• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Femisida, Perempuan yang Mati di Rumahnya Sendiri

Motif tertinggi pelaku adalah cemburu, ketersinggungan maskulinitas, kekerasan seksual, dan menolak perceraian atau pemutusan hubungan

Zahra Amin Zahra Amin
10/05/2024
in Publik, Rekomendasi
0
Perempuan yang Mati di Rumahnya

Perempuan yang Mati di Rumahnya

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pekan kemarin, sebelum akhirnya memutuskan menulis review buku “Nalar Politik Perempuan Pesantren”, saya berencana ingin menulis tentang Femisida. Yaitu memuat kisah para perempuan yang mati di rumahnya sendiri. Mengingat semakin banyaknya berita kriminalitas yang mengungkapkan kasus pembunuhan dengan korban adalah seorang perempuan.

Akan tetapi belum juga saya tuliskan, ketika sedang menjelajah mesin pencarian di internet untuk mencari data, saya sudah kena trigger duluan. Ada perasaan sedih dan marah iya, dan saya tak sanggup menuliskannya lebih jauh. Semakin banyak berita pembunuhan terhadap perempuan, tanpa sadar kita telah menormalisasi kekerasan. Sampai kapan hal ini akan terus terjadi?

Belum tuntas kasus pembunuhan seorang perempuan, ibu paruh baya di Bandung yang jenazahnya pelaku masukkan ke dalam koper, lalu dibuang ke Bekasi. Berikutnya ada lagi berita pembunuhan mutilasi terhadap seorang istri oleh suaminya sendiri di Ciamis.

Terbaru, kasus pembunuhan di Plered Cirebon, suami membakar istrinya sendiri karena cemburu buta. Lalu terakhir penemuan mayat seorang perempuan muda di Tegalgubung Kabupaten Cirebon, dengan dugaan korban pembunuhan.

Kasus di atas adalah yang terungkap ke publik. Bagaimana dengan kasus yang tertutupi secara sepihak karena takut akan menjadi aib keluarga? Rasa-rasanya saya tak sanggup lagi menambahkan daftar kasus kekerasan hingga penghilangan nyawa secara sengaja untuk membunuh perempuan.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Data Kasus Femisida yang terus Naik

Siti Aminah Tardi, Ketua Sub Divisi Reformasi Hukum dan Kebijakan, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengatakan sepanjang 2023 menemukan 159 kasus femisida atau kejahatan kebencian berdasarkan jenis kelamin di seluruh Indonesia.

Angka tersebut Komnas Perempuan dapatkan dari hasil pemantauan pemberitaan media pada 2023. Kasus femisida ditemukan di seluruh 34 provinsi, dengan kasus terbanyak di Provinsi Jawa Timur, yaitu 28 kasus. Jawa Barat dan Jawa Tengah menyusul dengan masing-masing 24 dan 18 kasus. Selanjutnya, di Sumatera Utara ditemukan 10 kasus dan di Riau terpantau ada delapan kasus.

Komnas Perempuan mendefinisikan femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya. Kejahatan femisida terdorong oleh rasa superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini atau kebencian terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa dan kepuasan sadistik.

Menurut Komnas Perempuan, ada sembilan jenis femisida, dan salah satunya adalah femisida intim. Yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh suami, mantan suami atau pacar dan mantan pacar.

Sepanjang 2023, kasus femisida di Indonesia terbanyak adalah femisida intim, yaitu sebanyak 109 kasus. Menyusul femisida non-intim sebanyak 15 kasus dan bunuh diri akibat kekerasan berbasis gender sebanyak 12 kasus. Jumlah korban terbesar adalah istri, yaitu 72 orang, diikuti oleh pacar (33 orang) dan mantan pacar (9 orang).

Motif tertinggi pelaku adalah cemburu, ketersinggungan maskulinitas, kekerasan seksual, dan menolak perceraian atau pemutusan hubungan.

Semua Berawal dari Rumah

Ya, semua berawal dari “rumah”. Yanti, perempuan korban pembunuhan mutilasi oleh suaminya sendiri Tarsum di Ciamis itu, dan banyak lagi perempuan lainnya yang mengalami siksaan, dianiaya, dan berakhir di pisau tajam. Ia mengalami kekerasan hingga meregang nyawa dari dalam rumah.

Demikian yang Dewi Candraningrum dedahkan dalam refleksi pendeknya di Jurnal Perempuan, Mengapa Perempuan Mati di Rumahnya? Padahal, sambung Dewi, rumah merupakan tempat yang identik dengan kehangatan, kenyamanan, keamanan, kasih sayang, perlindungan dan sesuatu yang merujuk pada “ibu”.

Penanda gender perempuan dekat dan intim dengan “rumah”. Sementara perempuan, adalah ibu kehangatan, kenyamanan, dan rumah batin bagi penghuninya. Yaitu anak-anak dan pasangan hidupnya.

Ibu dan rumah secara etimologis menurut Dewi tidak memiliki keterkaitan secara semiotik. Pertama merujuk pada tubuh manusia, tubuh seorang simbok yang hangat, berpayudara, untuk menyusui anak-anaknya, rendah hati dan hidup.

Lalu kedua, merujuk pada sebuah susunan batu bata, genting dan kamar-kamar yang angkuh dan mati. Tetapi rumah juga memiliki fungsi denotatif yang merujuk pada tempat istirahat, tempat kembali, tempat melarung suka, tempat mengail harap, tempat mengadu duka dan merebahkan lara.

Fungsi rumah yang hangat, dekat dan padu dengan kata “ibu”. Rumah juga adalah Rahim. Rahim adalah ibu. Di mana Rahim melahirkan rumah, dan ibu pun melahirkan rumah. Rahim berongga, begitu juga dengan rumah. Sama-sama berongga.

Setiap anak manusia mengakui dan menghormatinya. Tapi kesalahpahaman atas maknanya bisa berakibat fatal, yang bisa jadi malah membunuh sang ibu.

Perempuan mati di dalam rumahnya sendiri, aniaya penghuni atas ibu. Aniaya penghuni atas rumah. Kelahiran rumah tangga, dapat diakhiri dengan kematian yang damai. Dapat pula terjadi dengan akhir kematian yang tragis. Sebagaimana kematian Yanti, yang berawal dari kematian sebuah rumah. Ketika rumah tidak lagi berisi kasih, sayang, kehangatan. Tetapi dipenuhi curiga, aniaya, penghinaan dan kebengisan. []

 

 

Tags: FemisidaistrikeluargapembunuhanRelasirumahsuami
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!
  • KB dalam Pandangan Islam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version