• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Menelaah Ulang Hadis tentang Usia Pernikahan Nabi Saw dengan Aisyah Ra dalam Buku Fiqh Perempuan

Jika Nabi Saw menikahi Aisyah Ra, 1 atau 2 tahun setelah berada di Madinah, maka usia Aisyah saat menikah ialah 18 atau 19 tahun.

Pitri Apipatul Milah Pitri Apipatul Milah
01/11/2023
in Buku
0
Pernikahan

Pernikahan

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Judul buku : Fiqih Perempuan
Penulis : KH. Husein Muhammad
Penerbit : IRCiSoD
Cetakan lV : Desember 2021

Mubadalah.id – Sampai sekarang, praktik pernikahan anak masih terjadi di berbagai daerah Indonesia, terutama di masyarakat pedesaan, termasuk di kampung saya sendiri di Garut.

Hal ini, karena dalam masyarakat pedesaan, khususnya di kampung saya, praktik pernikahan anak merupakan sesuatu yang lumrah dan hal tersebut dianggap sebagai bagian dari sunah Nabi.

Sebagian masyarakat kerap kali mengunakan dalil dari Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i dalam pembenaran tentang kebolehan pernikahan anak.

تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ وَأَنَا ابْنَةُ سِتٍ وَبَنَى بي وَأَنَا ابْنَةُ تسع

Artinya: “Nabi mengawiniku pada saat usiaku enam tahun dan hidup bersamaku pada usiaku sembilan tahun.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i).

Baca Juga:

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

Menafsir Ulang Perempuan Shalihah: Antara Teks dan Konteks

Hadis ini lah yang kerap kali dijadikan dalil kebolehan pernikahan anak bagi sebagian masyarakat kita. Akibatnya, sebagian masyarakat di lingkungan saya untuk lebih memilih menikah di usia dini. Karena mereka beranggapan bahwa Nabi saja menikahi Aisyah Ra di usia anak, masa kita sebagai umatnya tidak.

Namun sayangnya, dalam Hadis tersebut, sebagian masyarakat kita tidak mau menelaah atau mempelajari lebih jauh bahwa tentang asal usul dan kebenaran Hadis ini.

Untuk menelaah Hadis ini, saya tertarik untuk membagikan pandangan KH. Husein Muhammad. Menurut pria yang kerap disapa Buya Husein kehadiran Hadis tersebut menuai banyak kritikan dari beberapa kalangan ulama ahli Hadis.

Pandangan Ahli Hadis

Salah satunya ulama ahli Hadis yang mengkritik Hadis tersebut menurut Buya Husein seperti dalam buku Fiqh Perempuan adalah Habiburrahman Siddiqi al-Kandahlawi.

Habiburrahman berpendapat bahwa usia Aisyah Ra saat menikah dengan Nabi Muhammad Saw itu bukan 9 tahun. Melainkan tidak kurang dari delapan belas tahun. Ketentuan ini berdasarkan sejarah hidup Aisyah Ra.

Jika kita melacak sumber sejarah Aisyah Ra, maka kita menemukan Imam Nawawi dalam kitab Tahdzib al-Asma wa al-Lughah menyatakan bahwa Asma binti Abu Bakar (saudara kandung Aisyah Ra) masuk Islam lebih dahulu setelah 17 orang. Ia lebih tua 10 tahun dari Siti Aisyah Ra.

Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, Asma hidup hingga usia 100 tahun dan meninggal tahun 73 H. Ini berarti bahwa apabila Asma meninggal dalam usia 100 tahun dan meninggal pada tahun ke 73. Maka Asma berumur 27 tahun pada waktu hijrah. Sehingga Aisyah Ra berusia 17 tahun pada waktu hijrah.

Jika Nabi Saw menikahi Aisyah satu atau dua tahun setelah berada di Madinah, maka usia Aisyah saat menikah ialah 18 atau 19 tahun.

Selanjutnya, mengenai tentang pernikahan Aisyah Ra dengan Nabi Muhammad Saw. Ibnu Syubrumah berpendapat bahwa hal itu merupakan pengecualian atau suatu kekhususan bagi Nabi Saw yang tidak bisa diberlakukan bagi umatnya.

Oleh sebab itu, pandangan bagi Ibnu Syubrumah bisa menjadi dalil penting tentang kekhususan yang hanya Nabi Muhammad Saw miliki. Sehingga kita sebagai umatnya tidak boleh mengikuti kekhususan ini.

Dampak Pernikahan Anak

Apabila kita tetap memaksakan pernikahan anak karena ingin mengikuti Hadis Nabi Saw. Maka yang terjadi adalah para anak akan mengalami permasalahan yang sangat kompleks.

Di antara permasalahan kompleks yang akan anak rasakan adalah ia akan mengalami masalah kesehatan reproduksi, masalah ekonomi, pendidikan, dan tidak sedikit akan berujung pada perceraian.

Alimah Fauzan dalam tulisan di mubadalah.id yang berjudul Cara Menghentikan Pernikahan Anak, menyebutkan bahwa ada sekitar 80% perkawinan anak berakhir pada perceraian.

Oleh sebab itu, pernikahan anak adalah pernikahan yang sama sekali tidak akan mendatangkan kemaslahatan. Yang ada justru mendatangkan beragam kemadharatan. Apalagi kemadharatan ini akan sangat berdampak kepada anak perempuan.

Maka dari itu, niat hati ingin mengikuti sunah Nabi, yang terjadi adalah anak-anak kita berada dalam lingkaran yang berbahaya. Oleh karena itu, mari kita lindungi anak-anak kita dari bahaya pernikahan anak. Jangan sampai anak-anak kita menjadi korban selanjutnya. []

Tags: Aisyah Raanakbukufiqh perempuanHadisMenelaahNabi Sawpernikahanulangusia
Pitri Apipatul Milah

Pitri Apipatul Milah

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon

Terkait Posts

Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Novel Cantik itu Luka

Novel Cantik itu Luka; Luka yang Diwariskan dan Doa yang Tak Sempat Dibisikkan

27 Juni 2025
Fiqhul Usrah

Fiqhul Usrah: Menanamkan Akhlak Mulia untuk Membangun Keluarga Samawa

25 Juni 2025
Hakikat Berkeluarga

Membedah Hakikat Berkeluarga Ala Kyai Mahsun

23 Juni 2025
Fiqh Al Usrah

Fiqh Al Usrah: Menemukan Sepotong Puzzle yang Hilang dalam Kajian Fiqh Kontemporer

21 Juni 2025
Membangun Rumah Tangga

Membangun Rumah Tangga yang Berdimensi Akhlak Mulia

20 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Beda Keyakinan

    Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID