• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menata Mindset Relationship Dengan Lawan Jenis

Laki-laki dan perempuan harus saling menjaga, memelihara kehormatan sampai keturunan di bawahnya, dan hanya kepada Allah SWT mereka bertakwa.

Ihza Maulina Ihza Maulina
04/12/2022
in Personal, Rekomendasi
0
Lawan Jenis

Lawan Jenis

539
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Allah SWT menciptakan manusia menjadi dua jenis, yakni laki-laki dan perempuan. Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk berpasang-pasangan dan melahirkan keturunan dari mereka. Konsep ini mengawali tulisanku tentang bagaimana kita menata mindset relationship dengan lawan jenis.

Sebagaimana yang telah tertulis dalam firman-Nya, QS. An-Nisa’ ayat 1 :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبًا

Artinya: “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari dirinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (periharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”

Jika kita baca secara tekstual, maka ayat tersebut bermakna bahwa seorang laki-laki (Adam) berpasangan dengan perempuan (Hawa). Kemudian Allah SWT memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan dari keduanya. Ayat tersebut juga bisa kita maknai bahwa perempuan diciptakan dari bagian laki-laki sebagai pasangannya. Namun, jika kita telusuri lebih jauh ayat tersebut tidak sedang menggambarkan secara jelas penciptaan Adam maupun Hawa.

Baca Juga:

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Makna Nafsin Wahidah

Dalam buku Qira’ah Mubadalah (Faqihuddin, 2019 : 237-238) dijelaskan bahwa kata ‘nafsin wahidah’ secara struktur bahasa sebagai bentuk perempuan dengan makna yang netral tanpa jenis kelamin. Dan akan lebih tepat lagi jika tidak kita maknai Adam ataupun laki-laki, tetapi tetap kita biarkan maknanya netral yang non-seksis, yaitu esensi yang satu.

Sehingga, kata tersebut kembali kepada esensi dasar manusia yang tercipta dari unsur air dan tanah. Atau bisa juga hanya ‘esensi kemanusiaan’ yang sama, tanpa menyebutkan kepastiannya bermakna air dan tanah. Oleh karenanya, ayat tersebut tidak sedang menegaskan secara eksplisit tentang Nabi Adam As. atau laki-laki sebagai sumber penciptaan Siti Hawa atau perempuan.

Pemahaman bahwa perempuan diciptakan dari bagian laki-laki menyebabkan lahirnya subordinasi. Dengan pemaknaan seperti ini, perempuan seringkali dianggap lemah dan harus tunduk kepada laki-laki. Ini merupakan bentuk dari adanya relasi kuasa yang terjadi antara laki-laki dan perempuan. Sehingga perempuan sering mengalami bentuk kekerasan, pelecehan, marginalisasi, ataupun bentuk ketimpangan gender lainnya.

Sekali lagi, ayat tersebut tidak sedang menunjukkan superioritas laki-laki. Ayat tersebut lebih menekankan pada fakta berpasangan antara laki-laki dan perempuan yang tercipta dari unsur yang sama. Keduanya tidak boleh menjalankan relasi dan hubungan yang otoriter, namun harus saling kerja sama.

Ketimpangan Relasi

Pada kehidupan realitanya, masih banyak terjadi ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan baik dalam lingkup keluarga, pertemanan, organisasi, maupun masyarakat. Seringkali perempuan lagi yang menjadi objek otoritas laki-laki, karena mereka merasa memiliki kuasa atas perempuan.

Misalnya dalam kasus pacaran, sering kita jumpai tindakan amoral seperti kekerasan, pemerasan, bahkan pelecehan seksual. Adanya pemahaman laki-laki yang menganggap dia lebih tinggi posisinya dari perempuan (pasangannya). Mereka cenderung merasa memiliki atas apa yang perempuan miliki, termasuk tubuhnya. Hubungan seperti ini jelas berpengaruh buruk dan mengandung toxic.

Namun, posisi perempuan rentan untuk mendapatkan pengakuan bahwa tindakan pelecehan ini anggapannya atas landasan ‘suka sama suka’. Padahal setiap laki-laki dan perempuan dalam menjalani pacaran memiliki maksud dan tujuan yang berbeda-beda. Berdasarkan pengamatan lingkungan penulis, mereka yang berpacaran memiliki tujuannya masing-masing.

Walaupun pacaran dilarang dalam Islam, namun dalam praktiknya antara laki-laki dan perempuan pasti memiliki kecenderungan terhadap lawan jenis. Hanya saja, penempatan tujuan awal pendekatan lawan jenis harus kita teguhkan prinsip saling menjaga kehormatan. Ada yang bertujuan untuk mencari calon pasangan berumah tangga, sekedar teman atau partner pekerjaan, atau hanya menginginkan hasrat seksual saja.

Menjalin Relasi dengan Lawan Jenis

Idealnya dalam Islam, jika sudah ada kecenderungan antara laki-laki dan perempuan maka hendaknya menikah. Namun, jika di antara keduanya belum siap untuk menjalani ibadah terpanjang tersebut maka berpuasalah untuk menahan segala hawa nafsu. Belajar dari maraknya kasus ini, penulis menyimpulkan ada beberapa mindset yang perlu diterapkan untuk menghindari toxic relationship dalam hubungan lawan jenis.

Pertama, ketika belum siap mengenal lawan jenis berusahalah untuk membangun akal tanpa adanya perasaan dan bersikap biasa saja dengan mengontrol emosional diri. Kedua, ketika terbentur dengan keadaan sebagai makhluk sosial yang bersosialisasi dengan lawan jenis. Maka anggaplah relasi tersebut sebagai partner atau teman dalam suatu pekerjaan atau organisasi.

Ketiga,  ketika sudah siap mengenal lawan jenis maka berinteraksilah dengan cara-cara yang ma’ruf (baik) dengan menjaga agama dan kehormatan masing-masing.

Dengan demikian, perempuan memiliki hak atas diri sendiri untuk menjaga kehormatannya dan laki-laki juga sebaliknya. Sehingga dalam membangun relasi antara laki-laki dan perempuan hendaknya kita lakukan dengan cara yang baik dan saling menjaga kehormatan.

Tidak ada otoritas lagi dari laki-laki atas apa yang perempuan miliki termasuk tubuhnya ataupun hartanya. Laki-laki dan perempuan harus saling menjaga, memelihara kehormatan sampai keturunan di bawahnya, dan hanya kepada Allah SWT mereka bertakwa. []

Tags: KesalinganmanusiaPenciptaan ManusiaQira'ah MubadalahRelasi
Ihza Maulina

Ihza Maulina

Aktivis Perempuan Pekalongan

Terkait Posts

Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID