Senin, 15 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

    Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

    Keulamaan Perempuan pada

    Prof. Euis: Kajian Keulamaan Perempuan Tak Cukup Berhenti pada Glorifikasi

    Digital KUPI

    Ahmad Nuril Huda: Nilai Komunitas Digital KUPI Belum Menyaingi Kelompok Konservatif

    Pemulihan Ekologi

    Nissa Wargadipura Tekankan Pemulihan Ekologi Berbasis Aksi Nyata

    ulama perempuan

    Menyulam Arah Gerakan Ulama Perempuan dari Yogyakarta

    Data Pengalaman Perempuan

    Nyai Badriyah: KUPI Menegakkan Otoritas Keagamaan Berbasis Data dan Pengalaman Perempuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Tradisi dan Modernitas

    Mengurai Kembali Kesalingan Tradisi dan Modernitas

    Disabilitas

    Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan

    Reboisasi Relasi

    Reboisasi Relasi: Menghijaukan Kembali Cara Kita Memandang Alam

    Bencana Alam

    Bencana Alam, Panggung Sandiwara, dan Kesadaran Masyarakat Modern

    Hak Bekerja

    Hak Bekerja: Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif bagi Disabilitas

    Bencana Alam

    Al-Qur’an dan Peringatan Bencana Alam

    Berbagi

    Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

    Ekologi

    Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

    Madrasah Creator KUPI

    Nanti Kita Cerita Tentang Madrasah Creator KUPI dan Halaqah Kubra KUPI

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

    Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

    Keulamaan Perempuan pada

    Prof. Euis: Kajian Keulamaan Perempuan Tak Cukup Berhenti pada Glorifikasi

    Digital KUPI

    Ahmad Nuril Huda: Nilai Komunitas Digital KUPI Belum Menyaingi Kelompok Konservatif

    Pemulihan Ekologi

    Nissa Wargadipura Tekankan Pemulihan Ekologi Berbasis Aksi Nyata

    ulama perempuan

    Menyulam Arah Gerakan Ulama Perempuan dari Yogyakarta

    Data Pengalaman Perempuan

    Nyai Badriyah: KUPI Menegakkan Otoritas Keagamaan Berbasis Data dan Pengalaman Perempuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Tradisi dan Modernitas

    Mengurai Kembali Kesalingan Tradisi dan Modernitas

    Disabilitas

    Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan

    Reboisasi Relasi

    Reboisasi Relasi: Menghijaukan Kembali Cara Kita Memandang Alam

    Bencana Alam

    Bencana Alam, Panggung Sandiwara, dan Kesadaran Masyarakat Modern

    Hak Bekerja

    Hak Bekerja: Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif bagi Disabilitas

    Bencana Alam

    Al-Qur’an dan Peringatan Bencana Alam

    Berbagi

    Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

    Ekologi

    Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

    Madrasah Creator KUPI

    Nanti Kita Cerita Tentang Madrasah Creator KUPI dan Halaqah Kubra KUPI

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Jika Aku Percaya pada Kesetaraan, Harus Bagaimana Aku Bersikap?

Kesetaraan tidak lahir dari kehendak besar semata, tapi dari keputusan kecil yang terus berulang.

Nadhira Yahya Nadhira Yahya
30 Juli 2025
in Personal
0
Percaya pada Kesetaraan

Percaya pada Kesetaraan

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kadang aku bertanya dalam diam: apakah aku benar-benar percaya pada kesetaraan? Atau jangan-jangan, aku hanya jatuh cinta pada gagasannya yang terdengar mulia?

Pertanyaan itu tidak lahir dari ruang seminar atau forum intelektual. Ia muncul di tempat yang jauh lebih sunyi: di dapur rumah, saat aku diminta membereskan meja makan sementara adik lelakiku santai menonton televisi. Atau ketika di ruang kerja, ideku nyaris tak dianggap, sampai seseorang, laki-laki, mengulang hal yang sama dan tiba-tiba semua bersorak: “Good Job!”

Mungkin kamu pun pernah. Momen-momen ketika nilai-nilai yang kamu yakini bersinggungan langsung dengan kenyataan yang terlalu “biasa”. Tak jahat, tapi cukup untuk membuat batinmu mempertanyakan banyak hal. Dan di sanalah kegelisahan itu tumbuh. Jika aku benar-benar percaya pada keadilan, bagaimana seharusnya aku bersikap?

Banyak yang berpikir, menjadi setara berarti menjadi lantang. Bersikap keras, penuh semangat, dan tak ragu menunjukkan ketidaksetujuan pada ketimpangan. Tapi hidup, sering kali, tak menyediakan panggung untuk semua itu. Yang ada justru ruang-ruang sunyi. Ruang makan, grup kerja, percakapan keluarga, dsb.

Dan dalam ruang-ruang itu, kita sering berhadapan dengan pilihan yang rumit. Apakah harus jadi orang yang “berbeda”? Yang menolak peran tradisional, mengoreksi kebiasaan tidak adil, meski risiko mendapat stigma keras kepala atau tidak menyenangkan? Atau sebaliknya, beradaptasi, menyimpan idealisme dalam saku, dan menjalani hidup “seperti biasa”?

Kesetaraan adalah Kerja Harian

Kupikir, menjadi setara tidak selalu soal menjadi paling nyaring. Kadang, itu justru soal menjadi paling sabar. Paling konsisten. Paling tak mau tunduk pada kebiasaan yang melanggengkan ketimpangan, bahkan ketika tak ada yang menonton.

Kesetaraan adalah kerja harian. Memilih tetap menyuarakan ide meski sering terabaikan. Mengajak adikmu membereskan piring tanpa marah, tapi dengan sabar menjadikannya kebiasaan baru. Menolak bercanda seksis. Tidak menyalahkan korban. Dan terus belajar ketika kamu sendiri keliru.

Ia bukan soal sorotan, tapi tentang membentuk pola. Pola kecil yang, ketika terus kita rawat, bisa menggeser sistem besar yang dulu dianggap mustahil berubah.

Seperti yang ada dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Makna ayat ini menguatkan bahwa perubahan, termasuk menuju kesetaraan, harus kita mulai dari kesadaran dan tindakan diri sendiri, bahkan jika itu sunyi, kecil, dan tak terlihat.

Kita hidup dalam masyarakat yang sering kali berkata: “Sudah begini dari dulu.” Dan dari situlah segala ketimpangan mendapatkan tempat. Dengan dalih “mengalir saja”, kita lupa bahwa arus yang salah tetap bisa kita arahkan ulang. Tapi tentu tidak mudah.

Ruang Aman

Tak semua orang punya ruang aman untuk melawan terang-terangan. Maka perjuangan pun perlu strategi. Bisa lewat pilihan kata, gestur dan kehadiran yang konsisten, meski tak ramai.

Kesetaraan bukan pentas. Ia lebih mirip jalan setapak yang panjang dan sepi, yang hanya bisa tertempuh oleh mereka yang cukup sabar, cukup peduli, dan cukup berani untuk tidak ikut menormalisasi ketimpangan.

Oh iya, kamu tidak harus menyebut dirimu “feminis” kok untuk peduli. Tidak harus mengibarkan slogan untuk ikut memperjuangkan kesetaraan. Bahkan tidak harus terlihat “berbeda” hanya demi dianggap progresif.

Yang penting: apakah kamu memanusiakan manusia lain dengan utuh? Apakah kamu melihat orang lain layak duduk setara di sampingmu, bukan di bawahmu, bukan di belakangmu?

Kesetaraan hidup dalam sikapmu kepada orang terdekat. Dalam cara kamu bicara pada asisten rumah tangga. Caramu merespons pendapat yang berbeda. Dalam keenggananmu untuk menertawakan lelucon yang merendahkan.

Dan mungkin, yang paling penting: dalam cara kamu tidak membiarkan ketimpangan jadi sesuatu yang “biasa-biasa saja”.

“I am not free while any woman is unfree, even when her shackles are very different from my own.”
Audre Lorde

Makna Solidaritas

Kutipan ini memperdalam makna solidaritas dan keberanian diam-diam, bahwa memperjuangkan kesetaraan bukan tentang teriak paling keras, tapi tentang tidak diam ketika ketimpangan menjadi norma.

Kita tidak akan pernah sampai ke dunia yang lebih adil jika kita terus-menerus takut merasa tidak nyaman. Perubahan, sekecil apa pun, sering lahir dari rasa resah. Dari rasa tak rela melihat ketidakadilan terabaikan. Pilihan untuk bertahan meski tak populer. Dari keberanian untuk bilang, “Ini tidak benar,” bahkan saat yang lain memilih diam.

Kesetaraan tidak lahir dari kehendak besar semata, tapi dari keputusan kecil yang terus berulang. Ia bukan teriakan, tapi keteguhan. Bukan pertunjukan, tapi kejujuran.

Dan di dunia yang terus bergerak terlalu cepat, terlalu bising, terlalu performatif, kadang yang paling radikal adalah tetap tenang, tetap sadar, dan tetap setia pada nilai yang kita yakini, bahkan ketika kamu sendirian.

Jadi, haruskah kita berteriak?

Tidak selalu. Tapi jangan pernah berhenti merasa. Jangan pernah berhenti bertanya. Dan jangan pernah berhenti bertindak, sekecil apa pun.

Karena dunia yang lebih setara bukan terbangun oleh mereka yang paling nyaring, tapi oleh mereka yang paling gigih. Yang tidak menyerah dan memilih untuk tidak menganggap ketimpangan sebagai hal yang “wajar-wajar saja”.

Mereka yang berani hidup di tengah sistem yang tak selalu adil, bukan dengan kemarahan yang membakar, tapi dengan keteguhan yang mengakar.

Dan mungkin, itulah bentuk keberanian yang paling utuh. []

 

Tags: GenderGerak BersamakeadilanPercaya pada KesetaraanSolidaritas
Nadhira Yahya

Nadhira Yahya

Gender Equality Enthusiast. Menyimak, menulis, menyuarakan perempuan.

Terkait Posts

Disabilitas
Publik

Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan

15 Desember 2025
Memaknai Hijab
Khazanah

Memaknai Hijab dan Kebebasan Perempuan dalam Novel Ratu yang Bersujud

12 Desember 2025
Haramain
Publik

Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

11 Desember 2025
Anak Muda
Publik

Anak Muda dan Kerapuhan Sosial Baru

10 Desember 2025
Film Pangku
Film

Film Pangku: Tak Sebandingnya Hak Perempuan dengan Beban yang Ditanggung

26 November 2025
Juru Bicara Disabilitas
Publik

Pentingnya Juru Bicara Disabilitas Berperspektif Gender

25 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Reboisasi Relasi: Menghijaukan Kembali Cara Kita Memandang Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Krisis Ekosistem Laut: Dari Terumbu Karang Rusak hingga Ancaman Mikroplastik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengurai Kembali Kesalingan Tradisi dan Modernitas
  • Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia
  • Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan
  • Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa
  • GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID