• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Ketika Kejahatan Seksual Terjadi di Pesantren

Pasti bukan hanya saya dan teman-teman yang memiliki latar belakang pendidikan pesantren yang merasa hancur mendengar kejahatan seperti ini terjadi di lembaga pendidikan berbasis keagamaan

Listia Listia
10/12/2021
in Pernak-pernik
0
Qira'ah Mubadalah

Buku Tuhan Ada di Hatimu, Karena Islam Sejati adalah Akhlak

396
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saya mencermati sejak tahun 2000 muncul banyak sekali lembaga pendidikan yang bersifat boarding school yang berbasis keagamaan atau pesantren. Ada banyak penjelasan mengapa ada semacam kehausan masyarakat pada hal-hal keagamaan setelah periode itu.

Mungkin kehausan itu berangkat dari perubahan sosial, karena rekayasa sosial yang menciptakan kebutuhan tersebuat, atau manusianya yang merasa membutuh kepastian-kepastian hidup khususnya bagi masa depan anak-anaknya di tengah perubahan dunia, dan mereka percaya pada agama, atau dua hal ini saling berkelindan dengan persoalan lain.

Makin banyak partisipasi masyarakat untuk mengupayakan pendidikan yang baik secara sistemik bagi generasi muda, diharapkan membawa kebaikan. Tetapi bagaimana realisasinya, ini selalu membutuhkan evaluasi dalam banyak segi, karena lembaga pendidikan boarding school, termasuk di dalamnya pesantren, ashram, seminari menggabungkan proses tumbuh kembang melalui pendidikan keluarga dengan pendidikan oleh lembaga formal.

Dengan mengedepankan pemikiran yang optimis pun, tetap saja penggabungan dalam mendampingi proses tumbuh kembang sekian banyak anak sesungguhnya penuh resiko; pintar saja belum tentu baik, baik dan pintar belum tentu berintegritas, berpenampilan baik, pintar berintegritas, belum tentu potensi yang tumbuh optimal.

Oleh karena itu di pesantren-pesantren yang memiliki riwayat pendidikan dan pengasuhan lama ( juga di ashram dan seminari sebatas pengetahuan saya), memiliki tradisi olah spiritual yang sangat kental dan memiliki kelenturan dalam proses belajar keilmuan, istilah sekarang demi memanusiakan manusia dalam konteks dan keunikannya.

Baca Juga:

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas

Difabel dan Kekerasan Seksual: Luka yang Sering Tak Dianggap

Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

Banyak orang tua yang dengan kesalihannya ingin anak mereka pun saleh-salihah dengan belajar di lembaga agama. Ada orang tua yang  tidak percaya diri untuk mendidik anak-anak karena beberapa alasan. Ada orang tua yang mengirim anaknya ke pesantren karena kecemasan luar biasa terhadap kondisi lingkungan; situasi perubahan sosial yang sangat cepat di mana anak menghadapi banyak ketidakpastian, perasaan sendiri dan redupnya rasa aman di tengah pencarian identitas. Terlalu sering saya mendengar kekhawatiran para orang tua yang bercerita tentang lingkungan yang membahayakan anak-anak ; masuk geng motor, kena narkoba, miras, pergaulan bebas dll.

Banyak keluarga-keluarga yang tidak memiliki latar belakang tradisi pesantren, kurang informasi tentang pesantren mana yang memiliki pengalaman dalam mendidik,dan mengasuh anak sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang. Banyak yang terpikat dengan tampilan luar fasilitas bagus, jargon-jargon yang hebat dan kekuatan promosi oleh jaringan, tanpa mengecek riwayat lembaga ini.

Disinilah pentingnya peran negara yang memiliki tanggung jawab konstitusional dalam ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’, asosiasi-asosiasi lembaga pendidikan dan para pegiat pendidikan dari masyarakat untuk ambil peran mengecek dan membantu keluarga-keluarga lebih berdaya dalam memilih lembaga pendidikan untuk anak-anak mereka.

Kasus pemerkosaan terhadap belasan santri oleh gurunya di sebuah lembaga pendidikan berbasis agama di Cibiru Bandung yang menyebabkan sebagian korban sudah melahirkan dan sebagian hamil, adalah salah satu aib nasional menunjukkan lemahnya perencanan, dan evaluasi dalam mengembangkan pendidikan, karena negara  memiliki sistem pendidikan nasional, masyarakat juga memiliki sistem pendidikan budaya adanya, tapi sampai tidak dapat mengendus adanya tindakan kejahatan seksual dalam waktu lama yang menghancurkan martabat kemanusiaan anak, keluarga dan menghacurkan hati para pendidik masyarakat umum.

Pasti bukan hanya saya dan teman-teman yang memiliki latar belakang pendidikan pesantren yang merasa hancur mendengar kejahatan seperti ini terjadi di lembaga pendidikan berbasis keagamaan. Kejahatan yang terkait martabat semua orang.

Tetapi lebih penting dan konstruktif adalah mengupayakan agar ke depan kejahatan dan cara pikir yang melatarbelanginya dapat dienyahkan, tidak terulang.

Hukuman setimpal bagi pelaku sesuai undang-undang perlindungan anak, penutupan lembaga, pemulihan dari trauma bagi korban dan keluarganya dan jaminan tumbuhkembang secara aman bagi bayi yang dilahirkan sangat tidak dapat ditawar. Namun ini belum cukup karena bisa saja akan terulang di tempat lain.

Undang-undang no. 18 tahun 2019 tentang pendidikan pesantren, pada bagian  persyaratan pendirian, masih berupa syarat terkait melangsungkan pendidikan agama dan keagamaan yang bersifat keilmuan, masih kurang persyaratan yang menjamin adanya ruang yang aman dan ramah bagi tumbuh kembang anak, karena sekali lagi pesantren (dan lembaga-lembaga pendidikan boarding school) juga menjalankan peran pengganti pendidikan dalam keluarga, yang menumbuhkan perasaan aman, perasaan dicintai, perasaan berharga dan perasaan merdeka untuk menjadi diri sendiri.

Selain kekuatan kultural masyarakat, kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak serta Kementerian Sosial perlu berkolaborasi dengan asosiasi-asosiasi atau jaringan penyelenggara pendidikan boarding school untuk memastikan, dan menjamin ruang tumbuh kembang anak yang terbaik, karena kejahatan seperti ini bukan satu-satunya, kita sudah memasuki situasi darurat dan lebih dari itu karena masa depan bangsa setengahnya di tentukan di ruang-ruang pendidikan.

Minum jamu itu pahit. Tapi tak perlu mundur dari kepahitan, untuk kesehatan. Martabat seorang manusia ada dan dipahami dalam martabat  orang lain.  Martabat  kemanusiaan anda,  saya , kita, ada juga dalam martabat  anak yang diperkosa dan bayinya itu. []

Tags: Kekerasan seksualkemanusiaanpendidikanpesantren
Listia

Listia

Pegiat pendidikan di Perkumpulan Pendidikan Interreligus (Pappirus)

Terkait Posts

Wahabi

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

30 Juni 2025
Beda Keyakinan

Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

30 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

29 Juni 2025
Sakinah

Tafsir Sakinah

28 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Mari Hentikan Pengontrolan Seksualitas Perempuan

28 Juni 2025
Fiqh Kesetaraan

Menggeser Fiqh Fitnah Menuju Fiqh Kesetaraan

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID