Mubadalah.id – Jaringan Ulama KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia) Nyai. Hj. Luluk Farida Muchtar memberikan dukungan kepada Kementerian Agama (Kemenag) terkait pencabutan izin operasional Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang.
Pencabutan operasional ini terkait tersangka kasus pencabulan beberapa santriwati oleh Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi.
“Jika yang bersalah adalah lembaga, maka lembaganya layak dicabut izin pendiriannya,” kata Bu Nyai Luluk, saat dihubungi Mubadalah.id, pada Jumat, 8 Juli 2022.
Pembina Yayasan Pondok Pesantren PPAI Darun Najah Ngijo Karangploso Malang itu menekankan bahwa tidak hanya lembaganya, tapi orang yang melakukan kesalahan juga layak untuk diberi hukuman.
“Pelaku harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Dengan begitu, apabila semuanya sudah jelas, maka Pengasuh Program “Merawat Cinta Kasih” Radio Madina FM itu meminta, agar instasi yang terkait untuk menindaknya dengan tegas.
“Hukum harus mampu menegakkan keadilan bagi semua,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag), Waryono menyebutkan walaupun izin operasional pesantren telah dicabut, pihaknya memastikan bahwa para santri tetap dapat melanjutkan proses belajar dan memperoleh akses pendidikan yang semestinya.
Untuk memastikan hal tersebut, Waryono akan melakukan koordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Timur, Kankemenag Jombang.
“Yang tidak kalah penting agar para orang tua santri ataupun keluarganya dapat memahami keputusan yang diambil dan membantu pihak Kemenag. Jangan khawatir, Kemenag akan bersinergi dengan pesantren dan madrasah di lingkup Kemenag untuk kelanjutan pendidikan para santri,” kata Waryono, dalam Press Rilis yang diterima Mubadalah.id.
Untuk diketahui, Kemenag secara resmi mencabut izin operasional Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur, pada Kamis, 7 Juli 2022.
Pencabutan izin ini, guna membekukan nomor statistik dan tanda daftar pesantren Shiddiqiyyah.
“Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” jelasnya. (Rul)