• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Kelas Intensif Ramadan dan Jalan Panjang Ulama Perempuan

Oleh karena itu, kehadiran Kelas Intensif Mubadalah sepanjang Ramadan ini perlu diapresiasi positif, meski skalanya terbatas, namun dengan membantu menyiarkan pesan-pesan ulama perempuan selama 20 hari kajian untuk melawan narasi sejenis dari 'Bu Tejo'-'Bu Tejo' di dekat kita.

Hasna Azmi Fadhilah Hasna Azmi Fadhilah
07/05/2021
in Pernak-pernik
0
Khataman

Khataman

91
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Seperti tempo hari lalu, saya mendengarkan curhatan beberapa perempuan yang ternyata harus dihujat karena melahirkan melalui operasi caesar. Dalam kasus lainnya, seorang ibu juga dianggap bukan ibu ‘sempurna’ karena ia tak bisa menyusui dan perlu memberikan susu formula kepada bayinya terkait hambatan fisik yang ia alami.

Bahkan sebelum memasuki fase kehamilan pun, banyak perempuan yang sudah menikah dan akan dikaruniai keturunan masih juga mendapatkan saran yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan: misalnya memakai jimat tertentu untuk melindungi bayi, dilarang menjahit karena ditakutkan si anak nanti berbibir sumbing, dan sebagainya.

Wanti-wanti tersebut selain tidak dimaklumatkan dalam Islam, juga selanjutnya mengaburkan pesan inti dan amanat untuk menyediakan lingkungan ideal yang mendukung tumbuh kembangnya janin serta kesehatan mental plus fisik bagi para ibu hamil. Padahal amanat Islam terhadap keadilan hakiki perempuan sudah termaktub jelas, namun kita sendiri sebagai umat sering kali menggunakan agama yang kita yakini untuk kemudian melakukan perbandingan satu sama lain hanya untuk mengedepankan ego pribadi sekaligus memperlihatkan bahwa kita berada dalam kondisi yang jauh lebih unggul dibandingkan yang lain.

Namun, di satu sisi, saya juga menyadari bahwa sinisme perempuan terhadap kondisi perempuan lain seperti yang dialami oleh perempuan yang tidak diberikan keturunan, perempuan yang tidak dapat menyusui, dan lain-lain hanyalah gambaran timpangnya sistem edukasi yang tidak berjalan secara efektif. Sayangnya permasalahan ini tidak berdiri sendiri, isu tersebut berkelindan dengan tumpukan problematika lain yang tak kalah kompleks, yakni stigma sosial bagi perempuan, kebijakan negara yang belum sepenuhnya memprioritaskan kebutuhan perempuan, dan sebagainya.

Jika sudah begitu kompleks dinamikanya, maka kita perlu mulai dari mana? Asumsi saya, mulai mengubah cara pandang masyarakat bisa menjadi langkah awal dalam mengurangi persoalan sosial ini. Dan tentu ini membutuhkan kerja-kerja keras dari berbagai pihak, termasuk melibatkan para ulama perempuan, seperti yang dicontohkan dalam kelas intensif yang diselenggarakan oleh Mubadalah.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh
  • Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja
  • Bisakah Perempuan Haid atau Nifas Mendapat Pahala Ibadah di Bulan Ramadan?

Baca Juga:

Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh

Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja

Bisakah Perempuan Haid atau Nifas Mendapat Pahala Ibadah di Bulan Ramadan?

Sebab, selama ini kita memahami bahwa narasi yang kontra terhadap aspirasi serta suara perempuan justru datang dari perempuan sendiri. Tapi, perlu digarisbawahi bahwa hal tersebut berkaitan dengan proses bagaimana perempuan memahami kondisi diri dan lingkungan di sekitarnya. Banyak perempuan, terutama yang berada di posisi tak menguntungkan yang kemudian hanya bisa diam ketika diperlakukan oleh lingkungannya dengan tidak semena-mena.

Hal ini berkaitan dengan pengetahuannya yang terbatas dan juga akses terhadap sumber daya yang tidak sama dengan kaum laki-laki. Belum lagi batasan-batasan yang ditetapkan oleh lingkungan keluarga dan sosial yang menyebabkan mereka tidak dapat mengembangkan potensinya secara maksimal.

Berdasarkan data BPS, kemampuan literasi perempuan cenderung lebih rendah dibandingkan kompatriot laki-lakinya. Padahal persentase populasi perempuan sendiri hampir sama dengan kaum Adam, yakni 49,7%. Bila ditelusuri lebih lanjut, kesenjangan ini lebih banyak terjadi di wilayah pedesaan yang melihat bahwa pendidikan tinggi bagi perempuan tidak akan berdampak besar bagi dirinya, karena stereotype bahwa perempuan ke depannya hanya perlu mengatur urusan domestik semata.

Tak heran, sosok ‘Bu Tejo’ dalam film pendek “Tilik” yang sirik terhadap pencapaian perempuan muda tetangganya, sangat lekat di benak masyarakat. Bagaimana tidak? Karena di wilayah rural, keterbatasan pengetahuan, utamanya mengenai dinamika tenaga kerja serta krisis lahan pertanian memaksa perempuan untuk memutar otak untuk memberdayakan diri sekaligus keluarga, meski kemudian berbuah simalakama: dituduh melacur, hingga memanfaatkan ajian babi ngepet.

Candaan seksis Bu Tejo dan realita perempuan desa seperti itulah yang hingga kini masih berkembang di masyarakat kita. Di satu sisi, mereka tak paham kondisi sebenarnya, namun di sisi lain bertukar gosip satu sama lain diibaratkan sebagai alat transaaksional untuk diakui aktualisasi dirinya. Sehingga, semakin gencar isu yang disampaikan, semakin riuh dan lengket pula daya magnetnya.

Oleh karena itu, kehadiran Kelas Intensif Mubadalah sepanjang Ramadan ini perlu diapresiasi positif, meski skalanya terbatas, namun dengan membantu menyiarkan pesan-pesan ulama perempuan selama 20 hari kajian untuk melawan narasi sejenis dari ‘Bu Tejo’-‘Bu Tejo’ di dekat kita.

Dengan kata lain, saat kita memposting hasil ngaji kita, itu berarti kita telah berupaya semaksimal mungkin untuk membuka jalan pengetahuan bagi para perempuan dalam circle kita. Terlebih, awal jihad bagi kemaslahatan perempuan tentu tidak bisa langsung melalui revolusi, tapi justru dimulai dari langkah-langkah kecil yang kita lakukan seperti sekarang ini. []

Tags: GenderkeadilanKelas Intensif RamadanKesetaraanKongres Ulama Perempuan IndonesiaperempuanRamadan 1442 Hulama perempuan
Hasna Azmi Fadhilah

Hasna Azmi Fadhilah

Belajar dan mengajar tentang politik dan isu-isu perempuan

Terkait Posts

kerja rumah tangga

Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga

1 April 2023
Pekerjaan rumah tangga suami istri

Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

1 April 2023
Rumah Tangga

Hadis Relasi Rumah Tangga

31 Maret 2023
Melestarikan Tradisi Nyadran

Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran

31 Maret 2023
Kemaslahatan Pernikahan

Dalam Ralasi Pernikahan Suami Istri Harus Saling Memberikan Kemaslahatan

31 Maret 2023
Relasi Pernikahan

Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh

31 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Melestarikan Tradisi Nyadran

    Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadis Relasi Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemerdekaan Indonesia Bukti dari Keberkahan Ramadan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist