• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Lagu “The Man” Taylor Swift dan Sindiran Terhadap Industri Musik

Perempuan masih menjadi kelompok yang rentan mengalami diskriminasi dan pelecehan di tempat kerja, seperti halnya yang terjadi di industri musik

Nabila Hanun Nabila Hanun
22/11/2023
in Pernak-pernik
0
Industri Musik

Industri Musik

858
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

I’m so sick of running as fast as I can

Wondering if I’d get there quicker

If I was a man

And I’m so sick of them coming at me again

‘Cause if I was a man

Then I’d be the man

I’d be the man

I’d be the man

Mubadalah.id – Penggalan lirik di atas berasal dari lagu berjudul “The Man” karya Taylor Swift, yang terdapat dalam album ketujuhnya Lover. Lagu tersebut menceritakan sistem masyarakat yang masih terbelenggu dalam budaya patriarki, sehingga mendiskriminasi hingga mengopresi kelompok perempuan di industri musik.

Aksi Seksisme terhadap Perempuan dalam Industri Musik

Lagu“The Man” terinspirasi dari aksi seksisme yang sering menyasar kepada perempuan. Taylor Swift hanyalah segelintir pihak yang pernah menjadi sasaran aksi tersebut.

Dalam sesi interview dengan majalah Vogue pada tahun 2019, Taylor menceritakan adanya perlakuan tidak adil bagi musisi perempuan pada saat ia masih remaja.

Orang-orang dalam industri musik menganggap sesuatu yang luar biasa, bahwa seorang remaja mampu mengeluarkan album pertama di usia yang masih 16 tahun.

Akan tetapi, hal berubah ketika Taylor beranjak dewasa dan saat ia mampu menghelat konser berskala internasional. Banyak pihak yang kemudian melihatnya sebagai sesuatu yang “tidak luar biasa” lagi.

Baca Juga:

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

Pelecehan Seksual terhadap Musisi Perempuan

Studi di Inggris menunjukkan bahwa hampir dari setengah musisi perempuan pernah mengalami pelecehan seksual di industri musik. Namun hanya 1 dari 5 dari mereka yang benar-benar dapat melaporkan kejadian tersebut.

Fenomena ini terjadi karena kontrak kerja yang tidak mencantumkan prosedur ataupun policies mengenai penanganan jika terjadi pelecehan seksual. Tidak hanya itu, pelecehan seksual di industri musik juga menyasar wanita berkulit hitam. Ini terjadi di salah satu perusahaan recording terkenal milik Russel Simmons, yaitu Def Jam.

Hal ini terungkap dalam salah satu film dokumenter berjudul “On The Record” yang tayang pada tahun 2020 silam. Di mana film itu memperlihatkan bagaimana kelompok misoginir membungkam kaum perempuan berkulit hitam.

Artis laki-laki masih mendominasi industri musik, dengan representasi artis perempuan kurang dari 1/3 dari keseluruhan musisi di dunia sejak tahun 2012 hingga 2020. Dalam studi yang dilakukan oleh USC Annenberg pada tahun 2012 hingga 2020, musisi perempuan hanya menyumbang kurang dari 30%, yaitu sebanyak 28.1%, dari 900 lagu yang populer pada tahun tersebut.

Gerakan Feminisme dalam Industri Musik

Dari berbagai aksi diskriminasi, pelecehan seksual, hingga seksisme terhadap perempuan dalam industri musik, kemudian terbentuklah gerakan feminisme di industri musik. Gerakan ini bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, serta menyuarakan nilai dan norma feminisme melalui karya-karya mereka.

Madonna dan Beyoncé adalah contoh musisi perempuan lain selain Taylor Swift yang sering menyuarakan pergerakan feminisme di industri musik melalui karya lagu.

Industri musik seharusnya menjadi tempat yang aman dan menyenangkan bagi para musisi maupun pihak lain yang terlibat. Fakta-fakta tersebut menambah deretan panjang diskriminasi dan pelecehan terhadap perempuan di tempat kerja.

Perempuan harus bekerja dua kali lipat untuk menunjukkan bahwa mereka “mampu” dan “pantas,” seperti yang terdapat dalam lirik “I’m so sick of running as fast as I can, wondering if I’d get there quicker if I was a man.”

Penggalan lirik lain juga mengandung statement yang kuat yakni“I’d be a fearless leader, I’d be an alpha type. When everyone believes, ya, what’s that like? –di mana menyiratkan apakah perempuan harus menjadi laki-laki alpha type dan pemimpin yang tangguh terlebih dahulu untuk dapat direkognisi oleh masyarakat?

Dengan demikian, perempuan masih menjadi kelompok yang rentan mengalami diskriminasi dan pelecehan di tempat kerja, seperti halnya yang terjadi di industri musik. Di balik gemerlapnya dunia permusikkan, masih ada ruang yang gelap dan tidak aman bagi perempuan yang tidak diketahui oleh masyarakat awam. []

Tags: feminismeGenderIndustri MusikMusisi DuniaTaylor Swift
Nabila Hanun

Nabila Hanun

Terkait Posts

Sekolah Tumbuh

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Islam Harus

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

3 Juli 2025
Laki-laki dan Perempuan dalam fikih

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

3 Juli 2025
Perceraian untuk

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

2 Juli 2025
Boys Don’t Cry

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rumah Tak

    Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID