• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Harta, Tahta dan Nia Ramadhani

Dengan adanya kritik tentang eksploitasi tubuh perempuan seperti tayangan “Nyonya Boss” diharapkan mampu membuka mata hati para khalayak. Supaya perempuan tidak hanya dinilai objek yang memiliki daya tarik dalam suatu acara karena kecantikan dan keindahan tubuhnya. Melainkan perempuan mempunyai peran yang strategis sesuai dengan kinerja dan kemampuan dalam industri tersebut.

Halimatus Sa'dyah Halimatus Sa'dyah
23/11/2020
in Featured, Personal
0
Nia Ramadhani

Nia Ramadhani

831
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perbincangan mengenai perempuan selalu menarik, bertahun-tahun peran perempuan hanya digambarkan sebagai objek semata. Perempuan dianggap sebagai alat untuk mendatangkan keuntungan. Di antaranya kita menemukan fenomena mengenai sosok Nia Ramadhani.

Sebagaimana diperlihatkan dalam industri media, tubuh perempuan dianggap bernilai tinggi untuk mampu meraup keuntungan. Perempuan yang memiliki paras cantik digunakan sebagai “daya tarik” memikat konsumen.

Munculnya program reality show  “Nyonya Boss” di sebuah stasiun televisi adalah sebuah acara yang menayangkan keseharian artis Nia Ramadhani. Berisi tayangan aktifitas penuh  dengan kemewahan yang sulit ditiru masyarakat.

Nia adalah sosok artis dengan perjalanan hidupnya yang dulunya bekerja keras kemudian berubah sejak menjadi menantu konglomerat. Memiliki nasib yang bisa jadi menjadi impian perempuan pada umumnya. Seperti virus Cinderella Syndrom. Awal hidupnya susah, lalu dipersunting seorang pangeran kaya raya kemudian hidup menjadi ratu dan raja dengan bahagia.

Acara ini dikemas untuk memamerkan kehidupan enaknya menjadi menantu konglomerat. Dengan modal badan yang menjadi standar kecantikan ala tren fashion kaum kapitalis. Seolah standar kecantikan adalah Nia Ramadhani saja. Representasi kecantikan yang tidak mewakili kecantikan perempuan nusantara umumnya.

Baca Juga:

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Saya ingin sedikit mengupas bagaimana deskripsi eksploitasi tubuh perempuan dalam acara ini. Meski saya menyayangkan, kenapa bukan artis lainnya semisal Dian Sastro atau chef Renata? Demi menarik perhatian penonton. Kita dipaksa sepakat bahwa perempuan memiliki daya tarik yang besar dalam industri media terutama televisi melalui acara ini. Bagian tubuh perempuan sering dipublikasi tanpa memperhatikan norma dan etika media.

Sebagaimana analisis semiotika Roland Barthes yang berusaha menemukan makna tersembunyi di balik sebuah tanda melalui makna denotasi, konotasi, serta mitos. Makna denotasi adalah tayangan ini menggambarkan seorang perempuan yang sedang beraktifitas sehari-hari dengan baju sexy. Secara denotasi acara ini menggambarkan seorang perempuan yang menunjukan tubuhnya dengan balutan busana indah dan hidup mewah.

Makna konotasi dalam acara ini adalah menjelaskan pada khalayak bahwa tubuh perempuan dijadikan objek seksual dalam memancing daya tarik para pemirsa, baik eksploitasi dalam gerakan tubuh, maupun ekspresi atau mimik wajah. Makna Mitos dalam acara ini memberikan pemahaman yang diturunkan secara turun menurun. Perempuan cantik harus memiliki kriteria ideal seperti bertubuh langsing, berkaki indah, paha dan pinggul ramping, rambut lurus panjang dan kulit putih mulus.

Keindahan perempuan menempatkan perempuan dalam stereotip membawa mereka ke sifat-sifat di sekitar keindahan. Seperti perempuan harus tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga, tampil prima untuk menyenangkan suami, pantas diajak ke berbagai acara, cerdas dan berpengetahuan.

Stereotip ini menjadi ide, citra dan sumber eksploitasi perempuan di berbagai media. Menurut Glosarium Seks dan Gender, eksploitasi berarti memanfaatkan tubuh seseorang (perempuan) untuk kepentingan sesuatu (misal:bisnis); penindasan perempuan yang malah dilanggengkan oleh berbagai cara dan alasan karena menguntungkan.

Dalam kehidupan sehari-hari perempuan banyak digunakan dalam iklan televisi. Keterlibatan tersebut berdasarkan dua faktor utama. Pertama perempuan disebut sebagai pasar yang sangat besar dalam sebuah perindustrian. Kedua adalah bahwa perempuan memiliki kepercayan yang luas dan diakui mampu menguatkan pesan tayangan media. Tayangan televisi mampu menghadirkan gambar serta audio visual bagi khalayak yang menyaksikannya.

Scene dalam acara “Nyonya Boss” dibuka dengan menampilkan beberapa sosok perempuan, dengan gaun menunjukkan lekuk tubuh mereka. Mereka tampil dengan tatapan menggoda disertai gerakan tubuh yang menarik perhatian. Bagian dada atas sedikit terbuka serta senyum menawan. Memberikan potret bahwa perempuan mampu memikat hati para konsumen untuk mengingatnya.

Dalam undang-undang penyiaran, batasan eksploitasi tercantum dalam Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 Pasal 58 ayat (4) dan Pasal 18 bahwa siaran iklan dilarang menayangkan gerakan tubuh dan tarian erotis. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut berimplikasi pada sanksi administrasi berupa penghentian sementara mata acara yang bermasalah sesuai ketentuan Pasal 80 dan Pasal 75.

Acara ini memiliki tujuan akhir mempersuasi dan menarik khalayak untuk respek terhadap tayangan yang ditawarkan. Perempuan dijadikan objek utama karena selalu dikaitkan dengan berbagai aura keindahan dan sensualitas yang melekat pada dirinya. Pengeksploitasian tubuh perempuan menimbulkan ketidakadilan pada perempuan lainnya, diantaranya pelecehan seksual, stereotype dan subordinasi.

Disadari atau tidak, perempuan menjadi objek yang menarik. Model perempuan tidak hanya memberikan kesan memuaskan kaum pria, akan tetapi berhasil menjadi senjata psikologis iklan yang ampuh memberikan kepuasan tersendiri pada kaum sesamanya.

Berbeda dengan kaum pria, ekspresinya akan biasa saja bila melihat pria lain lebih rapi atau keren. Berbeda denagn perempuan, bila melihat perempuan lain lebih rapi atau lebih cantik akan cenderung ingin meniru perempuan tersebut. Patokan ukuran cantik memberi dampak terhadap budaya yang menggerakkan perempuan untuk memiliki tubuh ideal dan kulit putih mulus. Hal inilah yang mendasari industri kapitalis untuk meraup keuntungan dalam mengembangkan dan memasarkan produk skincare.

Maka dari itu, dengan adanya kritik eksploitasi tubuh perempuan seperti tayangan “Nyonya Boss” diharapkan mampu membuka mata hati para khalayak. Supaya perempuan tidak hanya dinilai objek yang memiliki daya tarik dalam suatu acara karena kecantikan dan keindahan tubuhnya. Melainkan perempuan mempunyai peran yang strategis sesuai dengan kinerja dan kemampuan dalam industri tersebut. []

Tags: Nia RamadhaniNyonya BossperempuanPerempuan dan Media
Halimatus Sa'dyah

Halimatus Sa'dyah

Penulis adalah  konsultan hukum dan pengurus LPBHNU 2123038506

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID