• Login
  • Register
Minggu, 2 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Manusia Berbeda Agama, Kenapa Tidak?

Abdul Karim Amrullah dalam tafsirnya menerangkan bahwa akhlak seorang Muslim dengan umat berbeda agama ialah saling berkasih sayang dalam hal sosial

Ahmad Murtaza MZ Ahmad Murtaza MZ
28/10/2021
in Publik
0
Islam Moderat

Islam Moderat

130
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tulisan kali ini menceritakan sosok yang pernah penulis terapkan pemikirannya dalam sebuah penelitian ilmiah. Tokoh yang begitu terkemuka pada masanya dan harum namanya hingga mendapat anugerah doctor honoris causa dari Universitas Al-Azhar Mesir.

Bagi para pengkaji tafsir khususnya pegiat tafsir Nusantara mengenal sosok ini dan tafsir yang ditulisnya. Ia adalah Abdul Karim Amrullah atau banyak diketahui dengan panggilan “Haji Rosul” atau “Inyak dr” yang lahir pada 17 Safar 1296 H di Sungai Batang, Maninjau. Ayahnya bernama Haji Amrullah merupakan pimpinan Tarekat Naqsabandiyah di Sungai Batang dan ibu yang bernama Tarwasa

Masa kecil dari Haji Rasul seperti kebanyakan anak kecil lainnya suka bermain, uniknya ia suka dengan permainan adu ayam. Namun di samping bermain, sejak usianya 7 tahun  hingga menginjak usia 13 tahun ia telah belajar agama baik dari ayahnya sendiri ataupun murid dari ayah-ayahnya.

Setelah menghabiskan masa kecilnya untuk belajar di negeri sendiri, ayahnya yang memiliki cita-cita anaknya agar menjadi pemuka agama, menawarkan Haji Rasul remaja untuk belajar ke Mekkah. Bak gayung bersambut Haji Rasul yang kala itu masih remaja dengan senang hati untuk melanjutkan pendidikannya di tanah haram tersebut.

Berangkatlah ia ke Mekkah dengan bekal ilmu agama yang telah ia terima selama di kampungnya kala itu usianya masih 16 tahun. Di Mekkah ia menemui kolega ayahnya di saat belajar di Mekkah dahulu yang bernama Syekh Khatib Al-Minangkabawi. Karena kecerdasannya dan sering berdebat dengan gurunya, ia menjadi santri kinasih dari Syekh Khatib.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia
  • Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria
  • Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

Baca Juga:

Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia

Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria

Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

Setelah 7 tahun belajar di Mekkah kembalilah ia ke Sungai Batang untuk menyampaikan ilmu-ilmu yang telah ia dapatkan selama belajar di Mekkah. Ia juga melahirkan gagasan-gagasan yang dituangkan ke dalam banyak tulisan dan banyak corak keilmuan seperti fiqh, tauhid dan tafsir.

Kitab tafsirnya yang bernama “Al-Burhan” yang menjadi rujukan pemikirannya terkait begitu moderatnya pemikiran dari Abdul Karim Amrullah terkhusus dalam menyikapi perbedaan agama.

Abdul Karim Amrullah menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 67 tahun tepatnya pada 2 Juni 1945 di Jakarta. Sebelum bertemu dengan sang pencipta pada tahun 1943 sampai 1945 penyakit asmanya kambuh lagi. Namun tetap saja walaupun saat usia senjanya terbaring karena sakit namun sewaktu ada orang yang berkunjung untuk melihatnya ia tetap memberikan nasihat dan fatwa.

Selayang Pandang Tafsir Al-Burhan

Sejarah mencatat bahwa Tafsir Al-Burhan ini ditulis pada tahun 1922, dan berisikan 22 Surah al-Qur’an dari Ad-Duha sampai An-Nas. Dalam pengantar tafsirnya ia menuliskan alasan di balik lahirnya tafsir ini ialah atas dasar permintaan muridnya dan para umat Muslim dapat memahami ayat al-Qur’an lebih mendalam lagi bukan hanya dibaca terlebih menjadi pajangan rumah.

Dalam menuliskan tafsirnya, Haji Rasul terlebih dahulu menerangkan hal-hal penting terkait surah yang akan dijelaskan seperti, sebab turunnya surah ataupun ayat, kisah-kisah seputar ayat yang akan dijelaskan dengan menggunakan bahasa Melayu-Jawi.

Metode penulisan yang digunakan dalam tafsirnya ialah Ijmali dengan menafsirnya ayat-ayatnya secara umum dan apabila membutuhkan keterangan tambahan ia akan menjelaskannya. Haji Rasul juga menggunakan rujukan-rujukan yang komprehensif seperti Thabari, Qurthubi, Zamakhsyari dan lainnya.

Fokus dalam tulisan ini ialah tafsiran Haji Rasul dalam Tafsir Al-Burhan pada QS. Al-Kafirun: 2, yang mencerminkan keluasan ilmunya dan begitu luhur pribadi Haji Rasul dalam menyikapi perbedaan agama.

Menyikapi Perbedaan Agama

Pada halaman 265 dalam Tafsir Al-Burhan, atau tepatnya dalam pembahasan surat Al-Kafirun ayat 2. Secara khusus Haji Rasul membahas sikap yang harus diambil bagi Muslim dalam berbeda agama.

Ia menjelaskan bahwa ayat-ayat dalam al-Qur’an terutama ayat-ayat ajakan untuk memerangi orang kafir haruslah dipahami dan diletakkan secara proporsional. Ajaran yang agama Islam sampaikan bukanlah seruan agar bermusuhan apalagi berperang.  Karena Islam selalu mengajak umatnya untuk berdamai dan bersatu walaupun berbeda agama ataupun aliran kepercayaan.

Haji Rasul menjelaskan bahwa penyebab turunnya ayat perang dalam al-Qur’an ialah ancaman, hinaan, dan penindasan yang dilakukan orang kafir kala itu. Karena kondisi tersebut menurut Haji Rasul Islam harus memberikan perlawanan dengan cara berperang dengan mengorbankan baik harta ataupun jiwanya.

Maka dari itu, Haji Rasul berpendapat bahwasanya perbedaan dalam agama ataupun aliran kepercayaan tidak menyebabkan bermusuhan satu sama lain apalagi berperan? Karena menurutnya munculnya peperangan disebabkan hal-hal khusus yang menyebabkan umat Islam dalam kondisi keamanan yang sangat terancam.

Lalu bagaimana sikap seorang Muslim dengan umat yang berbeda agama?

Abdul Karim Amrullah dalam tafsirnya menerangkan bahwa akhlak seorang Muslim dengan umat berbeda agama ialah saling berkasih sayang dalam hal sosial, hal ini sebagaimana yang Allah firmankan dalam QS. Al-Mumtahanah: 7,

عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ مِنْهُمْ مَوَدَّةً وَاللَّهُ قَدِيرٌ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (7)

Artinya:

“Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang di antara kamu dengan orang-orang yang pernah kamu musuhi di antara mereka. Allah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.

Dengan demikian, Haji Rasul berpesan dalam tafsirnya ialah Islam dengan tegas untuk selalu mengajarkan perdamaian, menebar kasih sayang lalu berlakulah baik dengan seagama ataupun berbeda agama. []

 

Tags: agamaBeda AgamaHaji RasulKepercayaanmanusia
Ahmad Murtaza MZ

Ahmad Murtaza MZ

Pecinta V60, masih belajar untuk merangkai kata.Mahasiswa program magister Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terkait Posts

Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Keberkahan Ramadan, Kemerdekaan Indonesia

Kemerdekaan Indonesia Bukti dari Keberkahan Ramadan

31 Maret 2023
Konsep Ekoteologi

Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam

30 Maret 2023
Kasih Sayang Islam

Membangun Kasih Sayang Dalam Relasi Laki-laki dan Perempuan Ala Islam

29 Maret 2023
Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

28 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Kehilangan Sosok Ayah

    Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist