• Login
  • Register
Jumat, 6 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Isu Disabilitas dan Bahasa yang Berkeadilan

Di Indonesia, istilah untuk menyebut teman disabilitas di Indonesia terpengaruh oleh dinamika sosial, politik, dan budaya yang terus berkembang.

Fatmawati Fatmawati
28/02/2025
in Publik
0
Isu Disabilitas

Isu Disabilitas

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pernahkah kita merenung sejenak untuk memikirkan seberapa besar makna sebuah istilah? Istilah tentu menjadi bagian penting representasi bahasa untuk mengungkapkan sesuatu. Koentjaraningrat juga mengungkapkan bahwa bahasa memegang peranan penting dalam proses mempelajari kebudayaan. Termasuk penggunaan istilah dalam memanggil teman disabilitas.

Realitas juga turut membuktikan bahwa tidak semua istilah merepresentasikan makna yang berkeadilan atau layak bagi semua orang. Orang-orang masih sering menggunakan kata ‘cacat’ dalam kehidupan sehari-hari.

Atau, penggunaan istilah ‘tuna’ yang sebetulnya adalah bentuk eufemisme untuk memanggil teman disabilitas. Padahal jika kita lihat di KBBI saja, keduanya punya makna yang amat buruk.

Pengungkapan hal tersebut secara kontinu justru membawa beban stigma yang mengerdilkan individu tersebut. Istilah ini sering kali mengaburkan potensi, kemampuan, dan martabat teman disabilitas.

Di sinilah pentingnya memperhatikan bahasa, karena apa yang kita ucapkan tak sekadar soal kebiasaan, tapi juga cerminan cara kita memandang orang lain.

Baca Juga:

Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

Membaca Novel Jodoh Pasti Bertemu dalam Perspektif Mubadalah

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

Sejarah Penggunaan Istilah

Di Indonesia, istilah untuk menyebut teman disabilitas di Indonesia terpengaruh oleh dinamika sosial, politik, dan budaya yang terus berkembang. Widiarsih mencatat setidaknya ada 10 istilah yang pernah digunakan, baik dalam interaksi sehari-hari maupun dalam dokumen legal yang dikeluarkan oleh pemangku kebijakan.

Setiap istilah mencerminkan cara pandang masyarakat pada zamannya. Hal tersebut juga menunjukkan bagaimana struktur sosial, bahkan negara, memposisikan individu dengan disabilitas. Penggunaan istilah tertentu tersebut bukan hanya memiliki konotasi negatif, akan tetapi bermakna diskriminatif terhadap teman disabilitas. 

Secara legal, Indonesia baru benar-benar terlepas dari istilah dengan konotasi negatif terhadap teman disabilitas pada tahun 2000-an. Dengan dikenalnya istilah difabel sebagai kependekan dari ‘differently abled’. 

Aktivis dan pegiat isu disabilitas biasanya menggunakan istilah tersebut. Sebagai bentuk implikasinya salah satunya termaktub dalam Peraturan Daerah Sleman (Jawa Tengah) No. 11 tahun 2002.

Pada periode berikutnya penggunaan istilah penyandang disabilitas  dalam UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Istilah tersebut sebagai bentuk ratifikasi dari UNCRPD (United Nation Convention on the Rights of Person with Disability).

Lalu, mengapa kita juga sering menggunakan istilah ‘tuna’ dalam kehidupan sehari-hari untuk memanggil teman disabilitas? Seolah-olah hal tersebut ungkapan yang sopan dan lebih halus agar teman disabilitas merasa tidak sakit hati.

Pada dasarnya, istilah ini populer pada rezim Orde Baru setelah pemerintah mengesahkannya sebagai Undang-undang No. 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Ungkapan ‘tuna’ begitu melekat di ingatan kita semua, meskipun, sudah tidak berlaku secara dokumen legal. 

Barangkali, karena hal tersebut termaktub dalam undang-undang dan berlaku sebagai kebijakan di masa Orde Baru dalam rentang waktu yang lama. Sehingga, sudah serupa warisan turun temurun yang melekat dalam ingatan masyarakay kita. Pada akhirnya hal tersebut melekat dalam alam bawah sadar kita.

Isu Disabilitas dalam Perspektif Trilogi KUPI

Dalam melihat realitas tersebut, menggunakan perspektif trilogi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) merupakan pilihan yang tepat. Trilogi tersebut, yakni makruf, mubadalah, dan keadilan hakiki.

Konsep makruf menekankan pada segala hal yang baik dan memuliakan martabat manusia. Dalam konteks disabilitas, hal ini berarti menghindari istilah yang membawa stigma, seperti cacat atau tuna, karena kata-kata tersebut dapat mengerdilkan potensi individu. 

Sebaliknya, menggunakan istilah seperti penyandang disabilitas atau difabel mencerminkan penghormatan dan pengakuan atas keberagaman kemampuan.

Sementara itu, konsep mubadalah mengajarkan pentingnya relasi timbal balik yang adil. Dalam kehidupan sehari-hari, pandangan kita terhadap teman disabilitas bukan serta-merta hanya sebagai objek belas kasih, tetapi pemberian hak dan kesempatan yang sama.

Keberadaan regulasi seperti UU No. 8 Tahun 2016 menjadi langkah menuju keadilan hakiki, di mana disabilitas dipahami sebagai bagian dari keberagaman manusia yang harus dihormati, bukan dikucilkan.

Mengakhiri Penggunaan Istilah Diskriminatif

Jadi, ketika membicarakan isu disabilitas, kita tak cukup berhenti pada soal aksesibilitas. Penggunaan istilah yang berkeadilan adalah langkah kecil yang membawa arti besar. Sebuah upaya sunyi yang perlahan mengikis stigma dan menghapus batas diskriminasi.

Memilih kata yang adil mungkin tampak sederhana, tapi sesungguhnya ia adalah cermin kesadaran terdalam. Ia juga serupa komitmen yang lahir dari nurani, sebagai jalan sunyi  untuk menuju keadilan. Dan sudah sepatutnya, kita dapat memandang teman disabilitas sebagai subjek penuh dan utuh. []

Tags: DifabelIsu DisabilitasKeadilan HakikiKonsep MakrufMubadalahPenyandang DisabilitasPerspektif Trilogi KUPIstigma
Fatmawati

Fatmawati

Aku perempuan, maka aku ada.

Terkait Posts

Raja Ampat

Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

5 Juni 2025
Ibadah Kurban

Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam

4 Juni 2025
Mitos Israel

Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

4 Juni 2025
Trans Jogja

Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

3 Juni 2025
Perbedaan Feminisme

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

2 Juni 2025
Teknologi Asistif

Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fikih Ramah Difabel

    Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut
  • Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID