Mubadalah.id – Salah satu ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa fiqh yang terkait dengan kehidupan sosial, bukanlah sesuatu yang statis, yang tak pernah dan tak bisa berubah.
Perubahan hukum syar’i terhadap satu kasus menurut Bu Nyai Badriyah, bahkan terjadi di masa Nabi Muhammad SAW.
Seperti diketahui, Nabi pernah membolehkan nikah mut’ah saat perang Khaibar dan kemudian melarangnya setelah situasi darurat seperti saat perang Khaibar tidak ada lagi.
Ziarah kubur pada masa Islam juga dilarang karena takut membawa kemusyrikan, namun saat akidah umat sudah kuat, ziarah kubur bahkan diperintahkan untuk mengingat kematian.
Selain itu, Bu Nyai Badriyah memaparkan, Khalifah Umar bin Khatab terkenal sebagai pemimpin yang berani mengambil terobosan hukum demi keadilan dengan melakukan hal yang secara lahiriyah tampak menyimpang dari apa yang telah Nabi Saw putuskan saat beliau hidup.
Khalifah Umar menempuh langkah tersebut demi keadilan kepada korban, kemaslahatan umum, serta menutup pintu pemanfaatan hukum yang longgar oleh orang-orang tak bertanggung jawab yang mengakibatkan kemadharatan dan tidak tercapainya tujuan hukum itu sendiri.
Khalifah Umar bin Khattab Larang Nikah Sirri
Beberapa kasus bisa menjadi contoh. Misalnya, khalifah Umar, kata Bu Nyai Badriyah, secara tegas melarang nikah sirri yang melakukannya secara rahasia tanpa wali dan hanya seorang laki-laki dan perempuan menjadi saksi serta menetapkan hukum rajam kepada pelakunya.
Sebaliknya khalifah Umar tidak mempermasalahkan kesaksian perempuan dalam nikah dan talak.
Hukum ini menerapkan dengan pertimbangan ketertiban sosial. Soal talak tiga yang keluar dari ucapannya sekaligus, Umar juga melakukan pengetatan.
Pada masa Rasulullah Saw, hingga awal pemerintahannya, talak tiga yang keluar dari ucapannya itu terhitung satu.
Namun ketika masyarakat memulai meremehkan talak dan menjadikanya mainan, maka berlakulah talak yang demikian sebagai talak tiga untuk memberi efek jera kepada mereka yang mempermainakan talak dan melindungi perempuan dari talak yang menjatuhkannya secara sembarangan.
Dalam fiqh praktik pengetatan hukum demi kemaslahatan umum demikian itu berdasarkan kaidah fiqh :
تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة
Artinya “Kebijakan pemerintah untuk rakyatnya harus berdasarkan asas kemaslahatan”. (Rul)