Mubadalah.id – Pasar biasanya riuh dengan suara tawar-menawar dan derap langkah orang-orang mencari kebutuhan. Namun, pada Ahad menjelang siang, 7 September 2025, suasana di Pasar Balong Setu (Balset), Desa Karangdawa, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, tampak sangat berbeda.
Udara dipenuhi lantunan barzanji yang mengalun lembut, membawa aroma kerinduan pada Nabi Muhammad Saw. Betapa besar penghormatan ketika diminta hadir dan berbicara di tengah majelis yang penuh berkah ini.
Pengajian Maulid Nabi Saw yang diadakan Yayasan Wangsakerta kali ini mengangkat tema yang menyentuh: “Kepemimpinan Perempuan, dan Ekologi.” Kehadiran para ibu dari berbagai penjuru desa sungguh menggetarkan.
Sawah, dapur, dan kesibukan mereka tinggalkan sejenak demi menyimak hikmah Nabi. Kehadiran itu tidak sekadar duduk sebagai pendengar, sebab, mereka sejatinya adalah penopang kehidupan, penjaga keluarga, penguat tetangga, dan tiang moral masyarakat.
Allah Swt berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain.” (QS. At-Taubah: 71)
Ayat ini menjadi pintu pembuka dalam ceramah, mengingatkan bahwa perempuan adalah sahabat sejajar dalam menegakkan kebaikan. Dari sana lahir lima kunci cahaya kepemimpinan perempuan, bersumber dari teladan Nabi Saw dan para perempuan agung.
Kunci pertama adalah adil dan amanah
Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang adil kelak akan berada di atas mimbar dari cahaya di sisi Allah.” (HR. Muslim)
Sayyidah Khadijah menjadi teladan agung. Beliau bukan hanya pedagang sukses, tetapi juga penopang dakwah Nabi dengan hartanya. Adil membagi rezeki, amanah menjaga rumah tangga, dan setia dalam perjuangan.
Dari beliau, perempuan desa dapat bercermin: mengatur belanja agar cukup hingga akhir bulan, jujur menakar hasil panen, sabar menjaga keutuhan keluarga. Kepemimpinan yang tampak sederhana ini sesungguhnya bernilai tinggi di sisi Allah.
Kunci kedua adalah ilmu
Rasulullah Saw bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
“Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim laki-laki maupun perempuan.” (HR. Ibnu Majah)
Sayyidah Aisyah, istri Nabi Saw, terkenal sebagai gudang ilmu, meriwayatkan ribuan hadis hingga para sahabat besar berguru kepadanya. Ilmunya membuat suara perempuan dihormati. Bagi perempuan desa, menuntut ilmu tak selalu berarti bangku sekolah tinggi.
Hadir di pengajian, mendengarkan dengan sungguh-sungguh, atau mengajarkan anak-anak membaca Al-Qur’an adalah wujud nyata menunaikan sabda Nabi. Ilmu sederhana yang diamalkan menjadi cahaya penerang rumah dan masyarakat.
Kunci ketiga adalah keberanian moral. Kisah Sayyidah Asiyah, istri Fir’aun, menjadi saksi keteguhan iman di tengah istana mewah. Doanya terpatri dalam Al-Qur’an:
رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga.” (QS. At-Taḥrīm: 11)
Keberanian Asiyah bukan dengan pedang, melainkan dengan iman yang teguh. Kini, keberanian moral perempuan desa berarti menolak kecurangan meski tergiur keuntungan, berani bersuara saat melihat ketidakadilan, menjaga anak-anak dari pengaruh buruk, atau melawan kekerasan dalam rumah tangga. Keberanian seperti ini sering sunyi, namun menentukan arah hidup keluarga dan masyarakat.
Kunci keempat adalah kasih sayang
Rasulullah Saw bersabda:
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمٰنُ
“Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Raḥmān.” (HR. Tirmizi)
Kasih sayang perempuan mampu menenangkan di saat genting. Sayyidah Ummu Salamah, dengan kelembutan sarannya di Hudaibiyah, menenteramkan hati para sahabat. Begitu pula perempuan desa: ketika anak pulang dari sawah dengan tubuh letih, segelas air hangat dan senyuman tulus mampu menghapus lelah. Kasih sayang bukan kelemahan, melainkan kekuatan yang menumbuhkan keberanian dan harapan baru.
Kunci kelima adalah musyawarah
Ratu Bilqis berkata, sebagaimana tercatat dalam Al-Qur’an:
مَا كُنتُ قَاطِعَةً أَمْرًا حَتَّى تَشْهَدُونِ
“Aku tidak akan memutuskan suatu perkara sebelum kalian hadir.” (QS. An-Naml: 32)
Kebijaksanaan Bilqis lahir dari kemauannya mendengar. Musyawarah bukan hanya milik raja dan pemimpin besar. Di desa, musyawarah hadir dalam arisan RT, rapat menjelang panen, atau obrolan hangat di teras rumah. Ketika seorang ibu mengajak anak-anak duduk dan mendengar pendapat mereka sebelum mengambil keputusan, ia sedang meneladani kepemimpinan perempuan yang bijak.
Kelima kunci itu bukan teori, melainkan nyata dalam keseharian: adil saat membagi makanan agar semua anak kebagian, berilmu saat menuntun anak mengaji, berani menolak ajakan curang, penuh kasih merawat orang tua yang renta, dan bermusyawarah ketika merencanakan acara desa.
Kepemimpinan perempuan tidak selalu tampak di podium, tetapi hadir dalam keheningan rumah, di ladang, di dapur, dan di pasar. Pengajian kali ini menjadi saksi. Lantunan barzanji membuka hati, hikmah ceramah meneguhkan, dan doa bersama menutup acara dengan kehangatan.
Dari wajah-wajah ibu desa terpancar cahaya yang tak bisa disembunyikan—cahaya kepemimpinan yang lahir dari iman, kesabaran, dan kasih sayang.
Doa pun terpanjatkan, suara para ibu menyatu dalam getar lirih namun kuat:
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ النِّسَاءِ الصَّالِحَاتِ، الْقَائِمَاتِ بِالْقِسْطِ، الْحَامِلَاتِ لِلْأَمَانَةِ، الْمُرَبِّيَاتِ بِالْحِلْمِ وَالرَّحْمَةِ، وَالْمُسْتَخْلَفَاتِ فِي الْأَرْضِ لِإِعْمَارِهَا وَإِصْلَاحِهَا
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk perempuan-perempuan salehah, yang menegakkan keadilan, memikul amanah, mendidik dengan sabar dan kasih sayang, serta Engkau jadikan khalifah di bumi untuk memakmurkan dan memperbaikinya.”
Doa itu melesat, menembus sawah dan jalan desa, lalu naik ke langit. Semoga membawa pesan abadi. Kepemimpinan perempuan adalah cahaya yang senantiasa terus meneguhkan keluarga, menyinari masyarakat, dan menguatkan bangsa dengan ridha Allah Swt. Amin. []