Mubadalah.id – Pada era kontemporer saat ini, tentunya kita banyak mengenal tokoh-tokoh seperti Gus Dur dan Gandhi, yang memperjuangkan tentang hak asasi manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) dalam dunia internasional sudah diformalkan melalui perkumpulan dari tiap-tiap bangsa. Perkumpulan ini tentunya untuk melawan kolonialisme, penjajahan, maupun penindasan yang dulu pernah terjadi di beberapa negara.
Sejalan dengan isi undang-undang dasar negara Indonesia. Di mana tidak ada penjajahan di dunia yang diperbolehkan. Menjajah bebrarti mematikan hak hidup bagi manusia dunia. Begitu pula dengan perlakuan diskriminatif itu sendiri.
Namun nampaknya, meski HAM sudah terbentuk dan menjadi bagian dari traktat (persetujuan). Penindasan terhadap kaum minoritas atau ketimpangan hidup nampaknya masih berkeliaran pada penduduk di beberapa negara. Misalnya saja, angka kemiskinan yang terjadi di negara zimbabwe saat ini mencapai 80 %. Ataupun yang terjadi di Sudan baru-baru ini dengan adanya perselisihan antar pihak Militer dan Paramiliter yang menjadikan masyarakat Sudan hilang hidup layak di tanah mereka sendiri. Tentunya ini karena pihak penguasa yang tidak bisa duduk bersama.
Melihat hal ini, nampaknya saya teringat dengan dua tokoh kebanggaan Indonesia dan India, Gus Dur dan Gandhi. Meskipun keduanya hidup pada masa yang berbeda, keduanya memiliki prinsip universalisme yang sama terhadap diskriminasi dan penindasan terhadap kaum minoritas. Keduanya mampu memberikan dampak yang amat besar bagi bangsanya masing-masing. Selain menjadi seorang tokoh dan sempat memimpin di negaranya, Gus Dur dan Gandhi juga memberikan warisan nilai kemanusiaan terhadap penduduknya.
Mengenal Mahatma Gandhi
Gandhi sendiri Hidup pada tahun 1869-1948. Di mana ia hidup pada masa kolonialisme Inggris terhadap India. Ia juga termasuk orang paling menentang dengan kolonialisme Inggris. Namun perlawanan yang ia tampakkan bukanlah melalui jalur kekerasan terhadapnya. Ia justru mengusung gerakan kemerdekaan melalui demonstrasi damai. Ini nampaknya mantra yang ia gunakan terhadap perlawanan Inggris sebagai bangsa penjajah.
Melihat sosok Gandhi adalah pejuang kemerdekaan yang unik. Tentunya kita tahu, dari semua aksi perlawanan dan revolusi yang terdapat dalam catatan sejarah bahwa aksi tersebut tak jauh dari aksi massa. Yang mana ini melibatkan banyak orang dengan aksi kekerasan atau benturan dengan lawannya. Namun yang terlihat dari Gandhi berbalik lurus dengan apa yang saya sebutkan. Gandhi bukanlah orator ulung yang mampu menyihir para audience. Justru yang saya lihat, ia menghadapi lawannya dengan ketenangannya sebagai bargaining position untuk melumpuhkannya.
Yang lebih uniknya lagi, ia justru bukan orang yang keras kepala. Misalnya saja ia mampu memberikan penawaran yang solutif terhadap rakyat India di masa itu. kita tahu, bahwa India pasca kolonialisme Inggris. Islam dan Hindu menjadi agama terbesar di India. Kedua umat beragama tersebut, menginginkan tanah yang berdaulat bagi keduanya.
Maka, pada tahun 1947 lahirlah negara Pakistan. negara yang berpopulasikan Islam yang berdiri secara berdaulat setelah pemisahannya terhadap India. Tentunya manusia di balik layar ini salah satunya Gandhi. Di mana ia membebaskan umat muslim di India kala itu untuk mempunyai tanah air secara berdaulat.
Prinsip Hidup Gandhi, dan Gusdur
Nyatanya, ini yang menjadi dasar tentang nilai kebebasan yang Gandhi tawarkan kepada masyarakat muslim India kala itu. sifat legowo yang Gandhi tunjukkan nampaknya berhasil ia terapkan secara dialogis. Ini yang menjadikan Gandhi menjadi orang yang memperjuangkan hak hidup berdaulat bagi umat lainnya. Dalam prinsip yang dibangun oleh Gandhi bahwa dalam kehidupan harus memegang prinsip Ahimsa dan Satya, emoh kekerasan dan memegang teguh kebenaran.
Di mana artinya, rasa kemanusiaan dengan sesama makhluk Tuhan harus didirikan sekuat mungkin. Haram baginya pertumpahan darah terjadi di bumi Tuhan ini, dan nilai-nilai kebenaran harus kita tegakkan sekuat mungkin. Supaya hidup yang berkeadilan tumbuh dalam tatanan sosial masyarakat.
Sejalan dengan itu, KH Abdurrahman Wahid atau yang biasa kita sapa dengan Gus Dur mengamini apa sudah Gandhi lakukan semasa hidupnya. Semasa menerima amanah menjadi Presiden Indonesia (1999-2001) ada peristiwa bersejarah. Tentunya kita ingat, atas pelengseran Gus Dur pada 23 Juli 2001 silam oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Manusia dalam Bingkai Kemanusiaan
Seperti apa yang kita ketahui kala itu, pasukan berani mati atas pembelaan terhadap Gus Dur sudah siap untuk menuju ke Jakarta. Tujuannya supaya Gus Dur tidak lengser, dan terus melanjutkan periodenya hingga berakhir. Namun ia malah merespon dengan sebaliknya.
Gus Dur justru memerintahkan simpatisan yang akan hadir ke Jakarta untuk memutar balik arah ke kediamannya masing-masing. Hingga saat ini masih familiar perkataan Gus Dur, bahwa “Tak ada jabatan yang layak dipertahankan mati-matian dengan pertumpahan darah”.
Gus Dur kala itu melihat sebagai manusia yang dilahirkan di tanah negara yang sama. Di mana tak perlu ada pertumpahan darah terjadi pada sesama makhluk Tuhan, terlebih sesama sebagai rakyatIndonesia. Gus Dur tidak ingin itu terjadi pada masyarakat Indonesia hanya dengan perihal kekuasaan.
Melihat kedua tokoh di atas, sudah selayaknya kita menjuluki keduanya dengan manusia dalam bingkai kemanusiaan. Keduanya memperlihatkan dengan jelas kepada kita bahwa sesama makhluk Tuhan hendaknya saling mencintai dan menyayangi. Bukan malah sebaliknya dengan permusuhan dan pertumpahan darah. Justru ini bakal melukai nilai-nilai kemanusiaan yang ada. Bahkan dalam agama Islam sendiri melarang dengan hal itu seperti yang sudah tersebutkan pada Al-quran surat An-nisa ke-93. []