• Login
  • Register
Jumat, 9 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengenal Tubuh, Menjaga Otoritas Diri

Amy Darajati Utomo Amy Darajati Utomo
03/01/2020
in Personal
0
mengenal tubuh

mengenal tubuh

139
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Apa maksud mengenal tubuh, menjaga otoritas diri? Kamu wis ra perawan!” Itulah mungkin kalimat pertama ibuku katakan kalau beliau tahu aku sudah memasukkan sesuatu dalam vaginaku. Mereka bisa jadi akan terlalu shock, berpikir aku tak mampu menjaga diri karena membiarkan kesucianku ‘ternoda’. Padahal, aku hanya menggunakan menstrual cup. Sebuah pengalaman yang aku sesali tak ku lakukan sejak dulu. Semua rasa sakit yang senantiasa menemani masa menstruasiku seperti hilang begitu saja. Aku tak merasakan apa-apa, seperti hari-hari biasa.

Sudah bisa kupastikan, menggunakan menstrual cup adalah salah satu prestasiku tahun 2019 ini. Berbagai dilema berkecamuk dalam pikiranku. Mulai dari harganya yang tak murah, banyak pertanyaan tentang cara penggunaan, dan kebingungan harus bertanya ke mana.

Tapi yang paling memberatkanku adalah tentang status keperawananku. Si selaput dara yang seperti menentukan hargaku sebagai perempuan. Tapi aku akhirnya membulatkan tekad, karena meyakini bahwa selaput dara tidak mendefinisikan diriku. Toh, secara medis, tak dikenal istilah keperawanan. Ia hanyalah selembar lipatan tipis jaringan lunak dan pembuluh darah di pinggiran, bagian depan pintu masuk vagina. Pun, yang penting diketahui, tak semua perempuan lahir memiliki selaput dara.

Pertama kali mencoba tentu tidak mudah. Aku bergidik membayangkan apa rasanya kalau melahirkan. Tapi, setelah mencoba beberapa kali, aku mantap menggunakannya selalu. Aku merasa lebih merdeka selama menstruasi: bebas dari rasa sakit, dan sampah-sampah pembalut yang baru bisa terurai setelah lebih dari 250 tahun. Sungguh memberdayakan untuk mengetahui kalau pengalaman bulananku tidak akan semenyeramkan dulu.

Pengalaman ini mengajarkanku untuk mengenaliku, tubuhku sendiri. Ada yang bilang, tubuh adalah hal terdekat sekaligus terasing dari manusia. Ada yang enggan bahkan untuk menyentuh bagian vitalnya sendiri. Seksualitas seperti hanya boleh dilakukan, dirasakan, tapi tidak untuk dibicarakan. Kita diharuskan untuk membicarakannya di dalam gelap, dengan suara berbisik. Padahal, bagaimana kita bisa menjaga dan merawat tubuh sendiri, jika kita tak mengerti tentangnya?

Baca Juga:

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

Aurat dalam Islam

Aku teringat tentang kisah viral di media sosial, yang ditulis oleh seorang staf puskesmas daerah. Ia bercerita tentang salah seorang pasien anak perempuan yang masih SMP, mengeluhkan penyakit yang dialami oleh pacarnya. Si pacar bilang kalau ia punya penyakit yang sering kambuh, yaitu sel darah putih berlebih. Saat kambuh, si pacar hanya bisa disembuhkan jika si anak perempuan mau dipenetrasi. Anak perempuan datang ke puskesmas, karena khawatir si pacar selalu terlihat mengerang kesakitan.

Terlepas dari kebenaran cerita tersebut, faktanya adalah kasus kekerasan seksual masih merupakan masalah serius. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan sepanjang 2019, kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan mencapai 17 kasus dengan 89 anak menjadi korban.

Saat membaca kisah viral tersebut, mungkin akan ada yang tertawa. Tapi coba kalau kita bayangkan menjadi si anak perempuan, yang dijebak ke dalam perilaku seksual yang tak sepenuhnya ia pahami. Bagaimana jika ia kemudian hamil dan harus berhenti dari sekolah? Bagaimana dengan kesehatan mentalnya? Si anak perempuan mungkin sekali bertanya ke staf puskesmas, karena ia takut untuk bertanya pada keluarga atau gurunya. Ia kemungkinan malah akan dimarahi, disalahkan.

Kenyataannya adalah, kita kekurangan ruang belajar dan berdiskusi tentang tubuh kita sendiri. Anak diasumsikan untuk belajar sendiri terkait seksualitas, di berbagai situs dan ruang gelap. Kata ‘seksualitas’ sendiri dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan. Pelajaran biologi di sekolah hanya mengajarkan tentang alat reproduksi, dan sekelumit pesan: “jaga kehormatanmu wahai perempuan, jangan sampai diperkosa”.

Sekarang, mari kita bayangkan jika kita mempunyai pendidikan seksual komprehensif, sejak dini. Anak diajarkan, bahwa ia memiliki kuasa penuh atas tubuhnya. Ia diizinkan untuk menolak dicium oleh tantenya. Ia diajarkan untuk menolak, berteriak minta tolong, jika ada yang menyentuhnya dan membuatnya tak nyaman. Ia diajarkan bahwa ia harus memberitahu orangtuanya jika ada masalah apapun.

Saat ia semakin besar, ia diajak untuk berdiskusi terkait tubuh dan seksualitasnya. Anak dianggap sebagai manusia utuh, yang berhak atas informasi terkait tubuhnya, tanpa dibohongi.  Bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya adalah hal yang wajar, dan ia juga harus menghormati batas-batas orang lain. Ia juga diberikan informasi, pilihan-pilihan, yang ia punya terkait tubuhnya. Ia juga diajarkan, bahwa setiap pilihan yang ia ambil, memiliki konsekuensi.

Di suatu utopia, si anak perempuan, dengan pengetahuan yang ia punya, bisa menolak (atau bahkan menampar) si pacar dan berkata, “Alah, itu mah kamu nafsu aja! Mau nipu aku ya?!”. Bahkan, sang pacar bisa jadi tak akan mengada-adakan penyakit kelebihan sel darah putihnya itu; ia paham bahwa nafsu yang ia punya memiliki konsekuensi yang mungkin tak sanggup ia tanggung.

Dan aku, bisa bilang ke ibuku, kalau aku sudah memakai menstrual cup. Dan setelah mendengar ceritaku, ibuku hanya berkata: “Oh. Yo wis.”[]

Amy Darajati Utomo

Amy Darajati Utomo

Terkait Posts

Kisah Luna Maya

Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

9 Mei 2025
Waktu Berlalu Cepat

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

9 Mei 2025
Memilih Pasangan

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

8 Mei 2025
Keheningan

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

8 Mei 2025
Separuh Mahar

Separuh Mahar untuk Istri? Ini Bukan Soal Diskon, Tapi Fikih

7 Mei 2025
Aktivitas Digital

Menelaah Konsep Makruf dalam Aktivitas Digital

7 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Kesaksian Perempuan

    Kritik Syaikh Al-Ghazali atas Diskriminasi Kesaksian Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saksi Perempuan Menurut Abu Hanifah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro
  • Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?
  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai
  • Aurat dalam Islam
  • Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version