Mubadalah.id – Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak menjelaskan bahwa melakukan kekerasan, menyakiti seseorang atau merusak sesuatu adalah sesuatu perbuatan yang dilarang dan haram dalam Islam.
Kang Faqih menyebutkan, yang menjadi persoalan perbuatan kekerasan dalam dunia pendidikan adalah tindakan hukum fisik. Misalnya, memukul, sebagai cara untuk mendisiplinkan dan mendidik anak, yang sering kedua orang tua, wali, atau guru lakukan di rumah dan di sekolah.
Isu ini menganggapnya sebagai hal yang lumrah. Bahkan mayoritas ulama fikih dengan dasar hadits Nabi Muhammad Saw membolehkan memukul anak usia sepuluh tahun yang tidak mau shalat.
Dalam fikih, kebolehan memukul ini tidak sebatas meninggalkan shalat saja, tetapi juga semua ajaran agama. Bahkan menganggapnya menjadi metode pendidikan yang boleh untuk semua pembelajaran dan pendisiplinan, oleh orang tua, dan guru.
Dalam Ensiklopedi Fikih Kuwait menyatakan para ulama fikih sepakat bahwa menjadi kewajiban bagi seorang wali untuk mendisiplinkan (ta’dib) anak di bawah perwaliannya. Mendisiplinkan itu akibat meninggalkan shalat, bersuci, untuk mengajarkan kewajiban-kewajiban agama (alfara’idh) dan yang sejenisnya.
Dengan menggunakan perkataan saat mereka berusia tujuh tahun, dan dengan memukul jika menganggapnya bermanfaat saat mencapai usia sepuluh tahun. Karena hadits, “Ajarkan anak kecil itu untuk shalat saat usia tujuh tahun, dan pukullah karena (meninggalkannya saat berusia sepuluh tahun).”
Dalam ungkapan lain, pendisiplinan ini bisa terjadi ketika melanggar saat “kami perintahkan untuk mengerjakan segala perintah (agama) dan melanggar segala larangan (agama)?”
Bahkan, ketika pemukulan dalam kerangka mendidik dan mendisiplinkan ini mengakibatkan kerusakan anggota tubuh si anak atau wafat.
Selama melakukannya dengan cara yang lumrah dan tidak untuk merusak atau membunuh. Maka kedua orang tua, wali, apalagi guru adalah tidak akan bertanggungjawab (dhaman) atas kerusakan dan kematian tersebut. (Rul)