Mubadalah.id – Awal dari siklus kekerasan itu muncul dari cara pandang kepada pasangan yang lebih rendah, buruk, tua, dan lemah. Cara pandang seperti ini menunjukan relasi yang tidak setara atau tidak mubadalah.
Hal itu diungapkan penulis buku Qira’ah Mubadalah, Dr. KH. Faqihuddin Abdul Kodir, M.A dalam seminar pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang digelar Pengurus Cabang (PC) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Cirebon di NU Centre Kabupaten Cirebon, Kamis, 18 April 2019.
“Kekerasan terjadi karena relasi timpang. Jika memandang orang lain salah, bodoh, jahat, tidak bermakna, orang kampung dan lainnya. Maka sejak itu, kita akan mulai merendahkan dan lalu melakukan kekerasan,” kata Kang Faqih kepada Mubadalahnews.
Maka dari itu, metode mubadalah menjadi sangat penting untuk menghindari tindakan negatif. Karena mubadalah itu memandang orang lain sebagai manusia yang bermartabat dan memiliki harga diri dengan saling menghargai tanpa menyakiti.
“Jika anda ingin dihargai, maka dia juga ingin dihargai. Jika kita ingin istirahat, dia juga ingin istrihat. Sehingga memandang diri kita ada di dalam dirinya,” kata pendiri portal mubadalahnews.com.
Menghadirkan kebaikan bersama
Dalam relasi rumah tangga, kata Kang Faqih, setiap pasangan memiliki keinginan yang sama untuk kebahagiaan dalam rumah tangga atau keluarga sakinah. Namun problemnya adalah keinginan yang tidak seirama yang tak dibicarakan dan melakukan hal-hal buruk, sehingga menyulut pertengkaran.
“Kadang problemnya kita menginginkan sesuatu tapi melaksanakan hal yang lain. Kita pengen rumahku surgaku. Pengen wangi, tapi pakai parfum(nya) hanya ingin berpergian dari rumah. Tidak sebaliknya,” katanya
Kang Faqih menilai, kekerasan terhadap laki-laki maupun perempuan dalam rumah tangga tidak akan terjadi jika orang itu memiliki pandangan positif. Bagaimana menghadirkan kebaikan dan menghindari keburukan bersama-sama.
“Kita perlu cari strategi bagaimana rumah kita bukan rumah kemarahan tapi rumah keramahan. Bukan rumah keburukan tapi rumah kebaikan. Bukan rumah penuh kejelekkan tapi penuh kebahagiaan,” tukasnya. (ZAIN)