• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengubah Paradigma Perempuan yang Insecure

Peran perempuan telah turut andil dalam menyerukan kesetaraan gender, sebagaimana prinsip Al-Qur’an yang berbunyi “hunna libasul lakum wa antum libasul lahun” (Perempuan adalah pakaian bagi laki-laki, dan laki-laki adalah pakaian perempuan). Ayat ini menunjukkan bahwa kesataran gender adalah agar peran laki-laki dan perempuan itu saling melengkapi, bukan saling merendahkan dan menjunjung martabat tertentu.

Irfan Fauzi Irfan Fauzi
21/05/2021
in Personal
0
Perempuan

Perempuan

414
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kajian kesetaraan gender selalu menjadi perhatian khusus dari kalangan feminisme. Feminisme acap kali diartikan sebagai suatu gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak antara perempuan dan laki-laki Lebih lanjut lagi, makna feminisme mengalami peluasan makna, yakni gerakan feminisme bukan hanya berangkat dari kalangan perempuan, melainkan beberapa kaum pria pun turut andil dalam memerankan paham feminis tersebut.

Hal ini terbukti dengan munculnya peran laki-laki yang secara prinsipil melek akan ketimpangan gender terhadap perempuan yang sudah menjadi historis-sosio-kultural berbasis patriarki. Meminjam teori New Historicism fenomena ini disebabkan adanya pengaruh hubungan timbal balik antara teks dan konteks (manusia dan kebudayaan). Manusia dibentuk dan ikut membentuk kebudayaan tempat mereka hidup. (Greenblatt, 2015:5)

Teks turun dalam ruang dan waktu yang senantiasa berubah mengikuti zaman (temporal). Sehingga teks tersebut mengalami internalisasi yang kemudian memunculkan paradigma bersifat multi-interpretasi (multi penafsiran). Secara historis pun, penafsiran teks-teks keagamaan dilakukan oleh mufasir laki-laki. Penafsiran mengenai ayat tentang laki-laki dan perempuan selalu mengikuti perspektif laki-laki dan “mengenyampingkan” perspektif perempuan.

Di samping itu, budaya Arab dimana sebelum teks itu turun, kaum perempuan selalu diperlakukan sebagai makhluk nomor dua (subordinasi). Sosio-kultural yang terjadi di Arab, lambat laun menghilang satu-persatu setelah terbitnya cahaya Islam yang membawa angin segar dari belenggu demoralisasi masa itu. Meski demikian, nampaknya budaya marginalisasi perempuan belum sirna sepenuhnya. Lantas bukankah prinsip hadirnya Al-Qur’an dan Hadis di muka bumi ini sebagai rahmatal lil ‘alamin, artinya tidak membedakan peran sosial antara laki-laki dan perempuan? Sementara pemahaman teks sampai sekarang masih berbasis patriarki?.

Inilah yang membuat penulis tertarik untuk lebih lanjut mendalami polemik yang belum menemukan titik terang hingga saat ini. Sebagai buktinya adalah hadirnya aktivis feminisme itu sendiri. Berbagai kajian literatur tentang diskursus gender ini sudah barang tentu banyak sekali penelitian yang menjawab persoalaan tersebut. Bahkan beberapa kalangan cendikiawan menjadi garda terdepan dalam menyerukan keadilan gender. KH Husein Muhammad misalnya, beliau merupakan salah satu cendikiawan muslim yang mayoritas kajian tulisannya berbasis keadilan gender, seperti Fiqh Perempuan, Menuju Fiqh Baru, dan sebagainya.

Baca Juga:

KB dalam Pandangan Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Adapun fokus penulisan di sini adalah penulis hendak membuka wawasan kepada kaum perempuan yang sebagai “objek bias gender” untuk meyakinkan bahwa kaum perempuan bukan terlahir sebagai makhluk subordinasi, ia memiliki peran yang sama hebatnya dengan kaum laki-laki (superior).

Namun persoalannya adalah beberapa dari kalangan perempuan masih belum sepenuhnya memahami atas pernyataan tersebut. Sifat inferior ini merupakan konsekuensi logis yang lahir dari sosio-kultural berbasis patriarki. Bersamaan dengan persoalan tersebut, tulisan ini akan menjawab secara obyektif sebagai upaya mengikis paradigma inferior tersebut.

Kenapa transformasi (baca mengubah) paradigma dianggap penting? Sebab salah satu di antara jawaban adalah manusia hidup dilahirkan dalam konteks ruang dan waktu, sosial dan budaya akan selalu dominan mempengaruhinya, sedangkan hingga konteks sekarang persoalan marginalisasi, diskriminasi, atau pelecehan seksual, terus mewarnai kehidupan manusia. Mereka yang tidak memiliki prinsip secara spiritual dan moral akan terbawa arusnya.

Oleh karenanya, kasus-kasus terkait ketimpangan sosial terhadap perempuan, dimana perempuan tidak diperkenankan tampil di ruang publik, hanya mengurusi wilayah domestik, serta ruang gerak dan pemikirannya dibatasi. Semua itu terjadi sebab kaum perempuan tidak segera membuka cakrawala paradigmanya sebagai perempuan yang mampu “setara” dengan kaum laki-laki.

Lebih lanjut, penulis akan melihat ke belakang, bagaimana peran seorang perempuan di masa teks turun dengan membawa nilai-nilai islam rahmatal lil ‘alamin. Di antara sahabat dari kalangan perempuan yang sudah membuka paradigma baru terhadap fenomena ketimpangan gender, adalah Sayyidah Aisyah binti Abu Bakar, istri Rasulullah Saw. Beliau termasuk pejuang feminisme kala itu, hingga tak heran gelar Ummul Mu’minin tersematkan kepadanya. Aisyah merupakan sosok yang pemberani, kokoh, dan tegar. Dia juga sering ikut terjun dalam medan perang.

Selain Aisyah, ada pula Ummu Salamah, istri Rasulullah, yang menanyakan kepada Nabi terkait turunnya wahyu kenapa hanya laki-laki yang diapresiasikan dalam Al-Qur’an. Begitu pula Ummu Ammarah al-Anshariyah, pahlawan perang Uhud, yang menanyakan hal yang sama terkait turunnya wahyu yang hanya berisi laki-laki, sedang perempuan tidak disebutkan.

Ummu Athiyah al-Anshariyah, sahabat perempuan yang telibat peperangan bersama Nabi, tugasnya sebagai pembuat makanan untuk pejuang muslimin, mengobati dan merawat tentara yang terluka. Ummu Haram binti Malihan, bibi dari sahabat Anas bin Malik yang turut andil ke medan perang.

Ummu Hani, sepupu Rasulullah yang memberikan strategi keamanan kepada kaum musyrikin yang termasuk aspek bidang politik. Salma, sahabat perempuan yang ahli dalam pengobatan dan kebidanan, Salma juga asisten Nabi, pernah membantu Khadijah dalam prosesi melahirkan, dia juga yang merawat dan mengobati Fathimah, putri Nabi, di kala sakitnya.

Demikian beberapa peran sahabat perempuan yang turut andil dalam pergerakan sosial, di samping budaya patriarki kala itu masih kental. Namun kenyataannya para sahabat perempuan telah meyakini bahwa nilai-nilai teks keagamaan sama sekali tidak mempersempit ruang gerak dan pemikiran mereka. Inilah yang dimaksud dengan transformasi paradigma, yang dulunya kaum hawa terdiskriminasi dengan budaya patriarki, tetapi sejalan dengan hadirnya teks-teks yang turun, mereka mulai membuka dan merubah paradigma dari keterpurukan persoalan tersebut.

Maka dari itu, kesimpulan yang hendak penulis sampaikan dalam konteks sekarang adalah kaum perempuan sudah saatnya bangkit dari paradigma yang menyatakan ruang gerak dan pemikiran perempuan itu dibatasi (inferior) menuju perubahan paradigma yang lebih merdeka (superior).

Dengan demikian, peran perempuan telah turut andil dalam menyerukan kesetaraan gender, sebagaimana prinsip Al-Qur’an yang berbunyi “hunna libasul lakum wa antum libasul lahun” (Perempuan adalah pakaian bagi laki-laki, dan laki-laki adalah pakaian perempuan). Ayat ini menunjukkan bahwa kesataran gender adalah agar peran laki-laki dan perempuan itu saling melengkapi, bukan saling merendahkan dan menjunjung martabat tertentu. []

 

Tags: Budaya Patriarkifeminismegerakan perempuanislamkeadilanKesetaraanperempuansahabat nabiSejarah Dunia
Irfan Fauzi

Irfan Fauzi

Penulis adalah Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Alumni Kelas Kepenulisan NU Online 2021, Tim Jurnalistik di PP. Al-Munawwir dan PP. Kempek

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version