Senin, 15 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

    Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

    Keulamaan Perempuan pada

    Prof. Euis: Kajian Keulamaan Perempuan Tak Cukup Berhenti pada Glorifikasi

    Digital KUPI

    Ahmad Nuril Huda: Nilai Komunitas Digital KUPI Belum Menyaingi Kelompok Konservatif

    Pemulihan Ekologi

    Nissa Wargadipura Tekankan Pemulihan Ekologi Berbasis Aksi Nyata

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kelekatan Spiritual

    Jangan Mudah Menghakimi Keimanan Sesama: Menyelami 5 Gaya Kelekatan Spiritual

    Bencana Sumatra

    Bencana Sumatra, Alarm Keras untuk Implementasi Ekoteologi

    Tradisi dan Modernitas

    Mengurai Kembali Kesalingan Tradisi dan Modernitas

    Disabilitas

    Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan

    Reboisasi Relasi

    Reboisasi Relasi: Menghijaukan Kembali Cara Kita Memandang Alam

    Bencana Alam

    Bencana Alam, Panggung Sandiwara, dan Kesadaran Masyarakat Modern

    Hak Bekerja

    Hak Bekerja: Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif bagi Disabilitas

    Bencana Alam

    Al-Qur’an dan Peringatan Bencana Alam

    Berbagi

    Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

    Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

    Keulamaan Perempuan pada

    Prof. Euis: Kajian Keulamaan Perempuan Tak Cukup Berhenti pada Glorifikasi

    Digital KUPI

    Ahmad Nuril Huda: Nilai Komunitas Digital KUPI Belum Menyaingi Kelompok Konservatif

    Pemulihan Ekologi

    Nissa Wargadipura Tekankan Pemulihan Ekologi Berbasis Aksi Nyata

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kelekatan Spiritual

    Jangan Mudah Menghakimi Keimanan Sesama: Menyelami 5 Gaya Kelekatan Spiritual

    Bencana Sumatra

    Bencana Sumatra, Alarm Keras untuk Implementasi Ekoteologi

    Tradisi dan Modernitas

    Mengurai Kembali Kesalingan Tradisi dan Modernitas

    Disabilitas

    Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan

    Reboisasi Relasi

    Reboisasi Relasi: Menghijaukan Kembali Cara Kita Memandang Alam

    Bencana Alam

    Bencana Alam, Panggung Sandiwara, dan Kesadaran Masyarakat Modern

    Hak Bekerja

    Hak Bekerja: Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif bagi Disabilitas

    Bencana Alam

    Al-Qur’an dan Peringatan Bencana Alam

    Berbagi

    Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Jangan Mudah Menghakimi Keimanan Sesama: Menyelami 5 Gaya Kelekatan Spiritual

Teori gaya kelekatan spiritual (spiritual attachment theory) merupakan gambaran bagaimana hubungan awal antara individu dengan Tuhan.

Layyin Lala Layyin Lala
15 Desember 2025
in Personal
0
Kelekatan Spiritual

Kelekatan Spiritual

2
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Seringkali saya melihat konten-konten penghakiman iman seseorang karena gaya kelekatan yang berbeda dari seseorang. Semisal, konten-konten ancaman neraka bagi seseorang yang bertaqwa namun “tidak sempurna”. Padahal, bagi saya setiap orang punya bentuk atau cara beribadah sendiri.

Saat perbedaan beribadah berbeda dengan yang lain (meskipun satu kepercayaan), ternyata ada juga seseorang yang menghakimi dan mengkritik dengan keras. Hingga beberapa hari, saat sedang membaca-baca mengenai penelitian gaya kelekatan (attachment style), saya menemukan sesuatu yang baru. Sebuah penelitian oleh Dr. Hassan Elwan dan Dr. Osman Umarji pada tahun 2022 sukses menarik perhatian saya. 

Penelitian tersebut berjudul “Belief in Divine Love: Discovering Spiritual Attachment Styles.” Sebuah penelitian yang mengungkapkan bagaimana gaya keyakinan kita pada cinta Ilahi dapat memengaruhi tingkat kelekatan kita kepada Tuhan. Serta, bagaimana gambaran kita tentang Tuhan membentuk cara kita berhubungan dengan-Nya.

Akidah-Allah Sang Maha Sempurna

Dalam ranah akidah, kita meyakini bahwa Allah Maha Sempurna. Kesempurnannya menjangkau setiap alam yang dapat kita bayangkan. Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, serta masih banyak lagi. Namun, kita tidak dapat melihat Allah secara langsung, tetapi Allah dapat melihat seluruh penglihatn.” Oleh karenanya, setiap dari kita akan bergulat dengan dua pertanyaan mendasar, yaitu:

Pertama, meskipun saya tidak dapat melihat Allah secara langsung, bagaimana saya membayangkannya? Kedua, Allah melihat apa pun yang saya lakukan. Apa pendapat-Nya tentang saya?

Cara kita menjawab kedua pertanyaan ini memiliki dampak yang mendalam pada kehidupan kita. Jawabannya memengaruhi gaya keterikatan kita, hubungan kita dengan Allah dan sesama, serta religiusitas, perjuangan keagamaan, dan harga diri kita. Menanamkan citra Tuhan yang sehat yang mencerminkan keselarasan antara semua sifat-Nya sangat penting bagi perkembangan keagamaan yang positif.

Bagaimana Cara Kita Memandang Allah?

Setiap orang memiliki persepsi tersendiri tentang Tuhan yang terbentuk dari gabungan antara pengetahuan dan pengalaman pribadi. Para teolog menyebutnya sebagai citra Tuhan (God Images) yakni cara seseorang memandang, merasakan, dan berhubungan dengan Yang Ilahi. 

Citra tersebutberasal dari dua sumber utama. Pertama, keyakinan kognitif yang dipelajari melalui ajaran agama dan pendidikan. Kedua, pengalaman afektif yang lahir dari perjumpaan emosional dengan Tuhan. Misalnya, seseorang bisa percaya bahwa Tuhan Maha Kuasa (aspek kognitif), namun belum tentu merasakan kehadiran kasih dan kedekatan-Nya (aspek afektif). Keseimbangan antara dua dimensi tersebut sangat penting karena ketidaksesuaian di antara keduanya sering kali melahirkan kegelisahan spiritual atau rasa jauh dari Tuhan.

Sayangnya, banyak orang tumbuh dengan gambaran Tuhan yang kurang akurat. Pengaruh budaya, pendidikan agama yang kaku, bahkan pengalaman buruk dengan figur otoritas spiritual dapat membuat seseorang melihat Tuhan sebagai sosok yang keras, jauh, atau menakutkan. Padahal, dalam Al-Qur’an, Allah menegur manusia yang “tidak menilai-Nya sebagaimana mestinya.” 

Mislanya, kisah Perang Khandaq menggambarkan hal tersebut dengan jelas, yaitu ada orang yang melihat cobaan sebagai bukti janji Allah, sementara yang lain merasa ditinggalkan. Perbedaan reaksi tersebut lahir dari perbedaan citra Tuhan di dalam hati mereka. Bila seseorang memiliki prasangka baik terhadap Allah (husn al-zann billah), ia akan memandang ujian sebagai peluang untuk tumbuh, bukan tanda ketidakpedulian Ilahi.

Citra Tuhan yang positif membantu manusia memaknai hidup dengan lebih sehat secara spiritual dan psikologis. Sebaliknya, citra yang terdistorsi dapat menimbulkan krisis iman, rasa rendah diri, bahkan gangguan mental. Dalam perspektif psikologi agama, hubungan manusia dengan Tuhan bersifat mendasar karena kebutuhan untuk terhubung dan merasa dicintai merupakan bagian dari fitrah atau kecenderungan alami manusia. 

Kita memang tercipta untuk mencari makna dan keterikatan dengan yang transenden. Penelitian modern tentang spiritualitas pun menunjukkan bahwa keimanan yang hangat dan penuh kasih dapat memperkuat daya tahan terhadap stres dan penderitaan.

Sejak lahir, manusia membawa potensi bawaan untuk mengenal Tuhan, meski belum mampu memahaminya secara rasional. Seiring waktu, pengalaman, pengetahuan, dan hubungan interpersonal membentuk gambaran tentang siapa Tuhan bagi dirinya. 

Ibn Taimiyah pernah menulis bahwa semakin dalam pengetahuan seseorang tentang Allah, semakin besar pula cintanya kepada-Nya. Dengan kata lain, mengenal Tuhan dengan benar merupakan proses yang menyembuhkan. Pengenalan tersebut membantu kita untuk menata kembali hati, membersihkan fitrah dari prasangka keliru, dan menumbuhkan rasa kedekatan yang menenangkan

Gaya Kelekatan Spiritual

Teori kelekatan (attachment theory) merupakan gamabaran bagaimana hubungan awal antara individu dengan Tuhan. Rasulullah bersabda bahwa setiap manusia lahir dengan fitrah, yakni potensi bawaan untuk mengenal dan mencintai Tuhan, dan orang tua memiliki peran besar dalam menjaga atau merusak potensi tersebut.

Profil Pertama: Keterikatan yang Aman kepada Tuhan (Secure God Attachment)

Setiap orang memiliki cara sendiri untuk merasakan kehadiran Tuhan. Ada yang menemukannya lewat doa, ada pula melalui keheningan batin. Salah satu bentuk hubungan yang paling menenangkan adalah God attachment atau keterikatan dengan Tuhan. Berdasarkan penelitian, sekitar 19,1% individu memiliki keterikatan yang aman dengan Tuhan. Dalam kondisi kelekatan ini, seseorang merasakan hubungan yang hangat, penuh kasih, dan kepercayaan mendalam.

Bayangkan ketika hati merasa yakin bahwa Allah selalu mencintai, mengampuni, serta hadir di setiap langkah kehidupan. Keyakinan seperti itu menumbuhkan rasa tenteram yang sulit digantikan oleh hal lain. Individu yang memiliki kedekatan ini umumnya memandang diri dengan penuh penerimaan, tanpa rasa takut akan penolakan dari Tuhan. Allah terasa sebagai sosok yang lembut, dekat, penyayang, dan senantiasa memberi pertolongan.

Hubungan semacam itu membuat ibadah tidak terasa berat, melainkan menjadi ruang untuk berbicara dengan penuh cinta kepada Sang Pencipta. Saat hati merasa aman di hadapan Tuhan, hidup pun menjadi lebih damai. Rasa percaya diri tumbuh, kemampuan berempati meningkat, dan setiap tantangan terasa lebih ringan karena ada keyakinan bahwa selalu ada kasih yang menyertai.

Profil Kedua: Keterikatan yang Sedikit Cemas kepada Tuhan (Slightly Anxious God Attachment)

Pernahkah kita merasa yakin akan kasih Tuhan, namun di sisi lain muncul perasaan ragu dalam diri? Seolah tahu bahwa Allah Maha Pengasih, tetapi masih ada kekhawatiran apakah diri sudah cukup baik di hadapan-Nya. Kondisi seperti ini ternyata cukup umum terjadi. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 32,2% individu memiliki God attachment yang sedikit cemas.

Dalam hubungan kelekatan tersebut, seseorang memandang Allah secara positif namun pandangan terhadap diri sendiri masih agak goyah. Ada rasa takut melakukan kesalahan, perasaan belum cukup layak, atau kegelisahan saat merasa jauh dari Tuhan. Kecemasan merupakan bentuk kepekaan spiritual yang tumbuh dari keinginan untuk selalu mendapatkan penerimaan oleh Sang Pencipta.

Ketika seseorang memiliki citra diri yang belum sepenuhnya hangat, ia cenderung keras pada diri sendiri. Saat berbuat salah, hatinya mudah penuh dengan rasa bersalah, meski hatinya tahu bahwa Allah Maha Pengampun.

Namun di balik semua kegelisahan itu, ada satu hal yang kuat menuntun, yaitu keyakinan bahwa kasih Tuhan jauh lebih besar daripada keraguan diri. Perasaan ini mengajarkan keseimbangan antara cinta dan introspeksi. Dalam setiap doa, individu belajar untuk menerima diri apa adanya, sembari berusaha tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Profil Ketiga: Keterikatan yang Menghindar terhadap Tuhan (Avoidant God Attachment)

Ada kalanya seseorang mengenal Tuhan, meyakini keberadaan-Nya, bahkan percaya pada ampunan-Nya, namun tetap merasa jauh. Karena sulit merasakan kedekatan batin. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 17,4% individu memiliki God attachment yang bersifat menghindar. Dalam kondisi tersebut, hubungan spiritual terasa datar.

Individu dengan pola kelekatan ini membayangkan Allah sebagai sosok yang pemaaf, tetapi kurang terasa hangat, penuh kasih, atau menghargai keberadaannya. Dalam doa, ada jarak yang tak mudah kita jembatani. Kalimat-kalimat ibadah mungkin tetap terucap, namun hati seakan tak tergetar oleh keintiman dengan Tuhan.

Rasa jauh tersebut sering kali muncul dari pengalaman hidup yang menumbuhkan kehati-hatian dalam mempercayai kasih. Seseorang mungkin belajar bertahan dengan menekan perasaan, bahkan dalam urusan spiritual. Akibatnya, hubungan dengan Tuhan menjadi lebih rasional daripada emosional.

Namun, jarak bukan akhir dari perjalanan iman. Dalam keheningan, setiap individu selalu memiliki kesempatan untuk mengenali kembali kehadiran Ilahi secara lebih lembut. Kadang kedekatan dengan Tuhan datang dalam kondisi ketika kita berani untuk bertanya dalam hati: “Apakah aku masih diingat oleh-Nya?” Pertanyaan tersebut sendiri sudah menjadi bentuk pencarian. Dan setiap pencarian adalah langkah menuju kedekatan yang lebih dalam.

Profil Keempat: Keterikatan yang Tidak Teratur kepada Tuhan (Dizorganized God Attachment)

Bagi sebagian orang, hubungan dengan Tuhan terasa rumit. Misalnya, hubungan penuh ketakutan, tetapi juga keinginan untuk dekat. Sekitar 15% individu mengalami God attachment yang bersifat tidak teratur atau disorganized. Dalam kondisi ini, hati diliputi kecemasan tinggi sekaligus kecenderungan untuk menjaga jarak dari Tuhan.

Individu dengan pola keterikatan seperti ini kerap memandang Allah sebagai sosok yang keras, sulit untuk kita dekati, serta kurang menolong atau menghargai keberadaan dirinya. Gambaran semacam itu menumbuhkan rasa takut yang mendalam, seolah setiap kesalahan akan berujung pada penolakan Ilahi. Di saat yang sama, citra diri pun terasa rapuh. Hal tersebut karena penuh keraguan, mudah merasa bersalah, dan kehilangan keyakinan bahwa individu pantas mendapatkan cinta oleh Tuhan.

Hubungan spiritual yang berlandaskan ketakutan tersebut sering kali membuat hati sulit tenang. Doa terasa berat  karena bayangan tentang Tuhan penuh rasa gentar.  Perjalanan menuju kedekatan dengan Tuhan bagi individu semacam ini bisa dari langkah kecil, yaitu belajar melihat sisi kasih dalam setiap ketentuan-Nya.

Profil Kelima: Keterikatan yang Sangat Cemas kepada Tuhan (Highly Anxious God Attachment)

Beberapa orang sangat ingin merasakan kehangatan dan kedekatan dengan Tuhan, namun rasa cemas yang kuat membuat hati sulit tenang. Sekitar 16,1% individu memiliki God attachment yang sangat cemas. Dalam pola ini, ada dorongan besar untuk dekat dengan Allah, namun perasaan takut dan ragu kerap menghalangi pengalaman spiritual yang nyaman.

Individu ini memandang Allah sebagai pribadi yang penuh rahmat, dekat, dan hangat, meski tingkat pengampunan atau bantuan yang terasa nyata terkadang terbatas. Sementara itu, pandangan terhadap diri sendiri cenderung negatif (mudah merasa kurang, belum cukup layak, dan sering mempertanyakan apakah diri cukup baik untuk dicintai oleh Tuhan).

Perasaan ingin dekat tetapi terbayang kecemasan menciptakan ketegangan batin. Doa dan ibadah bisa memunculkan harapan sekaligus rasa takut, seolah hati terus teruji dalam mencari kepastian kasih Ilahi. Meski begitu, keyakinan akan kebaikan dan kedekatan Tuhan tetap menjadi kekuatan yang menuntun langkah, meski harus melalui perjalanan penuh ketidakpastian.

Bagi individu dengan pola keterikatan tersebut, setiap usaha mendekat adalah latihan kesabaran dan keberanian. Dengan perlahan belajar menerima diri dan memahami rahmat Tuhan, kecemasan bisa berkurang. Sehingga keinginan untuk menjalin hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dengan Allah dapat terwujud.

Menemukan Kedekatan dengan Tuhan melalui Rasulullah ﷺ dan Ulama yang Saleh

Dalam perjalanan hidup, setiap individu memiliki cara tersendiri untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Rasulullah hadir di tengah masyarakat yang kehilangan arah dalam memahami Tuhannya. 

Dengan kasih sayang dan hubungan yang hangat, beliau menuntun para sahabat mengenal Allah yang penuh rahmat. Rasulullah menjadi teladan hidup dari nilai-nilai Ilahi, menghadirkan cinta Tuhan. Dari kelembutan dan senyum beliau, para sahabat merasakan kasih dan kebesaran Allah dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Nilai-nilai Rasulullah terus hidup melalui para ulama yang saleh. Para ulama’ mewarisi ilmu dan akhlak kenabian serta membimbing umat agar semakin dekat kepada Allah. Hubungan antara seorang murid dan guru agama berperan penting dalam menumbuhkan rasa aman, cinta, dan kedekatan spiritual. 

Kita dapat memahami sifat-sifat Allah melalui perilaku para ulama yang hidup dengan nilai-nilai tersebut. Kedekatan tersebut membantu hati merasa tenteram dan jiwa lebih mudah menerima kebaikan Ilahi.

Kedekatan dengan Allah tumbuh dari pengalaman yang dirasakan dengan hati. Mengenal Tuhan tidak berhenti pada pengetahuan saja. Kita juga dapat mengenal Tuhan pada bagaimana kita menyelami kasih-Nya dalam hidup. 

Melalui hubungan yang baik dengan Rasulullah, para ulama, dan sesama, kita dapat merasakan kehadiran Allah dalam setiap langkah kita. Saat hati terhubung dengan kasih Ilahi, hidup terasa lebih bermakna, tenang, dan penuh syukur. 

Referensi:

Elwan, H. and Umarji, O. (2022). Belief in Divine Love: Discovering Spiritual Attachment Styles. [online] Yaqeen Institute for Islamic Research. Available at: https://yaqeeninstitute.org/read/paper/belief-in-divine-love-discovering-spiritual-attachment-styles [Accessed 16 Oct. 2025].

 

Tags: Attachment StylesGaya SpiritualKelekatanKelekatan SpiritualResearchSpiritual
Layyin Lala

Layyin Lala

A Student, Santri, and Servant.

Terkait Posts

Perjalanan Spiritual
Personal

Membiasakan Berefleksi Sebagai Bagian dari Perjalanan Spiritual

14 Agustus 2025
Kecerdasan Multidimensional
Personal

Puasa Meningkatkan Kecerdasan Multidimensional

13 Maret 2025
Hikmah Isra Mikraj
Hikmah

Hikmah Isra Mikraj: Spiritual Healing Ala Nabi Muhammad SAW

29 Januari 2025
Perkawinan
Hikmah

Landasan Spiritual Perkawinan

1 Agustus 2024
Perempuan
Hikmah

Melalui KUPI, Ulama Perempuan Diakui Secara Spiritual, Intelektual, Kultural, dan Sosial

30 Mei 2024
Malam Nuzulul Qur'an
Kolom

Menghikmahi Iqra’ di Malam Nuzulul Qur’an

11 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Disabilitas

    Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bolehkah Non-Muslim Masuk dan Beribadah di Masjid? Begini Pandangan Buya Husein Muhammad

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadis tentang Kesetaraan Gender dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengurai Kembali Kesalingan Tradisi dan Modernitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jangan Mudah Menghakimi Keimanan Sesama: Menyelami 5 Gaya Kelekatan Spiritual
  • Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender
  • Bencana Sumatra, Alarm Keras untuk Implementasi Ekoteologi
  • Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme
  • Mengurai Kembali Kesalingan Tradisi dan Modernitas

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID