• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pemimpin Perempuan di Pondok Pesantren, Bolehkah?

Ketaatan total perempuan pada laki-laki menjadi pandangan hidup yang terus menerus dikonstruksi di pesantren. Keluasan ilmu yang perempuan miliki tidak serta merta menjadikannya memiliki hak ijtihadi

Laily Nur Zakiya Laily Nur Zakiya
01/11/2022
in Personal
1
Pondok Pesantren

Pondok Pesantren

927
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kepemimpinan perempuan masih menjadi perdebatan di kalangan masyarakat, terutama di pondok pesantren. Pada umumnya, pondok pesantren sebagai tempat pendidikan dan pendalaman ilmu agama Islam lebih identik dipimpin seorang laki-laki yang disebut kiai oleh para santri dan masyarakat. Sedangkan perempuan (nyai) anggapannya hanya pelengkap keberadaan kiai sebagai pimpinan.

Ketika kiai wafat maka yang menggantikan takhta kepemimpinan  adalah puteranya. Meskipun kompetensi dan keunggulan-keunggulan dalam memimpin pesantren lebih dimiliki oleh anak perempuan. Laksana sebuah kerajaan. Setiap ganti generasi, pesantren memiliki aset ekonomi, politik, dan sosial yang besar bagi para pewarisnya. Identitas kelaki-lakian mungkin hadir menjadi sosok yang berkepentingan menguasai berbagai aset-aset dunia termasuk pesantren.

Sementara itu, seperti sudah menjadi aspek mutlak di mana kiai lebih mendominasi dalam sistem kepesantrenan. Meskipun secara formal terdapat organisasi dan struktur kepengurusan dalam pesantren, kehadiran dan pengaruh seorang tokoh yang bernama kiai itu tetap terpandang menonjol.

Kepercayaan tersebut sudah melekat di masyarakat, di mana laki-laki lebih pantas dan mampu memimpin pondok pesantren dibanding perempuan. Selain itu, mereka yakini juga bahwa laki-laki (kiai) lebih berkuasa karena keluasan dan kedalaman ilmu pengetahuan yang ia miliki.

Perempuan dalam Pesantren

Perempuan dalam lingkup kuasa pesantren menjalani semacam subordinasi. Ketaatan total perempuan pada laki-laki menjadi pandangan hidup yang terus menerus dikonstruksi di pesantren. Keluasan ilmu yang perempuan miliki tidak serta merta menjadikannya memiliki hak ijtihadi.

Baca Juga:

Gus Dur dalam Tafsir Darurat Kepemimpinan Perempuan

Sultanah Safiatuddin, Penggerak Literasi di Kesultanan Aceh

Praktik Mubadalah dalam Kegiatan Mahasantri di Tashfiyatul Qulub

Sampai Kapan Kekerasan Seksual Terus Terjadi di Ruang Pendidikan?

Meskipun pada kenyataannya tidak sedikit juga pesantren yang dipimpin oleh seorang perempuan (nyai). Di mana ia menjadi pusat penentu arah dan pengambil kebijakan. Akan tetapi peranan mereka kurang mendapat apresiasi di kalangan pesantren. Begitu pula dengan boleh tidaknya pesantren dipimpin seorang nyai masih menjadi kontroversi.

Pengaruh pemahaman agama atas termarginalnya kaum perempuan dalam kepemimpinan pesantren banyak dilegitimasi oleh kajian kitab kuning yang santri pelajari. Dengan kata lain pesantren masih eksis mempertahankan kajian kitab klasik warisan masa lalu.

Di lain pihak, justru bertahannya kitab klasik tanpa adanya reinterpretasi akan kandungan dan materi dalam tema-tema pembelajaran, menyisakan pemahaman-pemahaman dengan bias gender yang amat kental. Seperti kitab Ghayah at-Taqrib, kitab fikih madzhab Syafii yang di dalamnya juga membahas tentang konsep perwalian, kesaksian, dan sebagainya yang jika tidak kita reinterpretasi lebih cenderung melemahkan posisi perempuan.

Begitu pula dengan hadis-hadis yang secara turun temurun masih dijelaskan dengan cara pikir misoginis. Sebagaimana hadis tentang teori-teori penciptaan dalam Islam, yang mengatakan perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki (Adam). Berdasarkan kisah ini jika kita tafsirkan secara tekstual, baik muslim maupun non-muslim percaya bahwa Adam tercipta melalui cara yang lebih unggul dari Hawa.

Penafsiran yang Keliru

Penafsiran ini telah menjadi kebenaran publik yang menentukan bagaimana status laki-laki dan perempuan sebagai manusia.  Begitu pun dengan ayat alquran yang mengatakan laki-laki sebagai pemimpin. Seperti dalam surat An-Nisa ayat 34.

“Laki-laki adalah qawwam bagi perempuan, oleh karena Allah telah memberikan kelebihan di antara mereka di atas yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. Annisa:34)

Padahal jika kita teliti lebih lanjut, ayat ini tidak sedang berbicara mengenai kepemimpinan laki-laki. Namun mengenai norma tanggung jawab yang harus diemban oleh mereka yang memiliki kapasitas, kemampuan, dan harta yang cukup.

Penjelasan dalam ayat ini adalah bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab untuk menopang perempuan. Karena biasanya secara sosial, merekalah yang memiliki kapasitas dan kemampuan. Setidaknya, laki-laki lebih awal memiliki harta karena faktor tertentu.

Namun dalam praktiknya, ada juga perempuan yang memiliki kapasitas, kemampuan, dan harta yang cukup. Maka mereka pun memiliki tanggung jawab yang sama untuk menopang dan menolong orang-orang yang lemah dan tidak berkecukupan.

Ayat Qimawah tidak Bicara Kepemimpinan

Baik dari keluarga sendiri maupun domestik. Artinya, ayat ini (qiwamah) bukan berbicara tentang kepemimpinan. Melainkan tanggung jawab orang kuat terhadap orang yang lemah, yang berilmu kepada yang tidak berilmu, yang memiliki harta pada yang tidak memiliki harta. Dan secara normatif, tanggung jawab ini bukan berkaitan jenis kelamin, melainkan dengan kapasitas dan kemampuan.

Selain itu, rijal dalam ayat ini tidak berarti jenis kelamin laki-laki, tetapi sifat-sifat maskulinitas yang bisa laki-laki dan perempuan miliki. Meskipun ayat ini tidak berbicara mengenai larangan kepemimpinan perempuan, tetap saja perempuan ditempatkan pada kelas kedua dan dianggap tidak layak menjadi pemimpin.

Padahal sejatinya sama seperti laki-laki, perempuan juga layak menempati posisi yang sama dalam kehidupan sosial. Karena setiap manusia memiliki tanggungjawab terhadap diri sendiri dan masyarakatnya. Perempuan sebagai sendi dasar bagi kehidupan masyarakat juga memiliki hak mencetak generasi penerus dan melakukan pembinaan di lingkungan masyarakatnya.

Sementara itu, sebagai makhluk Allah, perempuan harus mengabdi kepada-Nya sebagaimana juga laki-laki. Pengabdian makhluk kepada penciptanya atau biasa kita sebut ibadah juga merupakan kewajiban yang harus perempuan lakukan. Sehingga dapat kita pahami bahwa ia memiliki kebebasan seluas-luasnya, baik dalam masalah ubudiyah maupun sosial kemasyarakatan, baik dalam arti sempit maupun luas.

Pemimpin Perempuan di Pondok Pesantren

Jika kita menelaah lebih lanjut ternyata ada beberapa ulama perempuan yang memiliki peran besar dalam mengatur dan mengembangkan pesantren. Ia juga memiliki potensi jiwa kepemimpinan yang tidak jauh berbeda keahliannya dalam memberi arahan, mengajar maupun beretorika atau bahkan memberikan gagasan.

Misalnya Ny.Hj.Masriyah Amva pimpinan pondok pesantren Kebon Jambu Al-Islamy, Ciwaringin, Cirebon.  Beliau adalah sosok ulama yang mampu memimpin pesantren dan membuatnya maju semakin pesat di tengah persaingan pesantren di Indonesia.

Pengetahuan dan pengalamannya yang luas mampu menjadikan pesantrennya sebagai pusat pendidikan yang tidak hanya membekali ilmu agama, namun juga membekali para santrinya agar siap terjun ke masyarakat luas. Dengan tetap mempertahankan pendidikan formal dan berbagai kegiatan ekstrakulikuler.

Sebagai seorang pemimpin, Ny.Hj.Masrivah Amva dalam setiap keputusan beliau selalu mempertimbangkan berbagai hal dari sisi sosial, ekonomi dan sebagainya. Beliau juga sangat terbuka dengan masukan-masukan yang para pengurus dan pembantu yayasan sampaikan.

Begitu pula Nyai Nafisah Sahal, pendiri Pesantren Putri al Badiiyyah Kajen, Pati, Lembaga Pendidikan Terpadu Sekolah An Nismah, guru di Perguruan Islam Mathali’ul Falah. Selain memimpin pesantren, beliau tercatat memiliki kiprah di berbagai bidang perjuangan. Baik dalam bidang pendidikan,  politik, maupun dalam organisasi sosial keagamaan.  Melihat kesuksesan tersebut tidak dapat kita katakan bahwa perempuan tidak punya kecakapan dalam memimpin pondok pesantren.

Ibu Nyai Panutan Santri

Karena pada praktiknya yang kita harapkan tidak saja bertanggung jawab dalam urusan pengelolaan pesantren, tetapi juga menjadi guru dan pembimbing spiritual serta panutan bagi para santri dan masyarakat sekitarnya.  Kepemimpinan tidak membedakan apakah  laki-laki atau perempuan.

Bagi kedua-duanya berlaku persyaratan yang sama. Karena dalam Islam, yang membedakan seseorang dengan yang lain adalah kualitas ketakwaan, kebaikannya selama hidup di dunia, dan warisan amal baik yang tertinggal setelah ia meninggal.

Sebagaimana Gus Dur pernah sampaikan bahwa perempuan dan laki-laki pada dasarnya mempunyai derajat yang sama, memiliki persamaan hak, kewajiban dan kesamaan kedudukan. Ia mendasarkan pada konsep al-kulliyah al-khams (lima prinsip umum) yang ada dalam Islam.

Konsep itu antara lain, hak dasar bagi keselamatan fisik, hak keselamatan keyakinan, kesucian keturunan dan keselamatan keluarga, hak keselamatan milik pribadi, dan hak keselamatan profesi atau pekerjaan. Kelima hak ini merupakan hak dasar yang perempuan dan laki-laki miliki secara bersama-sama.

Untuk itu tidak ada larangan perempuan menjadi pemimpin di pondok pesantren karena keduanya adalah objek setara. Dengan tuntutan dapat bertanggung jawab, mengajarkan akhlak mulia (akhlakul karimah), mengamalkan kebaikan, membawa kemaslahatan, menegakkan keadilan, dan menghadirkan rahmatal lil alamin dalam setiap lini kehidupan. dan menjadi contoh yang baik untuk para santri dan masyarakat di sekitarnya. []

Tags: Kepemimpinan Perempuanpemimpin perempuanpengasuhPondok Pesantren
Laily Nur Zakiya

Laily Nur Zakiya

Aktif di Komunitas Puan Menulis. Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo Semarang. Ig: @laa.zakiya

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version