Mubadalah.id – Keteladanan Nabi Muhammad Saw. dalam mendidik putri-putri beliau adalah gambaran bagaimana pendidikan anak seharusnya ditempatkan dengan penuh kasih sayang, penghargaan, dan pengakuan atas martabat anak.
Nabi tidak hanya mengajarkan ilmu agama kepada putri-putrinya, tetapi juga menanamkan nilai keadilan, kepekaan sosial, dan keberanian menjadi manusia merdeka.
Fatimah az-Zahra, misalnya, tumbuh menjadi perempuan tangguh, cerdas, dan penuh empati karena pendidikan langsung dari ayahnya. Hal ini menggambarkan bahwa pendidikan anak tidak bisa dilepaskan dari teladan orang tua di rumah.
Maria Ulfa Anshor dalam buku Parenting With Love menegaskan, pola asuh Nabi Muhammad Saw. memberikan inspirasi bagi orang tua masa kini yang kerap terjebak pada pola pengasuhan otoriter atau sekadar mengandalkan aspek akademik.
Nabi memandang pendidikan anak adalah proses membentuk hati dan akhlak, bukan hanya soal kecerdasan kognitif. Itulah mengapa, mempelajari potret keluarga Nabi adalah pelajaran yang relevan hingga kini.
Lingkungan sebagai Guru Kedua
Sementara itu, faktor eksternal juga memegang peran tak kalah penting dalam proses pendewasaan anak. Maria Ulfa menyebutkan bahwa lingkungan alam dan sosial adalah guru kedua setelah orang tua.
Anak yang terbiasa dengan alam akan lebih peka terhadap kehidupan, memahami siklus kehidupan, dan belajar dari lingkungan sekitarnya.
Sebaliknya, anak yang kurang berinteraksi dengan alam cenderung merasa asing dan kehilangan kepekaan, yang pada gilirannya bisa menumbuhkan sifat egois dan individualistis.
Lingkungan sosial pun berperan besar. Interaksi dengan keluarga besar, teman sebaya, dan masyarakat membentuk pola pikir dan cara anak memandang dunia. Anak yang tumbuh dalam lingkungan ramah dan penuh empati biasanya memiliki daya adaptasi lebih baik.
Bahkan mereka juga lebih terbuka terhadap perbedaan dan tidak mudah terjebak pada prasangka. Maria Ulfa menekankan bahwa kualitas interaksi sosial ini sering kali menentukan apakah anak akan tumbuh sebagai pribadi yang peduli, atau justru tertutup dan apatis.
Tantangan Sosial Masa Kini
Namun, lingkungan sosial saat ini semakin kompleks. Media sosial, misalnya, menghadirkan dunia virtual yang tidak selalu ramah bagi perkembangan psikologis anak. Bullying, perundungan digital, hingga paparan standar kecantikan semu dapat memengaruhi harga diri mereka. Tanpa pendampingan orang tua, anak mudah kehilangan pijakan nilai yang benar.
Pola asuh Nabi Muhammad Saw. yang menekankan dialog, kasih sayang, dan penghargaan pada anak perlu menjadi rujukan. Nabi selalu memberi ruang kepada putri-putrinya untuk bertanya, berdialog, bahkan berbeda pendapat.
Di sinilah pentingnya peran orang tua dalam menjadi “teman bicara” anak. Bukan hanya sekadar memberi perintah, melainkan juga mendengarkan keluh kesah mereka.
Dalam konteks ini, pesan Maria Ulfa bahwa pendidikan anak adalah kombinasi antara sentuhan emosional, teladan moral, dan pengenalan pada lingkungan menjadi sangat relevan.
Membentuk Karakter yang Utuh
Jika pendidikan anak hanya berfokus pada prestasi akademik tanpa diimbangi pembentukan karakter, kita akan kehilangan esensi utama pendidikan.
Nabi Muhammad Saw. menunjukkan bahwa akhlak dan empati adalah fondasi pertama. Beliau membesarkan putri-putrinya dengan rasa kasih sayang tinggi, bahkan kerap memanggil mereka dengan panggilan lembut, penuh cinta, dan penghargaan.
Seperti yang ditekankan Maria Ulfa, anak yang mendapatkan teladan langsung dari orang tuanya akan lebih mudah memahami nilai-nilai kebaikan.
Nilai itu tidak hanya diajarkan lewat kata-kata, melainkan diperlihatkan dalam tindakan nyata: bersikap sabar, menolong sesama, dan menghargai alam serta lingkungan sosialnya.
Relevansi untuk Orang Tua Masa Kini
Dalam kehidupan masa kini, sering kali orang tua terjebak pada kesibukan, menyerahkan pengasuhan pada gawai atau lingkungan sekolah semata.
Padahal, keteladanan Nabi Muhammad Saw. dan pesan Maria Ulfa memberi peringatan jelas: pendidikan sejati berawal dari rumah. Lingkungan sosial yang sehat dan kedekatan emosional dengan orang tua adalah kunci anak tumbuh menjadi pribadi tangguh, empatik, dan tidak mudah terpengaruh arus negatif.
Mungkin kini saatnya kita kembali bertanya, sudahkah kita mendidik anak dengan cinta dan keteladanan sebagaimana Nabi mendidik Fatimah dan putri-putrinya?
Sudahkah kita memberi ruang bagi anak untuk tumbuh bersama alam dan masyarakat dengan cara yang sehat? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan menentukan masa depan generasi kita. []