Mubadalah.id – Nabi Muhammad Saw telah memberikan banyak teladan kepada kita seluruh umat Islam, termasuk laki-laki dan perempuan. Salah satu teladan yang Nabi Muhammad Saw praktikkan adalah, bahwa Nabi Saw suami dan istri harus saling terbuka terhadap pendapat masing-masing.
Dalil Saling Terbuka dalam Hubungan
Teladan mengenai saling terbuka yang beliau praktikkan itu merujuk pada salah satu hadis dari Shahih Bukhari.
Isi hadis mengenai saling terbuka tersebut sebagai berikut, Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Aisyah Ra, istri Nabi Muhammad Saw, ketika mendengar apa pun yang tidak dimengerti maksudnya, ia akan selalu bertanya memastikan, sampai ia memahaminya dengan benar.”
Suatu saat, Nabi Muhammad Saw bersabda, “Barangsiapa yang dihisab, sekecil apa pun, ia pasti akan diazab.”
Aisyah Ra bertanya menegaskan, “Bukankah Allah Swt berfirman bahwa orang mukmin juga akan dihisab dengan perhitungan yang ringan.”
Nabi Muhammad Saw menimpali, “Itu hanya dihadapkan (di hadapan pengadilan Allah). Tetapi, barangsiapa yang dihisab dengan teliti, pasti akan binasa.” (Shahih al-Bukhari).
Hadis Ibnu Abi Mulaikah ini, menurut Faqihuddin Abdul Kodir di dalam buku 60 Hadis Shahih, merekam tradisi belajar yang baik, di mana seorang murid (dalam kisah ini adalah Aisyah Ra, sang istri) bisa mengajukan pertanyaan kritis terhadap sang guru (yaitu Nabi Muhammad Saw, suami sendiri).
Pernyataan-pernyataan guru, kata Kang Faqih, masih mungkin dipertanyakan bahkan dikritisi, dengan basis nilai-nilai yang sudah menjadi ajaran utama.
“Dalam kisah ini, Aisyah Ra mengajukan pertanyaan dengan mendasarkan pada ayat al-Qur’an. Lalu, Nabi Muhammad Saw. meluruskan pernyataannya agar tidak dipahami oleh murid sebagai pertentangan dengan al-Qur’an,” tulisnya.
Selain itu, Kang Faqih menyampaikan, hadis ini menjadi bisa dijadikan inspirasi mengenai relasi suami-istri yang selalu saling terbuka untuk bertanya, ditanya, diluruskan atau dikritik dengan basis ajaran-ajaran prinsip atau basis komitmen bersama untuk kebaikan keluarga.
“Istri berhak bersuara untuk mengajukan keberatan atas sesuatu yang dipandang melenceng dari kebenaran atau komitmen kebaikan bersama,” ucapnya.
“Suami tidak perlu tersinggu atau marah. Anggap saja itu sebagai media komunikasi, saling belajar dan saling mengingatkan. Hal yang sama juga jika istri diingatkan, diberi masukan atau dikritik suami,” tambahnya.
Kang Faqih mengingatkan, prinsip komunikasi adalah saling memahami satu sama lain, teknisnya bisa dengan berbagai cara. “Salah satunya dengan bersedia mendengar terlebih dahulu dan memahami, baru kemudian berbicara dan meminta dipahami,” pungkasnya. (Rul)