• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menjadi Laki-laki Baru di Manapun Kau Berada

Di mana pun kita berpijak, maka di sana lah laki-laki dan perempuan harus melakukan perlawanan untuk membela keadilan untuk sesama.

Hoerunnisa Hoerunnisa
16/06/2021
in Personal
0
Laki-laki

Laki-laki

221
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Apakah kalian sering ikut diskusi isu kesetaraan gender? Coba lihat pesertanya, rata-rata kebanyakan perempuan, betul nggak? Padahal dilihat dari objek kajiannya bukan hanya perempuan saja, karena ngobrolin ketidakadilan gender dirasakan juga oleh laki-laki.

Contoh realitanya, tuntutan pada laki-laki yang harus selalu memperlihatkan  sisi kemaskulinannya, dia dituntut untuk tidak terlihat lemah. Ketika laki-laki menangis, sering kali menerima cap sebagai “Laki-laki yang menyerupai perempuan” atau “Laki-laki lemah” bahkan disebut “Banci” padahal menangis adalah bagian dari ekspresi manusia, dan itu wajar.

Jika kita cermati secara seksama, dalam relasi pacaran laki-laki kebanyakan dituntut selalu siap siaga menjaga perempuan kapanpun. Laki-laki merasa bertanggungjawab atas psikologi dan ekonomi perempuan, bukankah itu sangat memberatkan laki-laki?

Jika dilihat dari kacamata gender, dalam relasi pacaran tidak ada aturan sama sekali yang membenarkan hal tersebut, karena keduanya sama-sama bertanggungjawab pada kehidupannya masing-masing. Jadi laki-laki tidak perlu merasa harus mentraktir pasangannya saat kencan, apalagi keduanya masih ditanggung oleh orangtuanya.

Diakui atau tidak, kita hidup dalam dunia yang standar kesempurnaannya ditentukan oleh masyarakat, termasuk tentang standar kesempurnaan laki-laki. Keadaan menuntutnya harus selalu terlihat maco.  Padahal kita tidak bisa memukul rata semua laki-laki, karena setiap laki-laki punya kepribadian yang berbeda-beda.

Baca Juga:

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Dari sana, sangat jelas bahwa keadilan gender tidak bisa tercapai hanya dengan perjuangan perempuan saja. Jika hanya perempuan yang memahami isu gender dan laki-laki tidak peduli, maka tidak akan seimbang pemahaman di antara keduanya. Penindasan atas nama gender akan terus ada dan saling bergantian.

Sebenarnya peran laki-laki dalam memperjuangkan kesetaraan gender tidak melulu harus ikut aksi dan meneriakkan segala bentuk tuntutan kesetaraan gender. Namun bisa juga dengan hal yang sederhana. Di mana kaki berpijak, maka di sanalah kita harus memperjuangkan kesetaraan gender.

Seperti yang dilakukan oleh teman saya. Bagi saya dia adalah seorang laki-laki baru. Kenapa demikian? Karena dia seorang laki-laki yang tidak sama sekali memanfaatkan privilege nya sebagai manusia yang memiliki penis. Baginya menolong kaum rentan objek ketidakadilan gender seperti halnya perempuan lebih penting dari pada menikmati keuntungannya sebagai laki-laki. Jarang sekali laki-laki seperti ini, kan?

Dia adalah seorang laki-laki yang terbuka pikirannya untuk belajar isu gender. Sempet beberapa kali  saya membicarakan tentang isu gender dengannya. Bagi saya dia bukan seorang ahli feminis yang faham banyak teori, tetapi baik dalam pengaplikasiannya. Dia mampu melampaui budaya lama dan menjadi laki-laki baru.

Teman saya yang seorang guru di salah satu SMP deket rumahnya, beberapa waktu lalu dia bercerita tentang perjuangannya menjadi seorang feminis di sekolah. Walaupun dia tidak pernah menyebut dirinya sebagai seorang feminis, tetapi bagi saya dengan keputusan dan tindakannya dia adalah seorang feminis.

Saat sekolah tempat kerjanya sedang merayakan hajat organisasi intra sekolah, yaitu pemilihan ketua OSIS. Ada beberapa kandidat calon ketua, kebetulan salah satu kandidatnya adalah perempuan. Secara kapasitas, personaliti, dan kemampuannya untuk memimpin, kandidat perempuan lebih unggul dari yang lain, dan semua guru mengamini hal itu.

Tetapi kerena dia adalah seseorang yang berjenis kelamin perempuan, kebanyakan guru tidak  sepakat jika dia yang menjadi ketua OSIS, dengan alasan “Kalau masih ada laki-laki, ya sudah laki-laki saja dulu!”. Padahal seharusnya jika ada yang kompeten memimpin, kenapa harus memaksakan orang yang tidak mampu. Tentu akan lebih adil jika menentukan peran sosial berdasarkan kemampuan subjeknya, bukan karena dia memiliki vagina atau penis.

Untungnya teman saya adalah seorang laki-laki baru yang memiliki perspektif gender. Dia menentang keputusan guru-guru tersebut. Menurutnya tidak adil jika pemilihannya didasarkan atas jenis kelamin, jika ingin seperti itu kenapa dari awal membuka pendaftaran untuk perempuan dan laki-laki? Bukannya itu artinya posisi ketua OSIS ini diperbolehkan untuk siapapun?.

Akhirnya penjelasan teman saya bisa membuka mata dan fikiran guru-guru tersebut. Congratulation! Akhirnya kandidat perempuan dengan kapasitasnya terpilih menjadi ketua OSIS. Ini merupakan sebuah pencapaian yang bagus.

Dari sana kita sadar nyatanya dalam lingkungan sekolah yang cenderung di dalamnya orang berpendidikan, banyak terjadi perampasan hak asasi manusia atas nama gender. Terlebih isu gender yang kurang populer di kalangan sekolah tentu membutuhkan tenaga ekstra untuk menyebarkan ke wilayah sekolah.

Dari kisah teman saya tersebut, dia seorang laki-laki baru yang berfikir maju dan memanfaatkan posisinya sebagai guru untuk menyebarkan isu kesetaraan gender. Jadi di manapun kamu berpijak, maka di sanalah kamu harus melakukan perlawanan untuk membela keadilan untuk sesama. []

Tags: Aliansi laki-Laki BaruGenderkeadilanKesetaraanlaki-lakiperempuan
Hoerunnisa

Hoerunnisa

Perempuan asal garut selatan dan sekarang tergabung dalam komunitas Puan menulis

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID