Kamis, 20 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Sunat Perempuan

    Membumikan Ijtihad: Langkah KUPI Menghapus Sunat Perempuan dari Ruang Keluarga hingga Negara

    Sunat Perempuan

    Perjuangan KUPI Menghentikan Sunat Perempuan: Dari Musyawarah, Penolakan, hingga Penerimaan Publik

    P2GP

    Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

    Fatwa KUPI P2GP

    Fatwa KUPI Jadi Motor Advokasi: UNFPA Puji Tiga Tahun Kerja Ulama Perempuan Menghapus P2GP

    P2GP

    P2GP Harus Dihentikan Total: KemenPPPA Akui Fatwa KUPI sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

    Buku Anak yang Dinanti Jangan Disakiti

    Luncurkan Buku Anak yang Dinanti, Jangan Disakiti, Alimat Tegaskan Hentikan Praktik P2GP

    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

    KUPI

    KUPI: Jalan Panjang Ulama Perempuan Menuju Pengakuan Global

    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Intimate Wedding

    Francis Fukuyama: Intimate Wedding sebagai Gejala Runtuhnya Kolektivitas Tradisional

    Nancy Ajram

    Mengapa Nancy Ajram Begitu Menarik bagi Banyak Muslimah di Indonesia?

    Kesederhanaan

    Bahkan bagi Orang Biasa, Kesederhanaan Bukan Hal Biasa

    Tuhan dan Disabilitas

    Tuhan dan Disabilitas: Ketika Keimanan Tak Diukur dari Kefasihan

    Pekerja Perempuan

    Pekerja Perempuan Host Live Korban Pelecehan Verbal Tersembunyi

    Pernikahan ala Boiyen

    Kesiapan Diri untuk Pernikahan ala Boiyen

    KUPI

    Bagaimana KUPI Mengubah Wajah Islam di Indonesia?

    Ulama Perempuan Rahima

    Dari Rahima, Alimat, hingga Fahmina: Fondasi Kuat Gerakan Ulama Perempuan Indonesia

    Penyandang Disabilitas

    Penyandang Disabilitas Dan Akses Di Jalan Raya

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Sunat Perempuan

    Membumikan Ijtihad: Langkah KUPI Menghapus Sunat Perempuan dari Ruang Keluarga hingga Negara

    Sunat Perempuan

    Perjuangan KUPI Menghentikan Sunat Perempuan: Dari Musyawarah, Penolakan, hingga Penerimaan Publik

    P2GP

    Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

    Fatwa KUPI P2GP

    Fatwa KUPI Jadi Motor Advokasi: UNFPA Puji Tiga Tahun Kerja Ulama Perempuan Menghapus P2GP

    P2GP

    P2GP Harus Dihentikan Total: KemenPPPA Akui Fatwa KUPI sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

    Buku Anak yang Dinanti Jangan Disakiti

    Luncurkan Buku Anak yang Dinanti, Jangan Disakiti, Alimat Tegaskan Hentikan Praktik P2GP

    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

    KUPI

    KUPI: Jalan Panjang Ulama Perempuan Menuju Pengakuan Global

    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Intimate Wedding

    Francis Fukuyama: Intimate Wedding sebagai Gejala Runtuhnya Kolektivitas Tradisional

    Nancy Ajram

    Mengapa Nancy Ajram Begitu Menarik bagi Banyak Muslimah di Indonesia?

    Kesederhanaan

    Bahkan bagi Orang Biasa, Kesederhanaan Bukan Hal Biasa

    Tuhan dan Disabilitas

    Tuhan dan Disabilitas: Ketika Keimanan Tak Diukur dari Kefasihan

    Pekerja Perempuan

    Pekerja Perempuan Host Live Korban Pelecehan Verbal Tersembunyi

    Pernikahan ala Boiyen

    Kesiapan Diri untuk Pernikahan ala Boiyen

    KUPI

    Bagaimana KUPI Mengubah Wajah Islam di Indonesia?

    Ulama Perempuan Rahima

    Dari Rahima, Alimat, hingga Fahmina: Fondasi Kuat Gerakan Ulama Perempuan Indonesia

    Penyandang Disabilitas

    Penyandang Disabilitas Dan Akses Di Jalan Raya

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah

Jiwa yang (Seharusnya) Bersedih: Laki-laki yang Tak Boleh Menangis

Lagu "Jiwa yang Bersedih" ini kok rasanya cocok menggambarkan jiwa laki-laki yang (seharusnya) bersedih dalam belenggu patriarki

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
29 September 2023
in Tak Berkategori
0
Jiwa yang Bersedih

Jiwa yang Bersedih

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – “Kemarilah. Singgah dulu sebentar. Perjalananmu jauh. Tak ada tempat berteduh….” Saya menulis artikel ini dengan berulang-ulang mendengarkan lagu Ghea Indrawari; Jiwa yang Bersedih. Sambil berpikir-pikir, bermenung-menung, lagu ini kok rasanya cocok menggambarkan jiwa laki-laki yang (seharusnya) bersedih dalam belenggu patriarki.

Mungkin tidak banyak yang menyadari, kalau patriarki sebenarnya juga menyakiti laki-laki. Sadar atau tidak, patriarki tidak hanya menindas perempuan. Namun, juga membebani laki-laki. Dalam belenggu patriarki, kita sebenarnya ibarat jiwa-jiwa yang bersedih dalam bias-bias maskulinitas.

Tangis Laki-laki yang Tak Kunjung Pecah

“Ho-oh. Menangislah. Kan kau juga manusia. Mana ada yang bisa. Berlarut-larut. Berpura-pura sempurna….”

Di tongkronganku sewaktu remaja dulu ada istilah “grup air mata.” Istilah ini untuk menyebut teman-teman laki-laki yang ketahuan pernah menangis karena diputisin pacar. Istilah “grup air mata” jelas bukan polarisasi untuk memberi suport, melainkan lebih ke ejekan; “Laki-laki kok nangis!” Lebih kurang ingin menyampaikan demikian.

Kalau teman pas nyampai tongkrongan, lantas yang lain nyambut; “Member grup air mata tiba, guys.” Ada rasa malu tersendiri yang terpancar dari wajah mereka. Rasa malu bukan karena putus pacaran, namun karena ketahuan nangis.

Mau percaya atau tidak, ada begitu banyak momen (tidak hanya soal putus cinta) yang menyesak hati laki-laki untuk menangis. Namun, dalam banyak momen juga, tangis laki-laki tak kunjung pecah. Kebanyakan laki-laki memilih menahan air matanya sekuat mungkin. Mengapa? Sebab, sejak kecil, masyarakat mengajarinya untuk jangan sampai mengeluarkan air mata; “Kamu tuh laki. Laki-laki tak boleh menangis.”

Apa yang Nadya Karima Melati jelaskan dalam Membicarakan Feminisme, perihal maskulinitas laki-laki saya rasa menarik untuk mendedah kasus ini. Bahwa, menurutnya, kelelakian dan pengakuan masyarakat sebagai lelaki adalah sebuah martabat yang harus laki-laki pertahankan. Jika kelelakian (kemaskulinan) lelaki tercoreng, maka dia akan malu.

Tangisan yang sering terpersepsi sebagai tanda kelemahan, dalam konstruksi gender maskulin, adalah sesuatu yang sangat tabu bagi laki-laki. Oleh karena itu, apa pun yang terjadi, laki-laki tidak boleh menangis. Dia harus tetap (berpura-pura) tegar, bukan karena benar-benar kuat, melainkan agar kemaskulinannya tidak tercoreng. Dalam jiwa terdalamnya ada sesak, namun dalam alam pikirannya ada keyakinan; “Malu tahu kalau laki sampai menangis.”

Jadi, dalam belenggu patriarki, mau sesedih apapun laki-laki, “oh, jangan menangis. Kau itu si maskulin. Harus bisa tetap (berpura-pura) tegar.” Konstruksi patriarki mengajarkan laki-laki untuk terus berpura-pura kuat, agar maskulinitasnya tidak tercoreng.

Jiwa Laki-laki yang Bersedih dalam Belenggu Patriarki

“Sampaikan pada jiwa yang bersedih. Begitu dingin dunia yang kauhuni….”

Konstruksi patriarki menjadikan laki-laki sebagai pemilik tunggal kejantanan. Dia berbeda dengan perempuan yang feminin, dan terpandang lemah. Dia adalah si maskulin yang harus selalu kuat. Gender yang paling kuat.

Apakah laki-laki perlu berbangga akan citra maskulin ini? Saya jawab tidak. Mengapa? Karena, bias maskulinitas tidak hanya merugikan perempuan yang selalu dilemahkan oleh konstruksi patriarki. Namun, itu juga menyerang kejiwaan laki-laki yang selalu dituntut untuk kuat. Padahal, dalam realitasnya laki-laki tidak selalu kuat. Tapi ironisnya, konstruksi patriarki memaksanya untuk terus (berpura-pura) menjadi kuat.

Tanpa kita sadari, ideologi maskulin sukses menjebak laki-laki pada, apa yang Johan Galtung sebut sebagai, kekerasan struktural yang tidak terlihat secara langsung. Yaitu, sejenis kekerasan yang kasat mata, sebab tertutupi oleh pemakluman struktur masyarakat yang demikian.

Ketika ingin menangis misalnya, untuk alasan maskulinitas, laki-laki akan menahan air matanya. Seberat apapun beban jiwanya, dia akan berusaha menekannya. Sebab, sejak kecil dirinya belajar bahwa laki-laki harus kuat, tegar, pantang menangis. Oleh karena doktrin ini juga, ketika sesak hati tak lagi terbendung, tangis pun pecah, bukan kelegaan yang dia dapatkan, melainkan rasa bersalah (malu) pada diri yang tercorang kemaskulinannya.

Sehingga hanya perkara ingin menangis, tanpa sadar telah melakukan self-destruction. Dan, kita tak sadar bahwa ini kekerasan terhadap diri, sebab sejak kecil struktur masyarakat adalah demikian. Alih-alih memikirkan jiwa yang terbelenggu, yang menangis saja enggan karena malu, kita malah memikirkan cara untuk mendapat penghormatan kemaskulinan kembali.

Itu baru perkara ingin menangis loh. Belum pada ranah kehidupan yang lain. Seperti, bagaimana beban yang si maskulin rasakan, ketika sebagai penafkah pendapatannya lebih kecil dari gaji istrinya, ketika sebagai pelindung justru kekuatannya lebih lemah dari istrinya, ketika sebagai imam dia malah kalah pintar dari istrinya. Bagaimana? Apa yang si maskulin rasakan? Frustasi, jelas. Dia frustasi karena tidak bisa menjadi laki-laki yang ideal berdasarkan konstruksi ideologi gender maskulin.

Maka dalam lintasan peradaban yang patriarki, sesungguhnya, tidak hanya ada sejarah penindasan terhadap perempuan, namun juga ada sejarah para laki-laki yang frustasi jiwanya. Sejarah dari si maskulin yang tak sadar kalau jiwa-jiwa mereka sebenarnya sering bersedih, akibat patriarki yang membuat dunia menjadi begitu dingin menyiksa jiwa manusia.

Sampai Kapan Kesedihan Ini?

“Jika tak ada tempatmu kembali. Bawa lukamu biar aku obati. Tidak kah letih kakimu berlari. Ada hal yang tak mereka mengerti….”

Dalam konstruksi patriarki, masyarakat terlampau kaku memisahkan sifat maskulin sebagai identitas laki-laki, dan feminin punya perempuan. Bias konstruksi patriarki ini tidak hanya menindas perempuan yang dipaksa untuk selalu lemah.

Namun, itu juga memberi dampak frustasi kepada laki-laki yang selalu ingin mempersepsi dirinya kuat, padahal ada titik-titik kehidupan di mana dirinya lemah. Sehingga, ketika dirinya kok malah lemah, tidak laki-laki ideal yang sepenuhnya maskulin, maka dirinya merasa seakan tak punya tempat dalam dunia (patriarki) ini.

Sifat maskulin dan feminin pada dasarnya akan selalu ada dalam diri manusia. Entah laki-laki atau perempuan memiliki dua sifat ini. Bahkan, Tuhan pun menyifati dirinya dengan dua sifat ini; Mahapenyayang (feminin) dan Mahaperkasa (maskulin). Lantas, sesombong itukah kita untuk mempersepsi diri sebagai pemilik mutlak kemaskulinan?

Sampai kapan kita akan meneruskan kepura-puraan maskulin ini? Tidakkah jiwa kita letih dalam dunia yang begitu dingin ini?

Mari “Beri waktu (diri kita) tuk bersandar sebentar…” dengan mengakui bahwa laki-laki tidak sepenuhnya maskulin, dia juga punya sisi feminin (sebagaimana ini juga berlaku bagi perempuan). Dan, “Selama ini kau hebat. Kau pasti kan didengar….” Pengakuan atas realitas ini tak akan menjatuhkan identitas kelelakian. Sebab, dalam realitas yang setara gender, ada kesadaran kalau dua sifat ini bisa ada dalam diri setiap manusia.

Inilah obat luka bagi jiwa yang bersedih dalam belenggu patriarki. Meninggalkan kefanatikan ideologi gender maskulin, menuju kesadaran kesetaraan gender. Dalam kesadaran ini, kalau kau ingin menangis, maka menangislah. Itu hal yang wajar untuk laki-laki lakukan. Kan laki-laki juga manusia. []

 

Tags: BudayaJiwa yang Bersedihlaki-lakipatriarkiReview LaguTradisi
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Nancy Ajram
Publik

Mengapa Nancy Ajram Begitu Menarik bagi Banyak Muslimah di Indonesia?

20 November 2025
Perkawinan Anak
Publik

Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

16 November 2025
Belum Punya Anak
Personal

Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

6 November 2025
Kesaksian Perempuan
Keluarga

Kesaksian Perempuan Bukan Setengah Nilai Laki-Laki

1 November 2025
P2GP
Keluarga

P2GP: Antara Agama, Tradisi, dan Kekeliruan yang Terus Diwariskan

26 Oktober 2025
Kenikmatan Surga
Hikmah

Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

20 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tuhan dan Disabilitas

    Tuhan dan Disabilitas: Ketika Keimanan Tak Diukur dari Kefasihan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • P2GP Harus Dihentikan Total: KemenPPPA Akui Fatwa KUPI sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fatwa KUPI Jadi Motor Advokasi: UNFPA Puji Tiga Tahun Kerja Ulama Perempuan Menghapus P2GP

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Nancy Ajram Begitu Menarik bagi Banyak Muslimah di Indonesia?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membumikan Ijtihad: Langkah KUPI Menghapus Sunat Perempuan dari Ruang Keluarga hingga Negara
  • Francis Fukuyama: Intimate Wedding sebagai Gejala Runtuhnya Kolektivitas Tradisional
  • Perjuangan KUPI Menghentikan Sunat Perempuan: Dari Musyawarah, Penolakan, hingga Penerimaan Publik
  • Mengapa Nancy Ajram Begitu Menarik bagi Banyak Muslimah di Indonesia?
  • Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID