Mubadalah.id – Bagi umat Islam secara keseluruhan, kelahiran Nabi Muhammad saw menandai suatu revolusi kemanusiaan perempuan yang besar. Karena Nabi Muhammad saw di kemudian hari menjad nabi dan rasul yang membawa ajaran-ajaran yang berimplikasi besar bagi kemanusiaan dan peradaban dunia.
Kehadiran Nabi Muhammad Saw adalah tonggak bagi peradaban khairu ummah yang berdasarkan pada sendi-sendi tauhid dan memberangus segala macam keberhalaan yang melahirkan sistem masyarakat yang oligarkhis, memperbudak sesama manusia, eksploitatif hingga berbagai perilaku jahiliyah yang tidak bertata moral.
Islam membawa masyarakat pagan yang tribalisme kepada konsep masyarakat “ummah” yang mengedapankan nilai-nilai kesetaraan, keadilan, toleransi, dan perlakuan hukum yang sama. Dengan kelahiran Nabi Muhammad saw, menjadi harapan besar kemanusiaan manusia, dengan menghadirkan Islam yang menentang segala eksploitasi dan diskriminasi atas nama apapun, termasuk di dalamnya atas nama gender atau jenis kelamin.
Perayaan Maulid Nabi Dalam Sejarah Muslim
Gegap gempita menyambut maulid sedang sangat terasa di relung batin umat islam di dunia. Ya, bulan ini adalah bulan Rabiul Awal, bulan kelahiran Nabi tercinta, Rasul akhir zaman, Muhammad bin Abdulloh Saw. Al-Quran menuntun umat Islam mencintai nabinya. Penjelasan dalam al-Qur’an surat Ali Imron :31 yaitu : “jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad). Niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian”.
Nabi Muhammad adalah manusia pilihan. Dalam sebuah syair Majdudin al-Baghdadi menyebutkan :”Keagungannya bahkan telah tercipta sebelum Adam, dan nama-namanya tertulis di singgasana Tuhan sebelum ditulis dalam kitab-kitab suci”. Mencintai nabi menjadi telaga khusus bagi umat Islam yang tiada habis untuk kita reguk.
Karena bahkan sang khaliq, Allah ‘azza wajall pun menghormati nabi agung akhir zaman ini. Termaktub dalam QS. Al-Ahzab : 56 : “sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya menghormati (bershalawat) Nabi. Duhai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuk nabimu dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”.
Ayat-ayat di atas memberi inspirasi bahwa mengikuti jejak langkah (uswatun hasanah) nabi adalah di antaranya terbangun dalam dasar cinta dan hormat pada beliau. Inilah akar maulid atau perayaan hari kelahirannya tegak hingga hari ini. Imam al-Suyuthi mengatakan bahwa penguasa Irbil, sebuah kota yang terletak di Irak bagian utara, di bawah pimpinan Raja al-Muzhaffar Abu Sa’id Kaukibri, adalah orang pertama yang menyelenggarakan peringatan maulid nabi secara megah dan besar-besaran.
Mengenang Kembali Jejak Sang Nabi
Perayaan ini para ulama dan kaum sufi hadiri pula, yang menerima perayaan tersebut dan tidak melihatnya sebagai pelanggaran aturan agama meski tidak nabi atau sahabatnya lakukan, karena itu adalah sebuah cara belaka, tak lebih. Pandangan yang populer mengatakan orang yang pertama merayakan maulid adalah Shalahuddin al-Ayyubi (580/1184). Pada saat itu diadakan sayembara penulisan riwayat nabi beserta puji-pujian yang indah yang akhirnya dimenangkan oleh Syekh Ja’far al-Barzanji, yang karyanya terkenal di seantero bumi hingga kini.
Hari ini di negeri tercinta ini, perayaan maulid menggema di seluruh denyut nadi umat Islam. di surau-surau kecil, masjid, majlis taklim, pondok pesantren, lembaga sosial bahkan instansi pemerintahan. Perayaan maulid adalah cara manusia mengenang kembali nabi dalam keseluruhan hidupnya untuk menjadi pelajaran dan tauladan bagi kita umat islam.
Saat bulan Rabiul Awwal beranjak, bukan berarti kecintaan kita pada sang Nabi surut. Karena mencintai Nabi adalah sejatinya meneladani kepribadiannya yang mulia dan melanjutkan cita-citanya yang luhur. Cita-cita kemanusiaan yang universal yang mengikat kita bukan hanya secara agama tetapi juga secara bashariyah (human being). Di antaranya adalah jejak sang Nabi dalam mengangkat harkat dan derajat perempuan.
Maulid dan Revolusi Kemanusiaan Perempuan dalam Islam
Di antara kelompok manusia yang menjadi sasaran revolusi Islam yang dibawa sang Rasul pilihan, Muhammad Saw, adalah perempuan. Perempuan menjadi kelompok manusia yang paling beruntung dengan kehadiran Islam, agama yang dibawa Nabi Muhammad saw.
Di bawah tuntunan sang Nabi Muhammad, SAW., Islam telah melakukan perubahan revolusioner dan mendasar. Terutama terhadap posisi dan status perempuan dalam masyarakat Arab jahiliyah. Islam menetapkan hak waris bagi perempuan di saat masyarakat memposisikan mereka hanya sebagai objek atau bagian dari komoditas yang bisa mereka wariskan. Lalu menetapkan kepemilikan mahar sebagai hak penuh perempuan dalam perkawinan pada saat masyarakat memandangnya sebagai hak monopoli orangtua atau wali.
Islam melakukan koreksi total terhadap praktik poligami yang biadab dan sudah mentradisi dengan mencontohkan perkawinan monogami bersama Khadijah, istri tercinta. Nabi Muhammad saw mengajarkan keharusan merayakan kelahiran bayi perempuan di tengah tradisi Arab yang memandang aib kelahiran bayi perempuan.
Nabi Muhammad saw membawa ajaran islam yang mempromosikan posisi ibu yang sangat tinggi, sebagai orang yang telah mengandungnya dalam keadaan payah dan sangat kepayahan, bahkan dikuatkan dengan hadist yang mengangkat derajat ibu lebih tinggi tiga kali dari ayah.
Di mana pada saat itu masyarakat memandang ibu tak ubahnya mesin produksi. Islam menempatkan istri sebagai mitra sejajar suami di saat masyarakat memandangnya sebagai pelayan dan objek seksual belaka.
Nabi Mengubah Posisi dan Status Perempuan
Islam menuntun Rasul mengubah posisi dan status perempuan secara revolusioner. Mengubah posisi dan status perempuan dari objek yang terhina dan terlecehkan menjadi subjek yang dihormati dan diindahkan. Mengubah posisi perempuan yang subordinat, marginal, dan inferior menjadi setara dan sederajat dengan laki-laki. Rasul memproklamasikan keutuhan kemanusiaan perempuan setara dengan laki-laki.
Keduanya sama-sama makhluk, sebagai manusia. Di mana keduanya berpotensi menjadi khalifah fi al-ardh (pengelola kehidupan di bumi). Selain itu juga berpotensi menjadi fasad fil ardh (perusak di muka bumi). Nilai kemanusiaan laki-laki dan perempuan sama, tidak ada perbedaan sedikit pun. Tidak ada yang membedakan di antara manusia kecuali prestasi takwa¬nya (QS Al-Hujurat: 13).
Inilah hikmah besar lahirnya sang revolusioner sejati Rasul pilihan, Muhammad saw, bagi perempuan. Karena Nabi Muhammad saw telah meletakkan sendi-sendi peradaban yang agung. Tujuannya untuk mencapai Khairu ummah yang akan membawa masyarakat pada baldatun thoyyibun wa rabbun ghofur.
Sendi-sendi peradaban yang berdasarkan pada kemanusiaan yang sejati akan rapuh jika terbangun dalam pondasi patriarkhi yang tidak memandang keberadaan perempuan dan menempatkan perempuan bukan sebagai subyek tetapi sebagai objek.
Maka, inilah pondasi besar yang Nabi Muhammad saw letakkan bagi peradaban manusia, yaitu memanusiakan manusia, tanpa memandang suku, bangsa dan bahkan jenis kelamin. Karena di situlah sejatinya peradaban manusia berkhidmat. []