• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kontribusi Santri Perempuan untuk Negeri

Hilyatul Aulia Hilyatul Aulia
25/10/2020
in Publik, Rekomendasi
0
Doa Meminta Pertolongan

Doa Meminta Pertolongan

200
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Kontribusi santri perempuan untuk negeri, merupakan tema diskusi online dengan teman-teman mahasantri putri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Jombang kemarin malam dalam rangka memeriahkan Hari Santri Nasioal 2020. Atas permintaan seorang teman dekat, beberapa hari sebelumnya saya menyatakan kesediaan untuk menjadi salah satu narasumber dalam diskusi tersebut.

Namun saya tidak sendirian. Dalam kesempatan ini saya berduet dengan Teh Fitrianti Maryam, seorang teman lama yang telah menjadi alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari namun masih mengabdi di Pesantren Tebuireng dengan menjabat sebagai Direktur Tebuireng Online dan Majalah Tebuireng. Karena itu, apa yang saya tulis dalam catatan ini sebagiannya juga merupakan ilmu yang saya dapatkan dari Teh Fitri dan dari pertanyaan teman-teman yang ikut meramaikan diskusi online kemarin malam.

Pertama-tama kami membahas sejarah berdirinya pesantren putri di Indonesia. Di Pulau Jawa sendiri pesantren putri pertamakali didirikan oleh pengasuh Pesantren Manba’ul Ma’arif, Denanyar-Jombang, yakni KH. Bisyri Sansuri dan istri beliau Nyai Hj. Nur Chodijah pada tahun 1927. Pada saat mendirikan pesantren putri, Manba’ul Ma’arif telah sepuluh tahun berdiri dengan hanya mendidik santri putra. Pesantren putri Manba’ul Ma’arif pun didirikan atas persetujuan Hadratusysyaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Sejarah serupa juga terjadi di pesantren kami, Pondok Kebon Jambu Al-Islamy pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon. Pada mulanya Kebon Jambu adalah pesantren yang hanya menerima santri putra. Namun beberapa tahun setelah didirikan, atas inisiatif Ibunda Nyai Hj. Masriyah Amva, istri Al-Maghfurlah KH. Muhammad (muassis Pondok Kebon Jambu), Pondok Putri Kebon Jambu pun didirikan.

Dari fakta sejarah tersebut terlihat bahwa pada awalnya yang menuntut ilmu di pesantren hanyalah santri laki-laki. Kesadaran akan pentingnya pendidikan pesantren untuk perempuan tumbuh belakangan seiring dengan persoalan kehidupan yang semakin kompleks.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh
  • Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja
  • Bisakah Perempuan Haid atau Nifas Mendapat Pahala Ibadah di Bulan Ramadan?

Baca Juga:

Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

Dalam Relasi Pernikahan, Perempuan Harus Menjadi Subjek Utuh

Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja

Bisakah Perempuan Haid atau Nifas Mendapat Pahala Ibadah di Bulan Ramadan?

Salah satu mindset yang melatarbelakangi didirikannya pesantren putri adalah bahwa hanya untuk menjadi seorang pendamping suami pun membutuhkan pengetahaun dari pesantren. Terlebih jika sang suami merupakan orang besar seperti kiyai pengasuh pesantren. Karena itu kesadaran akan pentingnya pendidikan pesantren untuk perempuan pada awalnya juga tumbuh dalam benak para nyai yang kemudian dijadikan inisiatif untuk mendirikan pesatren putri.

Pada awal didirikannya pun, pesantren Manba’ul Ma’arif putri hanya mendidik para santrinya agar dapat menjadi perempuan dalam ranah domestik dengan menjadi istri atau ibu rumah tangga yang mengerti nilai-nilai agama agar dapat menjadi madrasah ula yang baik bagi anak-anak dan keluarganya.

Karena itu mereka hanya mengaji kitab-kitab yang berkaitan dengan kebutuhan tersebut seperti kitab Uqud Al-Lujain karya Syaikh Nawawi Banten yang menjelaskan tentang hak-hak suami istri dalam Islam, namun tidak banyak mengaji ilmu pengetahuan Islam secara komprehensif seperti umumnya pesantren pada hari ini.

Kemudian dalam perkembangannya, kesadaran akan pentingnya pendidikan pesantren bagi perempuan semakin tumbuh seiring dengan semakin banyaknya kebutuhan dan persoalan masyarakat. Pada tahap ini, nyai pesantren tidak hanya dituntut untuk menjadi pendamping kiyai, namun juga dituntut untuk mengayomi masyarakat teruama kaum perempuan yang mampu mengimbangi peran sang kiyai.

Kesadaran pada tahap ini kemudian membuat pesantren putri tidak hanya fokus melahirkan generasi ibu rumah tangga, namun juga melahirkan generasi ulama, cendekia dan tokoh perempuan untuk mengisi berbagai lini kehidupan. Karena itu tidak heran jika hari ini para perempuan pesantren banyak yang berkiprah dalam dunia pendidikan, sosial dan bahkan dalam dunia politik.

Perkembangan pesantren perempuan pada tahap selanjutnya semakin sejajar dengan pesantren laki-laki baik dalam sisi kuantitas maupun kualitas. Artinya, jika pada kemudian hari santri putra dapat menempati berbagai posisi dalam masyarakat, banyak memberikan kontribusi dan unggul dalam berbagai hal, santri putri pun seharusnya bisa.

Karena itu, jika ada yang bertanya apa kontribusi yang dapat diberikan oleh perempuan pesantren untuk negeri, jawabannya adalah banyak sekali. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya bahwa hari ini telah banyak perempuan pesantren yang mengisi berbagai posisi dalam masyarakat. Bahkan dalam beberapa hal, perempuan lebih banyak memiliki potensi dibanding laki-laki.

Kualitas feminin yang dimiliki oleh perempuan sebetulnya dapat menjadi potensi besar untuk meredakan berbagai konflik dan persoalan. Sebagai contoh, salah satu video dalam chanel youtube Narasi Newsroom yang diposting satu bulan lalu mengungkapkan bahwa negara yang dipimpin oleh seorang perempuan relatif lebih sukses menangani pandemi ketimbang laki-laki meskipun memiliki strategi yang sama.

Dengan demikian, pemimpin perempuan menunjukkan bahwa kualitas feminin seperti komunikasi, empati dan kolaborasi justru mampu membawa negaranya keluar dari penderitaan pandemi. Jelas perempuan pesantren pun memiliki potensi seperti itu. Bahkan juga dilengkapi dengan pemahaman Islam wasathiyah rahmat lil ‘alamin dari pesantren yang penuh dengan nilai-nilai perdamaian, kasih-sayang dan keadilan. []

Tags: Hari Santri NasionalKiprah Santriperempuanulama perempuan
Hilyatul Aulia

Hilyatul Aulia

Mahasantri Ma'had Aly Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon

Terkait Posts

Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Keberkahan Ramadan, Kemerdekaan Indonesia

Kemerdekaan Indonesia Bukti dari Keberkahan Ramadan

31 Maret 2023
Agama Perempuan Separuh Lelaki

Pantas Saja, Agama Perempuan Separuh Lelaki

31 Maret 2023
Konsep Ekoteologi

Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam

30 Maret 2023
Kontroversi Gus Dur

Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

30 Maret 2023
Kasih Sayang Islam

Membangun Kasih Sayang Dalam Relasi Laki-laki dan Perempuan Ala Islam

29 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Melestarikan Tradisi Nyadran

    Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadis Relasi Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemerdekaan Indonesia Bukti dari Keberkahan Ramadan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist