• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Mengenal Sosok Rabiah Adawiyah (2)

Manakala Rabiah Adawiyah menjadi balita dan sudah bisa makan dengan tangannya sendiri, ia sering merenung seorang diri. Pikiran dan hatinya seperti menyimpan gelisah

Redaksi Redaksi
26/07/2022
in Hikmah, Pernak-pernik
0
rabiah adawiyah

rabiah adawiyah

261
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Dar Al-Fikr Cirebon, KH. Husein Muhammad mengisahkan bahwa Rabiah Adawiyah bermakna perempuan yang ke empat. Nama ini diberikan ayahnya, karena ia adalah anak perempuannya yang ke empat.

Farid al-Din al-‘Atthar, sufi dan sastrawan besar, penulis buku yang sangat terkenal “Manthiq al-Thair” (Percakapan Burung), menulis kisahnya panjang lebar.

Katanya : Rabiah Adawiyah lahir dari keluarga yang sangat miskin yang taat mengabdi kepada Tuhan.

Kemiskinan keluarga itu sedemikian rupa, hingga manakala Rabiah Adawiyah lahir pada malam hari, rumahnya gelap gulita, tanpa lampu. Minyak lampu itu sudah habis. Untuk membeli minyak tanah bagi lampu juga tak punya uang.

Bahkan konon, kata Buya Husein, ia tak juga punya kain/popok untuk membungkus jabang bayi yang masih merah itu.

Baca Juga:

Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Ismail, ayah Rabiah Adawiyah, kemudian terpaksa harus mengetuk pintu demi pintu rumah tetangganya seraya berharap memeroleh bantuan sedikit minyak tanah. Tetapi ia pulang dengan tangan kosong. Ia tak memeroleh apa yang sangat dibutuhkan bagi bayinya itu.

Meski demikian, menurut Buya Husein, ia tak mengeluh. Ia hanya bisa pasrah atas keberadaannya, sambil terus berdo’a kepada Tuhan siang dan malam.

Manakala Rabiah Adawiyah menjadi balita dan sudah bisa makan dengan tangannya sendiri, ia sering merenung seorang diri. Pikiran dan hatinya seperti menyimpan gelisah.

Suatu hari dalam kesempatan makan bersama dengan ayah-ibu dan ketiga kakaknya, Rabiah Adawiyah diam saja. Tangannya tak mau mengambil makanan di hadapannya.

Ketika sang ayah bertanya : ” mengapa kamu tak mau makan, anakku”?.

Rabiah balik bertanya : “apakah makanan ini diperoleh dari cara yang halal?.

Sang ayah, ibu dan kakak-kakaknya terperangah, kaget bukan kepalang.

Pertanyaan itu menakjubkan, justru diucapkan oleh seorang perempuan amat belia. Begitu sang ayah menjawab : “betul anakku, ini ayah dapatkan dari dan dengan cara yang halal”, ia kemudian mau makan.

Ia senang dan bersyukur kepada Allah. Bismillahirrahmanirrahim. (Rul)

Tags: perempuanrabiah adawiyahsosokSufisufi perempuanulamaWaliyullah
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Kholidin

Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

5 Juli 2025
Sekolah Tumbuh

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID