Jumat, 26 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Manunggaling Kawula Gusti

    Manunggaling Kawula Gusti, Pengakuan Inklusivitas dalam Sufisme Jawa

    penari disabilitas

    Bersama Penari Disabilitas, Yura Yunita Tegaskan Panggung Seni Milik Semua

    Halaqah Kubra KUPI

    Ada yang Tertinggal di Jogja: Sebuah Kenangan Halaqah Kubra KUPI

    Perhatian Ibu

    Hari Ibu dan Perhatian Kecil yang Terlalu Sering Kita Abaikan

    Selamat Natal

    Selamat Natal sebagai Perayaan Spiritual dan Kultural: Suara Seorang Muslim

    Keadilan Hakiki

    Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan Hadirkan Islam yang Membebaskan

    Keadilan Hakiki Bagi Perempuan

    Pentingnya Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    Natal

    Natal Sebagai Cara Menghidupi Toleransi di Ruang Publik

    Perspektif Keadilan Hakiki Perempuan

    5 Prinsip Dasar Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penciptaan Manusia

    Logika Penciptaan Manusia dari Tanah: Bumi adalah Saudara “Kita” yang Seharusnya Dijaga dan Dirawat

    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
  • Tokoh
    • All
    • Profil
    Kebudayaan

    Pidato Kebudayaan dalam Ulang Tahun Fahmina Institute Ke 25

    Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    Idulfitri

    Khutbah Idulfitri: Mulai Kehidupan Baru di Bulan Syawal

    Sa'adah

    Sa’adah: Sosok Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  

    Tahun Baru 2025

    Do’a Tahun Baru 2025

    Umi Nyai Sintho' Nabilah Asrori

    Umi Nyai Sintho’ Nabilah Asrori : Ulama Perempuan yang Mengajar Santri Sepuh

    Rabi'ah Al-'Adawiyah

    Sufi Perempuan: Rabi’ah Al-‘Adawiyah

    Ning Imaz

    Ning Imaz Fatimatuz Zahra: Ulama Perempuan Muda Berdakwah Melalui Medsos

    Siti Hanifah Soehaimi

    Siti Hanifah Soehaimi: Penyelamat Foto Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato yang Sempat Hilang

  • Monumen
  • Zawiyah
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Manunggaling Kawula Gusti

    Manunggaling Kawula Gusti, Pengakuan Inklusivitas dalam Sufisme Jawa

    penari disabilitas

    Bersama Penari Disabilitas, Yura Yunita Tegaskan Panggung Seni Milik Semua

    Halaqah Kubra KUPI

    Ada yang Tertinggal di Jogja: Sebuah Kenangan Halaqah Kubra KUPI

    Perhatian Ibu

    Hari Ibu dan Perhatian Kecil yang Terlalu Sering Kita Abaikan

    Selamat Natal

    Selamat Natal sebagai Perayaan Spiritual dan Kultural: Suara Seorang Muslim

    Keadilan Hakiki

    Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan Hadirkan Islam yang Membebaskan

    Keadilan Hakiki Bagi Perempuan

    Pentingnya Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    Natal

    Natal Sebagai Cara Menghidupi Toleransi di Ruang Publik

    Perspektif Keadilan Hakiki Perempuan

    5 Prinsip Dasar Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penciptaan Manusia

    Logika Penciptaan Manusia dari Tanah: Bumi adalah Saudara “Kita” yang Seharusnya Dijaga dan Dirawat

    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
  • Tokoh
    • All
    • Profil
    Kebudayaan

    Pidato Kebudayaan dalam Ulang Tahun Fahmina Institute Ke 25

    Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    Idulfitri

    Khutbah Idulfitri: Mulai Kehidupan Baru di Bulan Syawal

    Sa'adah

    Sa’adah: Sosok Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  

    Tahun Baru 2025

    Do’a Tahun Baru 2025

    Umi Nyai Sintho' Nabilah Asrori

    Umi Nyai Sintho’ Nabilah Asrori : Ulama Perempuan yang Mengajar Santri Sepuh

    Rabi'ah Al-'Adawiyah

    Sufi Perempuan: Rabi’ah Al-‘Adawiyah

    Ning Imaz

    Ning Imaz Fatimatuz Zahra: Ulama Perempuan Muda Berdakwah Melalui Medsos

    Siti Hanifah Soehaimi

    Siti Hanifah Soehaimi: Penyelamat Foto Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato yang Sempat Hilang

  • Monumen
  • Zawiyah
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Desakralisasi Rabi’ul Awwal: Melihat dan Meneladani Kemanusiaan Nabi

Kemanusiaan Nabi Muhammad adalah jembatan bagi kita untuk mempelajari empati, kesabaran, dan kesederhanaannya sebagai nilai-nilai utama

Ahmad Thohari Ahmad Thohari
24 September 2024
in Personal
0
Meneladani Kemanusiaan Nabi

Meneladani Kemanusiaan Nabi

483
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ketika Paus Fransiskus datang yang oleh orang Indonesia kita sambut cukup antusias, bahkan oleh umat Islam. Sesungguhnya adalah bentuk kerinduan jiwa kita sendiri sebagai manusia akan figur keteladanan, terkhusus dalam hal kemanusiaan.

Refleksi-refleksi pun dilakukan berkat kedatangan sosok Paus. Apalagi di tengah gonjang-ganjing figur wakil rakyat yang justru memupus harapan-harapan kita sebagai rakyat. Tentu saja, kerinduan tersebut semakin terasa.

Anehnya, kenapa hal tersebut malah kita pandang secara sinis? Kita pandang bahwa seolah kita lebih cinta kepada Paus Fransiskus ketimbang Kanjeng Nabi Muhammad. Semua awam pun pastinya mengerti bahwa tidak ada satu pun makhluk yang dapat menggantikan posisi Kanjeng Nabi sebagai uswatun khasanah.

Kenapa tidak berpikir sebaliknya? Barangkali antusiasme kita menyambut kedatangan Paus Fransiskus merupakan semacam kritik bahwa figur-figur agamawan (Islam, misalnya) sampai sekarang belum benar-benar memberikan keteladanan yang cukup berarti kepada rakyat.

Rindu Sosok Nabi

Sungguh, kita sebagai umat Islam sangat rindu akan sosok Kanjeng Nabi Muhammad itu, dalam hal apapun. Kita sangat rindu akan teladan dalam hal kedewasaan politik, kebijaksanaan budaya, lebih-lebih soal kemanusiaan.

Kanjeng Nabi adalah gambaran paling ideal untuk hal itu. Sehingga, apabila ada sosok yang memiliki energi yang selaras dengan keteladan-keteladanan semacam itu pastilah kita akan iguh. Seperti yang terjadi ketika kita mencoba mengarifi kedatangan Paus Fransiskus.

Toh, kita pun tetap tidak kehilangan akar budaya, bahwa bulan Rabi’ul Awwal yang merupakan bulan kelahiran Kanjeng Nabi akan selalu penuh dengan gegap gempita yang menunjukkan kerinduan kita kepada sosok agung tersebut. Mulai dari lantunan selawat, hingga upacara kebudayaan seperti selalu dilakukan di Jogja maupun Solo, yakni grebeg maulud.

Artinya, kita tidak perlu khawatir bahwa masyarakat kita akan tiba-tiba linglung tidak lagi memuliakan Kanjeng Nabi. Kebudayaan kita sudah cukup mengakar kuat dan selalu mengingatkan setiap tahunnya untuk menunjukkan bahwa satu-satu teladan hidup yang mesti kita muliakan adalah Kanjeng Nabi Muhammad.

Meneladani kemanusiaan Nabi. Tak ada yang lain, hidup dan mati. Sebaliknya, yang mengkhawatirkan adalah ketika budaya, sebagai cara kita memuliakan Kanjeng Nabi, dianggap bid’ah.

Perayaaan Maulid Tidak Perlu Dipandang Sinis

Berbeda dengan kelompok Islam Wahabi yang menganggap perayaan maulid Nabi adalah barang bid’ah. Akan sinis melihat kelompok Islam lain yang melakukan perayaan terhadap kelahiran Nabi. Ini persis yang Deina Abdelkader tulis, dalam artikelnya demikian, “kaum puritan Wahabi menganggap Maulid Nabi sebagai bid’ah.

Mereka kerap mengutip hadis Nabi yang mengatakan: Setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan akan berakhir di neraka. Kata bid’ah di sini sering mereka gunakan untuk mengutuk praktik-praktik Muslim yang dianggap sebagai inovasi, seperti merayakan hari kelahiran Nabi.”

Sebaliknya, sebagai masyarakat Islam, kita adalah jenis muslim yang sangat memuliakan Rabi’ul Awwal. Hal ini sebagai bagian dari cara kita memuliakan Kanjeng Nabi Muhammad. Apalagi di 12 Rabi’ul Awwal, adalah puncak klangenan kita terhadap sosok Kanjeng Nabi. Sehingga, merayakan kelahiran Kanjeng Nabi—dalam berbagai bentuk cara—adalah hal yang sangat berarti bagi kita. Karena itu pula, Rabi’ul Awwal boleh jadi akan selalu menjadi momen paling dinanti masyarakat (Islam) kita untuk menumpahkan rasa rindu yang teramat sangat itu.

Jadi, kenapa perayaan kelahiran Nabi sebagai satu dari sekian banyak cara kita memuliakan Kanjeng Nabi mesti dipandang sinis pula? Kita merupakan bangsa yang mengarifi ajaran Islam dengan penuh keindahan budaya—yang sesungguhunya juga bagian syi’ar Islam itu sendiri.

Islam adalah ajaran yang sangat sublim nilai-nilainya untuk bisa menyatu, berakulturasi dengan hidup manusia mana pun beserta kebudayaannya. Persis sebagaimana sosok Kanjeng Nabi yang juga sangat sublim nilai-nilai keteladanannya.

Melihat Muhammad sebagai Manusia Biasa

Tentu saja, dalam cara kita memuliakan Kanjeng Nabi mestinya tidak hanya berhenti sebatas pada perayaan belaka. Kita harus lebih dewasa lagi untuk juga menginstall nilai-nilai keteladanan Kanjeng Nabi Muhammad itu dalam software hidup kita masing-masing.

Dengan demikian penting kita catat, seperti diungkap Syekh Nursamad Kamba—penulis buku Sejarah Otentik Nabi Muhammad SAW—bahwa kemukjizatan terbesar Kanjeng Nabi adalah pada sisi kemanusiaannya, bukan pada aspek super-supranaturalnya.

Artinya, supaya kita berhasil menginstall keteladanan Kanjeng Nabi, kita mesti melihat dan memahami sosoknya sebagai manusia biasa terlebih dahulu. Misalnya, dengan melihat dan memahami lebih dekat kehidupan masa kecil beliau sebelum menjadi Nabi, juga kehidupan tatkala di periode Makkah dan Madinah. Tentu saja memiliki anasir nilai keteladanan yang berbeda sebagai sosok manusia biasa.

Dalam buku Muhammad: Man and Prophet karya Adil Salahi, misalnya, dapat kita baca untuk memberi pemahaman tentang kehidupan masa awal Nabi Muhammad yang lebih ditekankan pada aspek kemanusiaannya. Bukan pada glorifikasi mukjizat-mukjizat yang bersifat supernatural. Muhammad adalah gambaran manusia langit yang sangat membumi. Bahkan, melarang umatnya untuk terlalu mengkultuskan sosoknya.

Salahi, melalui bukunya itu, menyoroti bagaimana Muhammad tumbuh sebagai anak yatim piatu, kehilangan kedua orang tuanya pada usia yang sangat muda. Lalu dibesarkan oleh kakeknya Abdul Muthalib, dan pamannya Abu Thalib.

Kehidupan yang sangat sederhana, penuh perjuangan, sehingga itu membentuk karakternya. Tidak ada penekanan berlebihan pada hal-hal yang ajaib. Melainkan kisah tentang kesabaran, ketekunan, dan kejujuran dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.

Buku tersebut mencoba menunjukkan bahwa integritas, kejujuran, dan keteguhan moral Kanjeng Nabi itu berkembang dari kehidupan sehari-harinya sebagai manusia biasa yang hidup dalam masyarakat Makkah.

Melihat Nabi Muhammad Saw Lebih Dekat

Sebagai seorang anak yang tumbuh di lingkungan masyarakat yang keras, Muhammad tidaklah kita kenal karena hal-hal yang ajaib, melainkan karena akhlaknya yang luar biasa. Bahkan sebelum menerima wahyu. Julukan al-Amin yang diberikan oleh masyarakat Makkah adalah bukti nyata dari penghargaan terhadap karakter kemanusiaannya. Ini yang penting sekali kita teladani.

Buku Melihat Muhammad Lebih Dekat yang judul aslinya The First Muslim: The Story of Muhammad karya Lesley Hazleton, juga hendak memberikan penglihatan dan pemaknaan yang sama dengan Adil Salahi. Sebagai penulis yang berasal dari tradisi non-Muslim, Hazleton lebih mengambil pendekatan historis-sekuler.

Dia menulis dari sudut pandang yang lebih kritis dan fokus pada kemanusiaan Muhammad tanpa menghubungkan secara langsung kepada intervensi Tuhan. Ini juga poin yang penting sekali untuk kita pahami dari sosok Kanjeng Nabi.

Hazleton dalam bukunya tersebut, boleh dikatakan, sangat menyoroti karakter Muhammad sebagai seorang yang bijaksana, penuh kasih, dan memiliki komitmen kuat terhadap keadilan sosial. Dalam banyak bagian di buku tersebut, ia juga menggambarkan bagaimana Muhammad dikenal karena kejujuran dan integritasnya bahkan sebelum menjadi Nabi.

Meneladani Kemanusiaan Nabi

Salah satu aspek penting dari kehidupan Nabi Muhammad yang tergambarkan dalam kedua buku tersebut adalah bagaimana beliau menghormati perbedaan, baik dalam suku, status sosial, maupun agama.

Hazleton, misalnya, secara khusus menggambarkan pula bagaimana Nabi Muhammad berusaha menciptakan kedamaian di tengah masyarakat yang sangat beragam dan sering terpecah-belah oleh adanya perbedaan agama. Misal, dalam caranya membangun hubungan dengan komunitas Yahudi dan Kristen di Arab.

Kemanusiaan Kanjeng Nabi Muhammad adalah jembatan bagi kita untuk mempelajari empati, kesabaran, dan kesederhanaannya sebagai nilai-nilai utama yang mesti kita tiru dalam kehidupan sehari-hari.

Artinya, dengan melepaskan atribut kemukjizatan yang sifatnya supernatural, kita akan lebih jernih melihat Kanjeng Nabi Muhammad sebagai manusia yang bisa kita teladani secara realistis. Karena, seringkali mukjizat supernatural yang kita lekatkan pada sosok Nabi membuat keteladanan beliau terlampau jauh dari jangkauan kita sebagai manusia biasa.

Akan sangat berbeda ketika kita melihat Kanjeng Nabi sebagai seseorang yang juga pernah mengalami kesedihan, keraguan, dan kesulitan. Kita dapat lebih mudah meneladani kemanusiaan Nabi, dan mengidentifikasi diri dengan beliau. Kita belajar bagaimana menerapkan akhlak dan nilai-nilai moral yang beliau ajarkan dalam kehidupan kita sendiri.

Marilah, kita maknai momen-momen Rabi’ul Awwal dengan cara berbeda. Tanpa sakralisasi yang berlebihan, untuk kemudian kita sama-sama me-“muhammad”-an diri dalam pengertian kemanusiaannya. Wallahu a’lam  []

 

Tags: Akhlak NabiGrebeg MauludislamMaulid NabiMeneladani Kemanusiaan Nabisejarah
Ahmad Thohari

Ahmad Thohari

Ahmad Miftahudin Thohari, lulusan mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, punya minat kajian di bidang filsafat, sosial dan kebudayaan. Asal dari Ngawi, Jawa Timur.

Terkait Posts

Toleransi dalam Islam
Buku

Buku Toleransi dalam Islam: Membaca Ulang Makna Natal dalam Islam

26 Desember 2025
Keadilan Hakiki
Publik

Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan Hadirkan Islam yang Membebaskan

25 Desember 2025
Biologis Perempuan
Publik

Islam Memuliakan Kondisi Biologis dan Sosial Perempuan

24 Desember 2025
Ratu Saba'
Figur

Ratu Saba’ dan Seni Memimpin ala Perempuan

24 Desember 2025
Catatan Kaki
Personal

Perempuan Bukan ‘Catatan Kaki’ dalam Kehidupan

20 Desember 2025
Keulamaan Perempuan dalam
Publik

Jejak Panjang Keulamaan Perempuan dalam Sejarah Islam

20 Desember 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan Hadirkan Islam yang Membebaskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Natal Sebagai Cara Menghidupi Toleransi di Ruang Publik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Anak Perempuan Disabilitas Menyelamatkan Pohon Terakhir di Desanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Manunggaling Kawula Gusti, Pengakuan Inklusivitas dalam Sufisme Jawa
  • Bersama Penari Disabilitas, Yura Yunita Tegaskan Panggung Seni Milik Semua
  • Ada yang Tertinggal di Jogja: Sebuah Kenangan Halaqah Kubra KUPI
  • Hari Ibu dan Perhatian Kecil yang Terlalu Sering Kita Abaikan
  • Selamat Natal sebagai Perayaan Spiritual dan Kultural: Suara Seorang Muslim

Komentar Terbaru

  • Jade3395 pada Manunggaling Kawula Gusti, Pengakuan Inklusivitas dalam Sufisme Jawa
  • Registrera pada Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu dalam Perspektif Mubadalah
  • best online betting sites pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • drover sointeru pada Antara Banjir Informasi, Boikot Stasiun Televisi, dan Refleksi Hari Santri
  • free pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Account
  • Home
  • Khazanah
  • Kirim Tulisan
  • Kolom Buya Husein
  • Kontributor
  • Monumen
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Rujukan
  • Tentang Mubadalah
  • Zawiyah
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID