
  • Pasangan Hidup adalah Sahabat pada Suami Istri Perlu Saling Merawat Tujuan Kemaslahatan Pernikahan
  • Tanda Berakhirnya Malam pada Relasi Kesalingan Guru dan Murid untuk Keberkahan Ilmu
  • Tujuan Etika Menurut Socrates - NUTIZEN pada Menerapkan Etika Toleransi saat Bermoda Transportasi Umum
  • Film Yuni Bentuk Perlawanan untuk Masyarakat Patriarki pada Membincang Perkawinan Anak dan Sekian Hal yang Menyertai
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist