• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Stigma Perempuan Kurang Akal dan Kurang Agama Mencederai Islam

Akses pendidikan yang sangat terbatas di masa lampau jelas menjadikan perempuan kurang akal dan kurang agama saat itu. Namun hal itu tidak relevan dengan kenyataan hari ini, ketika perempuan mendapatkan kesetaraan pendidikan dengan laki-laki

Sulma Samkhaty Maghfiroh Sulma Samkhaty Maghfiroh
20/09/2021
in Personal
0
Sesama Perempuan

Sesama Perempuan

350
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bukan satu dua orang saja yang pernah mendengar pernyataan bahwa perempuan adalah makhluk yang kurang akal dan kurang agama. Tidak tanggung-tanggung, pernyataan itu bahkan didasari dengan hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, seakan sudah menjadi final bahwa perempuan ditakdirkan untuk menjadi manusia yang kurang akal dan kurang agama. Namun, benarkah demikian?

Penulis buku “Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah”, Kyai Faqihuddin Abdul Kodir membahas perihal musykil hadits perempuan kurang akal dan kurang agama pada sesi tadarus Minggu pagi secara virtual melalui zoom dan siaran langsung di kanal Youtube miliknya.

Di awal sesi, Kyai Faqih menyinggung sedikit tentang ummu-l-mukminin Khadijah. Sosok perempuan yang pertama mengenal Islam secara langsung dari Rasulullah bahkan merelakan hartanya digunakan untuk membesarkan agama Islam, apakah stigma kurang akal dan kurang agama akan dilekatkan kepada beliau? Jelas tidak, bahkan menurutku Khadijah dengan sangat jelas merepresentasikan sosok perempuan dengan akal dan agama yang penuh.

Kyai Faqih menjelaskan matan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang dianggap sebagai landasan stigma perempuan kurang akal dan kurang agama. Matan hadits yang berbunyi “Maa ra-aytu min naaqishaati ‘aqlin wa diinin adzhaba lilubbi-r-rojuli-l-haazimi min ihdakunna yaa ma’syara-n-nisaak…” yang artinya “Aku tidak melihat sebagian perempuan yang (dianggap) kurang akal dan kurang agama, (namun) mampu menghilangkan keteguhan (akal) laki-laki yang kokoh…”. Mengutip dari pendapat Abu Syuqqoh yang mengatakan bahwa narasi hadits ini tidak membicarakan norma, melainkan sebuah bentuk komunikasi mujamalah.

Kyai Faqih lantas membuat pola mujamalah ini menjadi lebih jelas dengan ungkapan “Jika dengan kurang akal dan kurang agama saja, perempuan dapat mengalahkan akal laki-laki yang kokoh, bagaimana jika perempuan dengan akal dan agama yang utuh?” Ungkapan ini seakan menjadi sinyal yang jelas bahwa hadits ini tidak memberikan stigma buruk pada perempuan sebagai makhluk kurang akal dan kurang agama, melainkan sebagai sebuah bentuk pujian dalam bentuk kalimat mujamalah.

Baca Juga:

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

Nyai Luluk Farida, moderator tadarus Minggu pagi juga menambahi bahwa pada matan hadits, tersebut, kalimat ”Maa ra-aytu…” yang merupakan bentuk dari sebuah kata kerja lampau (fi’il madhi), sangat mungkin jika hadits ini merujuk pada keadaan perempuan di masa lampau. Akses pendidikan yang sangat terbatas di masa lampau jelas menjadikan perempuan kurang akal dan kurang agama saat itu. Namun hal itu tidak relevan dengan kenyataan hari ini, ketika perempuan mendapatkan kesetaraan pendidikan dengan laki-laki, hasilnya tidak sedikit perempuan yang menjadi lebih pintar dari laki-laki.

Pendapat Nyai Luluk selaras dengan hasil penelitian James Flynn, seorang profesor yang ahli dalam pengujian IQ dari Selandia Baru. Flynn mengatakan bahwa dalam 100 tahun terakhir, IQ perempuan meningkat lebih cepat dari laki-laki. Menurutnya hal ini adalah hasil dari modernitas, dimana perempuan mendapatkan kesetaraan pendidikan dengan laki-laki.

Setali tiga uang dengan keduanya, Kyai Faqih menambahkan dengan menjelaskan bahwa naqisoti ‘aqlin tidak berarti kurang akal, melainkan kurang berfikir. Dan kurang berfikir bukan karena tidak mampu berfikir, tetapi kurangnya pembiasaan, latihan dan pendidikan, yang di masa lampau memang belum banyak didapatkan oleh perempuan.

Islam menyapa baik laki-laki maupun perempuan sebagai manusia utuh yang mendapatkan mandat sebagai khalifah di muka bumi. Maka, kelelakian tidak menambah kemuliaan dan keperempuanan tidak mengurangi keutamaan, begitu juga sebaliknya. Akal laki-laki maupun perempuan tidak berkembang karena jenis kelamin, melainkan melalui pembiasaan, latihan dan pendidikan.

Tanpanya, bukan hanya perempuan yang berpotensi menjadi kurang akal dan kurang agama, karena hal serupa juga potensial terjadi pada laki-laki. Untuk itu, hadits-hadits yang berkenaan dengan akal dan perempuan harus dimaknai secara simbolik agar tidak bertentangan dengan fakta kehidupan, ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip Islam.

Di penghujung tadarus, Kyai Faqih berpesan agar tidak menggunakan hadits ini untuk mendiskriminasi perempuan dengan stigma kurang akal dan kurang agama, karena hal ini tidaklah syar’i dan Islami, bahkan mencederai visi besar Islam yakni rahmatan lil ‘alamin (menjadi rahmat bagi semesta) dan visi Rasulullah Muhammad Saw yakni akhlak karimah.

Menjadi tidak salah jika perempuan menolak stigma kurang akal dan kurang agama yang disematkan kepada mereka, karena sejatinya jenis kelamin yang sifatnya given bukanlah tolok ukur kemuliaan dan kenistaan seseorang. Melainkan keimanan, akhlak mulia, dan amal salih lah yang menjadi tolok ukur kemuliaan manusia. []

Tags: Buku Perempuan Bukan Sumber FitnahFaqihuddin Abdul KodirMubadalahperempuanperspektif mubadalahTadarus BukuTafsir Hadits
Sulma Samkhaty Maghfiroh

Sulma Samkhaty Maghfiroh

Penulis Merupakan Anggota Komunitas Puan Menulis, dan berasal dari Ungaran Jawa Tengah

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID