• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Kisah Agung di Balik Penentuan Tahun Baru Islam

Persitiwa Hijrah Nabi tampaknya begitu mengesankan Umar. Hijrah baginya adalah titik sejarah yang sangat menentukan bagi perjalanan ajaran-ajaran Tuhan yang disampaikan Nabi

KH. Husein Muhammad KH. Husein Muhammad
11/08/2021
in Featured, Khazanah
0
Islam

Islam

638
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tanggal 1 Muharam dalam kalender kaum muslimin sedunia dicatat sebagai hari yang bersejarah. Sekitar seribu empat ratus tahun lalu, Amir al-Mukminin (pemimpin/pelayan orang-orang beriman), Umar bin Khattab, mencanangkan 1 Muharram sebagai awal tahun baru Islam kalender kaum muslimin. Orang menyebutnya sebagai Kalender Hijriyah. Khalifah cerdas dan kreatif ini melihat bahwa kaum muslimin saat itu tidak mempunyai kalender yang menandai kapan perhitungan tahun bagi mereka harus dimulai.

Inisiatif membuat kalender Islam ini dikemukakan oleh seorang sahabat Nabi, Abu Musa al-Asy’ari. Suatu hari Abu Musa mengirim surat kepada Umar bin al-Khattab :

إنه يأتينا منك كتب ليس لها تاريخ، فجمع عمر الناس، فقال بعضهم: أرخ بالمبعث، وبعضهم أرخ بالهجرة، فقال عمر: الهجرة فرقت بين الحق والباطل، فأرخوا بها، وذلك سنة سبع عشرة، فلما اتفقوا قال بعضهم: ابدأووا برمضان فقال عمر: بل المحرم، فإنه منصرف الناس من حجهم فاتفقوا عليه.

“Engkau mengirim surat kepada kami, tetapi di dalamnya tidak ada tanggal”. Lalu Umar mengumpulkan para sahabatnya, dan mengajak mereka berdiskusi soal ini. Sebagian berpendapat; Awal tahun baru sebaiknya pada tanggal hari Nabi menjadi Rasul. Sahabat lain mengusulkan; “Awal Hijrah Nabi”. Umar mengatakan : “Hijrah adalah momen menentukan kebenaran dan kebatilan. Maka kita tetapkan Hijrah sebagai awal kalender Islam”.

Manakala sudah disepakati, seorang sahabat mengatakan: “apakah akan dimulai pada bulan Ramadan”. Umar mengatakan : “tidak, tapi bulan Muharram, karena bulan itu, para jemaah Haji sudah kembali ke daerahnya masing-masing”. Para sahabat menyepakati keputusan Umar tersebut”.

Baca Juga:

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

Tafsir Sakinah

Tahun Baru Islam, Saatnya Hijrah dari Kekerasan Menuju Kasih Sayang

Keputusan Umar menjadikan 1 Muharram sebagai awal tahun hijriyah tersebut dilatarbelakangi oleh sebuah pikiran besar. Sahabat Nabi yang cerdas itu telah lama merenung dan mengingat dengan seluruh ketajaman nurani dan pikirannya yang jauh akan seluruh hari-hari yang pernah dilaluinya bersama sahabat tercintanya, Muhammad Rasulullah saw dengan seluruh keceriaan dan kenestapaannya, seluruh kedukaan dan kegembiraannya.

Dia juga mengamati berbagai peristiwa penting yang mengesankan bersama Nabi Saw yang agung itu sejak awal kehidupannya sampai wafatnya. Banyak peristiwa besar yang dialami Nabi Saw dalam perjuangannya menegakkan kebenaran dan keadilan Islam. Ia mengikuti peristiwa-peristiwa itu bersama Nabi yang dicintainya dalam  suka dan duka.

Umar bukan tidak mengerti bahwa ada banyak momen penting dalam sejarah kehidupannya bersama Nabi. Di samping hari kelahiran Nabi, ada pula hari Isra dan Mi’raj, Perang Badar dan sejumlah perang yang lain.  Semuanya memiliki makna yang dalam dan besar bagi perjalanan menegakkan dan menyebarkan Islam. Pilihan itu pada akhirnya jatuh pada moment sejarah kehidupan Nabi paling menentukan bagi masa depan Islam dan kaum muslimin. Ia adalah Hijrah.

Umar bin Khattab mengingat bagaimana pada suatu hari Nabi yang mulia dan para pengikutnya yang setia berada dalam kondisi yang sangat kritis. Sebagaimana sudah diceritakan di depan, Nabi telah kehilangan orang-orang yang mencintai dan dicintainya, orang-orang yang melindungi dan membela perjuangannya. Isteri tercintanya, Khadijah bint Khuwalid, orang yang pertama mengikuti ajaran Nabi sekaligus pelindung dan pembelanya yang utama, serta tempat yang teduh bagi Nabi, telah pulang kembali ke pangkuan Tuhan.

Khadijah adalah janda berhati mulia dan tulus mencintai Muhammad. Ia juga perempuan pedagang yang sukses, sebagian berkat Nabi. Seluruh kekayaannya dipersembahkan untuk mendukung perjuangan suaminya yang dicintainya itu. Kemudian, pamannya Abu Thalib, juga meninggal dunia. Dialah yang mengasuh, mendidik dan membela keponakannya hingga siap mempertaruhkan  nyawa dan kehormatannya bagi keponakannya itu.  Diceritakan bahwa ketika dia (Abu Thalib) atas tekanan kaumnya, meminta dan membujuk keponakannya agar mau menghentikan dakwahnya, Nabi menjawab ;

“Pamanku, andaipun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan  di tangan kiriku, untuk memaksaku agar aku berhenti menyerukan penegakan agama Tauhid, aku pasti tak akan melakukannya, meski harus mati sekalipun atau agama Allah yang akan menang”. Mendengar jawaban yang tegas ini Abu Thalib tak bisa berkata apa seraya tetap mendukungnya. Ia mengatakan:

اِمْضِ عَلَى أَمْرِكَ وَافْعَلْ مَا اَحْبَبْتَ. فَوَ اللهِ لَا نُسَلِّمُكَ بِشَيْئٍ اَبَداً

“Putra pamanku, (jika itu telah menjadi tekad dan keyakinanmu), teruskan dan lakukan apa yang menjadi keinginanmu. Demi Allah, aku tidak akan menyerahkanmu kepada siapapun dan ditukar dengan apapun”.

Nabi diburu kaum kafir Quraisy. Bersama sahabatnya; Abu Bakar al-Shiddiq, bersembunyi di gua tsaur. Beliau selamat. Pada saat di perjalanan ke Madinah, beliau juga hendak dibunuh oleh Waraqah, dan sekali lagi Nabi selamat.

Persitiwa Hijrah Nabi tampaknya begitu mengesankan Umar. Hijrah baginya adalah titik sejarah yang sangat menentukan bagi perjalanan ajaran-ajaran Tuhan yang disampaikan Nabi. Ia ingat Nabi terus berjuang tanpa lelah untuk memenuhi seruan Allah. Ia merasakan betapa berat dan penuh risiko yang boleh jadi tak mungkin tertanggungkan bagi selain Nabi. Beliau hadir dan tampil seorang diri.

Andai saja Tuhan tidak mengizinkan Nabi hijrah, kita tidak pernah tahu apakah Islam akan berkembang dengan cara yang boleh jadi kita sebut “revolusioner”, menjadi agama besar di dunia menyusul dua agama langit sebelumnya : Yahudi dan Nasrani, bahkah di masa depan akan mengungguli keduanya.

Dengan seluruh pertimbangan di atas itulah, maka Umar memutuskan dan menetapkan “Hijrah” Nabi sebagai awal tahun baru bagi kaum muslimin di dunia. Dan itu adalah tanggal 1 Muharram.

Memang tidak ada kesepakatan pendapat mengenai kapan tepatnya Nabi berangkat Hijrah. Ada sejumlah pendapat mengenai tanggal Nabi hijrah. Al Najm Umar bin Fahd Muhammad bin Muhammad berpendapat bahwa itu terjadi pada tanggal 4 Rabi’ al Awal. Sementara Abd al Fattah al Matsnawi mengatakan tanggal 1 Rabi’ al Awal/13 September 622 M dan tiba di Yatsrib (Madinah) pada Senin 12 Rabi’ al Awal/24 September 622. []

(Baca bukuku: “Merayakan Hari-Hari Besar bersama Nabi Muhammad, saw”).

Tags: 1 Muharram 1443 HHijrah NabiislamKH Husein Muhammadsahabat nabiSejarah IslamTahun Baru HijriyyahTahun Baru Islam
KH. Husein Muhammad

KH. Husein Muhammad

KH Husein Muhammad adalah kyai yang aktif memperjuangkan keadilan gender dalam perspektif Islam dan salah satu pengasuh PP Dar al Tauhid Arjawinangun Cirebon.

Terkait Posts

Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Islam Harus

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

3 Juli 2025
Laki-laki dan Perempuan dalam fikih

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

3 Juli 2025
Perceraian untuk

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

2 Juli 2025
Boys Don’t Cry

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

2 Juli 2025
Perceraian dalam

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Poligami atas

    Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID