• Login
  • Register
Jumat, 31 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mengkritik Bagaimana Pemberitaan Media tentang Pemerkosaan

Perspektif korban pemerkosaan masih diabaikan oleh media, kerap kali diobjektivikasi dan menjadi komoditi demi konten semata.

Irma Khairani Irma Khairani
24/06/2021
in Publik
0
Pemerkosaan

Pemerkosaan

224
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Telah terjadi lagi kasus pemerkosaan. Kali ini pelakunya adalah seorang polisi yang bertugas di Polsek Jailolo Selatan, Polres Halmahera Barat, Maluku Utara yang memerkosa korbannya di Mapolsek Sidangoli, Kabar ini didapatkan dari seorang sahabat, Galang Tarafannur. Saat ini ia pun bertempat tinggal di Maluku Utara, tepatnya di Pulau Bacan, Halmahera Selatan, berita tersebut dikirimkannya melalui direct message Instagram

Galang mengirimkan sebuah berita online dari portal berita Tandaseru.com dengan headline “Oknum Polisi di Maluku Utara Diduga Setubuhi Remaja di Mapolsek”. Setelah rampung membacanya, kesal dan geram mulai terasa. Ada dua hal yang menjadi sorotan setelah selesai membaca berita pemerkosaan tersebut.

Pertama, mengenai sebuah institusi yang mestinya dapat menjadi ruang aman bagi masyarakat. nyatanya menjadi tempat perbuatan yang keji dan hina seperti pemerkosaan tersebut. Bahkan, pemerkosaan dilakukan oleh aparat keamanan negara yang mestinya dapat menjadi pelindung dan penyelamat, namun nyatanya menjelma menjadi makhluk yang kejam; pelaku pemerkosaan.

Kedua, konten berita yang tak memiliki perspektif korban. Identitas korban terus-menerus dinarasikan bahkan hampir secara detail. Hanya nama korban saja yang belum sempat disebut. Dari headline sudah dapat terlihat bagaimana dalam penulisan kontennya tak menggunakan perspektif korban dengan menyebutkan korban adalah seorang remaja. Kemudian, dalam narasi konten, pewarta menarasikan usia korban, aktivitas korban, dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh korban yang tak mesti ada dalam berita seperti “korban akhirnya menyerah” dan “korban terus menangis” yang dapat menyudutkan korban.

Cukup terlihat dalam berita tersebut, upaya untuk tidak mendeskripsikan atau upaya menutupi identitas pelakunya, misalnya dengan menggunakan kata “oknum”. Lalu, tak ada identitas dan penjelasan lain mengenai pelaku selain di mana tempatnya bertugas, juga belum dijelaskan bagaimana sanksi yang diberikan terhadap pelaku.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja
  • Bisakah Perempuan Haid atau Nifas Mendapat Pahala Ibadah di Bulan Ramadan?
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

Baca Juga:

Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja

Bisakah Perempuan Haid atau Nifas Mendapat Pahala Ibadah di Bulan Ramadan?

Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

Media-media di Indonesia lebih mengutamakan bagiamana pembaca dapat tertarik untuk mengklik berita yang ingin dibaca dengan headline yang sensasional, hal ini dikenal dengan istilah clickbait. Clickbait merupakan judul yang disajikan dengan diksi-diksi popular, cenderung berlebihan, dan sensasional. Pemberitaan yang disampaikan juga cenderung tak melindungi korban dan identitas korban dideskripsikan hampir secara detail yang mestinya tindakan tersebut tak dilakukan karena dapat mengancam korban dan membuat korban merasa diperkosa dan mengalami kekerasan berkali-kali.

Diksi-diksi yang digunakan dalam penyampaian berita mestinya diksi yang bersifat netral. Sora Mills mengikuti Michel Foucault memahami bahwa bahasa atau teks merupakan alat kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud adalah strategi, bukan dalam hal penindasan atau represi tetapi melalui bahasa dan budaya. Strategi ini berupa “normalisasi” nilai-nilai dominan atau dengan melekatkan citra tertentu pada realitas sosial. dari bahasa atau kata tertentu dapat mencitrakan suatu hal menjadi baik atau buruk. Inilah yang mestinya sangat diperhatikan oleh media dalam pemberitaannya mengenai kasus kekerasan seksual.

Dengan menyebut pelaku sebagai “oknum polisi” dibandingkan “seorang polisi”, terlihat bagaimana citra yang ingin tetap dipertahankan bahwa polisi merupakan sebuah institusi yang suci, dan apabila ada yang menodai dengan perbuatan yang melanggar aturan dan tercela mereka adalah oknum.

Upaya tersebut dilakukan untuk menyelamatkan citra institusi, untuk menjelaskan bahwa tidak semua polisi seperti itu, pelaku hanyalah sebagian kecil dari institusi atau bahkan pelaku bukanlah bagian dari institusi tersebut.

Kemudian, konten berita yang disampaikan dengan diksi dan bahasa yang sensasional dan objektivikasi terhadap korban dapat memframing opini masyarakat mengenai kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi. Framing media terhadap pemberitaan kasus kekerasan seksual sangat berpengaruh terhadap opini masyarakat, dan bagaimana pandangan masyarakat terhadap kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi.

Dengan pemberitaan yang tak membahas konteks secara substansial dari suatu kasus dapat menimbulkan pemahaman yang keliru pada pandangan masyarakat. Berita yang cenderung menyudutkan korban secara tak langsung turut serta dalam melanggengkan stigma-stigma negatif yang ada dalam masyarakat, yang mana seolah-olah kekerasan yang terjadi adalah suatu kewajaran karena kesalahan korban.

Seperti narasi yang disampaikan dalam berita tersebut yang bisa saja menstimulasi pemikiran masyarakat, apalagi masyarakat yang masih cenderung patriarki, yaitu narasi “Lantaran sudah kemalaman, keduanya memutuskan menginap di Sidangoli, di penginapan Mari Sayang.” Narasi tersebut dapat melahirkan pemikiran seperti “yaa.. salah sendiri kok pergi malam-malam” atau “ya… makanya kalau pergi itu dengan orang tua” dan pemikiran-pemikiran lainnya yang dapat saja menyudutkan korban.

Perspektif korban dan kepentingan korban masih diabaikan oleh media. Korban kekerasan seksual kerap diobjektivikasi dan menjadi komoditi demi konten semata. Mestinya media dapat memframing opini masyarakat mengenai kekerasan seksual dan mendobrak stigma-stigma negatif yang kerap dilekatkan terhadap korban. []

 

Tags: GenderkeadilanKekerasan seksualkekerasan terhadap perempuanKesetaraanpemerkosaanperempuanSahkan RUU PKS
Irma Khairani

Irma Khairani

Irma telah rampung menamatkan studi sarjana Ilmu Politik di Universitas Nasional. Isu gender, pendidikan, dan politik adalah minatnya, saat ini aktif di komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Konsep Ekoteologi

Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam

30 Maret 2023
Kasih Sayang Islam

Membangun Kasih Sayang Dalam Relasi Laki-laki dan Perempuan Ala Islam

29 Maret 2023
Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

28 Maret 2023
Tradisi di Bulan Ramadan

Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

28 Maret 2023
Propaganda Intoleransi

Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

27 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hikmah Puasa

    Hikmah Puasa dalam Psikologi dan Medis: Gagalnya Memaknai Arti Puasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Goethe Belajar Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Puasa: Menahan Nafsu Atau Justru Memicu Food Waste?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja
  • Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam
  • Nafkah Keluarga Bisa dari Harta Istri dan Suami
  • Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu
  • Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist