Rabu, 17 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

    Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hidup yang Bermakna

    Hidup yang Bermakna dalam Perspektif Katolik

    Ruang Digital

    Menjaga Jari di Ruang Digital: Etika Qur’ani di Tengah Krisis Privasi

    Isu perempuan

    Menjadi Lelaki Penyuara Isu Perempuan, Bisakah?

    Lingkungan Perempuan

    Kerusakan Lingkungan dan Beban yang Dipikul Perempuan

    Halaqah Kubra KUPI

    Halaqah Kubra KUPI Dua Ribu Dua Lima yang Sarat Makna

    Kelekatan Spiritual

    Jangan Mudah Menghakimi Keimanan Sesama: Menyelami 5 Gaya Kelekatan Spiritual

    Bencana Sumatra

    Bencana Sumatra, Alarm Keras untuk Implementasi Ekoteologi

    Tradisi dan Modernitas

    Mengurai Kembali Kesalingan Tradisi dan Modernitas

    Disabilitas

    Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

    Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hidup yang Bermakna

    Hidup yang Bermakna dalam Perspektif Katolik

    Ruang Digital

    Menjaga Jari di Ruang Digital: Etika Qur’ani di Tengah Krisis Privasi

    Isu perempuan

    Menjadi Lelaki Penyuara Isu Perempuan, Bisakah?

    Lingkungan Perempuan

    Kerusakan Lingkungan dan Beban yang Dipikul Perempuan

    Halaqah Kubra KUPI

    Halaqah Kubra KUPI Dua Ribu Dua Lima yang Sarat Makna

    Kelekatan Spiritual

    Jangan Mudah Menghakimi Keimanan Sesama: Menyelami 5 Gaya Kelekatan Spiritual

    Bencana Sumatra

    Bencana Sumatra, Alarm Keras untuk Implementasi Ekoteologi

    Tradisi dan Modernitas

    Mengurai Kembali Kesalingan Tradisi dan Modernitas

    Disabilitas

    Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Menghapus Kata Cacat dari Pikiran; Bahasa, Martabat dan Cara Pandang terhadap Disabilitas

Teori Becker memperkuat argumen bahwa perubahan bahasa adalah langkah penting untuk membongkar stigma dan membangun masyarakat inklusif.

Ibnu Fikri Ghozali Ibnu Fikri Ghozali
1 November 2025
in Publik
0
Menghapus Kata Cacat

Menghapus Kata Cacat

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bahasa mencerminkan cara kita berpikir dan memandang dunia. Ia membentuk kesadaran dan menentukan bagaimana kita memperlakukan sesama manusia. Ketika masyarakat masih menggunakan istilah cacat untuk menyebut penyandang disabilitas, kita sebenarnya sedang mempertahankan pola pikir yang menempatkan sebagian manusia pada posisi yang lebih rendah.

Padahal, dalam pandangan Islam, setiap manusia memiliki martabat yang sama dan tercipta dengan hikmah yang tak bisa kita bandingkan dengan ukuran fisik semata. Istilah disabilitas berasal dari bahasa Inggris disability yang berarti keterbatasan dalam fungsi tertentu.

Namun penggunaan istilah cacat yang lazim di Indonesia sering kali membawa makna moral dan sosial yang berat seolah menandakan ketidaksempurnaan atau sesuatu yang patut kita kasihani. Padahal istilah ini tidak hanya mendeskripsikan kondisi seseorang tetapi juga membentuk cara orang lain memandangnya. Dalam banyak kasus kata cacat melahirkan stigma jarak sosial bahkan diskriminasi yang tidak kita sadari.

Masih banyak orang yang tanpa beban berkata “anak cacat,” “orang cacat,” atau “cacat mental” tanpa memikirkan dampak emosionalnya. Bahasa seperti itu menempatkan individu sebagai objek stigma bukan subjek yang memiliki martabat. Padahal penyandang disabilitas bukanlah manusia cacat secara nilai atau kapasitas. Maka penting untuk menghapus kata cacat ini dari pikiran.

Mereka memiliki potensi kecerdasan dan semangat hidup yang sering kali justru lebih kuat dari kebanyakan orang yang kita sebut normal. Karena itu istilah disabilitas atau difabel different ability jauh lebih tepat dan manusiawi.

Bahasa yang  masyarakat gunakan berperan besar dalam membentuk perilaku sosial. Ketika seseorang kita beri label negatif lingkungan cenderung memperlakukannya sesuai label itu. Anak yang tumbuh dengan sebutan cacat mungkin tumbuh dengan rasa rendah diri karena lingkungan terus menegaskan bahwa dia berbeda.

Labeling Theory

Fenomena ini dapat kita jelaskan melalui Labeling Theory yang dikemukakan oleh Howard Becker(1963). Teori ini menyatakan bahwa ketika seseorang terberi label negatif oleh masyarakat misalnya cacat maka individu itu cenderung mendapat perlakuan sesuai label tersebut. Bahkan dapat mulai menginternalisasi identitas itu. Labeling bukan hanya deskriptif ia membentuk realitas sosial dan memengaruhi cara orang lain serta diri sendiri memandang individu yang dilabeli.

Ini menekankan bahwa penggunaan istilah cacat bukan sekadar masalah bahasa tetapi menciptakan stigma sosial yang melekat pada penyandang disabilitas. Sebaliknya dengan menggunakan istilah yang lebih manusiawi seperti disabilitas atau difabel masyarakat dapat mengurangi efek labeling negatif membuka ruang kesetaraan dan menegaskan martabat individu. Teori Becker memperkuat argumen bahwa perubahan bahasa adalah langkah penting untuk membongkar stigma dan membangun masyarakat inklusif.

Bahasa bukan sekadar alat komunikasi melainkan juga cermin struktur kekuasaan. Mereka yang dominan menentukan istilah yang digunakan dan istilah itu bisa menciptakan ketidakadilan. Karena itu mengubah cara berbicara tentang penyandang disabilitas adalah langkah pertama menuju masyarakat yang lebih adil dan inklusif.

Evolusi Bahasa tentang Disabilitas

Penelitian oleh Erin E, Andrews Robyn, M Powell, dan Kara Ayers (2022) dalam Disability and Health Journal menjelaskan bahwa evolusi bahasa tentang disabilitas mencerminkan perubahan paradigma sosial.

Istilah seperti person first language orang dengan disabilitas dan identity first language penyandang disabilitas muncul sebagai bentuk penghormatan terhadap identitas dan preferensi individu. Bahasa bukan sekadar urusan terminologi ia adalah alat perjuangan untuk memulihkan martabat dan memperluas ruang kesetaraan. Bahasa bisa menjadi alat penindasan tetapi juga bisa menjadi alat pembebasan.

Masyarakat kita sering kali berhenti pada rasa simpati terhadap penyandang disabilitas. Mereka terpuji karena luar biasa bisa bekerja atau menginspirasi karena tetap berjuang. Padahal yang mereka butuhkan bukanlah simpati melainkan pengakuan atas hak dan kapasitasnya sebagai manusia yang setara. Rasa simpati yang berlebihan justru bisa berubah menjadi bentuk ableism sikap yang secara halus menempatkan mereka di bawah standar manusia normal.

Di dunia kerja diskriminasi terhadap penyandang disabilitas sering kali muncul dalam bentuk halus kesempatan promosi yang lebih kecil lingkungan kerja yang tidak aksesibel. Atau rekan kerja yang memperlakukan mereka seolah butuh bantuan terus-menerus. Padahal banyak riset menunjukkan bahwa inklusi di tempat kerja justru membawa dampak positif bagi produktivitas dan moral organisasi.

Lingkungan Kerja yang Inklusif

Penelitian oleh Fitore Hyseni, Douglas Kruse, Lisa Schur, dan Peter Blanck  (2022) menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang inklusif terhadap penyandang disabilitas meningkatkan loyalitas kreativitas dan perilaku kewargaan organisasi organizational citizenship behavior.

Ketika karyawan merasa terhargai tanpa syarat mereka cenderung berkontribusi lebih aktif dan membangun suasana kerja yang sehat. Inklusi bukan sekadar kewajiban moral tetapi investasi jangka panjang yang memperkuat organisasi.

Namun kebijakan inklusif tidak cukup jika hanya berhenti di permukaan. Banyak perusahaan yang mempekerjakan penyandang disabilitas untuk memenuhi kuota tetapi tidak menyiapkan sarana kerja yang memadai.

Sebuah perusahaan yang ramah disabilitas seharusnya memastikan aksesibilitas fisik menyediakan perangkat kerja adaptif serta menumbuhkan kesadaran di kalangan karyawan bahwa perbedaan bukan hambatan melainkan bagian dari keragaman manusia.

Menilik Prinsip Kesalingan

Prinsip kesalingan menjadi kunci dalam memandang isu disabilitas. Kesalingan mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki peran dan nilai yang bisa saling melengkapi.

Relasi antara penyandang disabilitas dan masyarakat bukanlah relasi antara penerima bantuan dan pemberi bantuan melainkan hubungan setara antar-manusia. Kesetaraan bukanlah hadiah yang diberikan oleh yang kuat kepada yang lemah melainkan hak yang melekat pada setiap insan.

Melalui prinsip ini dunia kerja pendidikan dan ruang sosial seharusnya kita atur berdasarkan nilai kolaborasi bukan belas kasihan. Ketika kita memperlakukan penyandang disabilitas sebagai bagian dari masyarakat yang berdaya kita sedang mengembalikan fitrah kemanusiaan yang sejati.

Dalam kerangka itulah Islam mengajarkan penghormatan kepada manusia tanpa memandang kondisi fisiknya karena kemuliaan terukur dari kontribusi dan kemanfaatannya kepada sesama.

Menghapus kata cacat dari pikiran bukan hanya soal mengganti istilah tetapi soal membongkar cara pandang lama yang hierarkis. Bahasa adalah pintu kesadaran. Ketika kita mulai menggunakan istilah yang lebih adil kita sedang membentuk masyarakat yang lebih berempati dan setara. Langkah sederhana seperti memilih kata yang tepat mendengarkan pengalaman penyandang disabilitas atau mendukung kebijakan inklusif adalah bentuk nyata dari perubahan sosial yang bermartabat.

Perjuangan kesetaraan bagi penyandang disabilitas adalah bagian dari perjuangan kemanusiaan itu sendiri. Ia bukan isu pinggiran tetapi cermin dari sejauh mana kita memahami nilai-nilai keadilan. Menghapus kata cacat dari pikiran adalah langkah awal untuk menghapus diskriminasi dari kehidupan sosial kita. Dari bahasa yang memuliakan lahirlah masyarakat yang memanusiakan. []

Tags: AksesibilitasBahasaHak Penyandang DisabilitasLabelMenghapus Kata CacatSimbolstigma
Ibnu Fikri Ghozali

Ibnu Fikri Ghozali

Saat ini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Prince of Songkla University, Thailand.

Terkait Posts

Disabilitas
Publik

Disabilitas: Bukan Rentan, Tapi Direntankan

15 Desember 2025
Hak Bekerja
Publik

Hak Bekerja: Mewujudkan Dunia Kerja yang Inklusif bagi Disabilitas

13 Desember 2025
Bencana Ekologis
Publik

Bencana Ekologis Sumatra dan Pengalaman Disabilitas yang Masih Sering Terlupakan

10 Desember 2025
Keadilan Tuhan bagi Disabilitas
Publik

Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

6 Desember 2025
Jurnalisme Inklusi
Publik

Menghapus Stigma, Menguatkan Suara: Pentingnya Jurnalisme Inklusi bagi Difabel

3 Desember 2025
Jurnalisme Empati  
Publik

Disabilitas, Bencana Alam, dan Jurnalisme Empati  

1 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Halaqah Kubra KUPI Dua Ribu Dua Lima yang Sarat Makna

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kerusakan Lingkungan dan Beban yang Dipikul Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjadi Lelaki Penyuara Isu Perempuan, Bisakah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hidup yang Bermakna dalam Perspektif Katolik
  • Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban
  • Menjaga Jari di Ruang Digital: Etika Qur’ani di Tengah Krisis Privasi
  • KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan
  • Menjadi Lelaki Penyuara Isu Perempuan, Bisakah?

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID