• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Sultanah Safiatuddin, Penggerak Literasi di Kesultanan Aceh

Dunia literasi berkembang pesat karena Safiatuddin memerintahkan ulama untuk menulis karya ilmiah yang dibutuhkan kerajaan.

Khairun Niam Khairun Niam
25/01/2025
in Figur
0
Sultanah Safiatuddin

Sultanah Safiatuddin

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Asumsi kuno yang masih kita dengar sampai saat ini bahwa perempuan adalah makhluk lemah dan sangat tergantung dengan laki-laki. Nyatanya hari ini pernyataan tersebut terpatahkan dengan banyaknya perempuan-perempuan yang muncul di ruang publik dengan beragam status yang dimiliki.

Sebenarnya tidak hanya hari ini, jika kita kembali ke belakang pun sebetulnya perempuan sudah menampakkan eksistensinya di ruang publik, seperti RA. Kartini, Cut Nyak Dien, dan pahlawan perempuan lainnya.

Lebih dari itu mereka tidak hanya menyandang status sebagai seorang perempuan namun juga sebagai wanita. Di mana dalam filosofi Jawa wanita bermakna wani ditata (berani diatur) dan juga wani nata (berani mengatur). Dalam hal ini perempuan tidak hanya mengatur domestik rumah tangga tetapi dalam ruang lingkup yang lebih besar yaitu negara atau kerajaan.

Dalam sejarah Nusantara terdapat beberapa wanita yang menduduki jabatan sebagai ratu baik di pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatera, salah satu ratu yang akan saya bahas di sini adalah Ratu Safiatudin, seorang pemimpin perempuan di Kesultanan Aceh.

Pemimpin Perempuan Pertama

Sultanah Safiatuddin memiliki gelar Paduka Sri Sultanah Tajul-‘Alam Safiatuddin Syah Johan Berdaulat Zillullahi fi’l-‘Alam yang berarti “kemurnian iman, mahkota dunia”. Dia lahir pada tahun 1612 dan merupakan anak pertama dari Sultan Iskandar Muda. Safiatuddin naik tahta menjadi ratu pasca wafatnya Sultan Iskandar Tsani yang tidak lain adalah suaminya sendiri.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Pengangkatan Safiatuddin untuk menggantikan suaminya saat itu sempat memunculkan polemik dan kericuhan di kalangan ulama Aceh dan dunia Melayu Islam. Alasannya karena pemahaman yang melekat di masyakarat adalah kaum perempuan tidak boleh menjadi pemimpin dalam bidang politik. Hanya laki-laki yang boleh masuk dalam ranah tersebut. Para ulama Aceh dan Melayu Islam pun saling mengeluarkan dalil (naqli) dan argumentasi (aqli).

Polemik tersebut berakhir setelah salah satu ulama terkemuka di Aceh yaitu Nuruddin Ar-Raniry yang menjabat sebagai mufti kerajaan. Ia mengeluarkan fatwa bahwa Safiatuddin berhak menjadi pemimpin karena telah memenuhi syarat. Setelah fatwa tersebut keluar maka Safiatuddin dinobatkan menjadi ratu di Kesultanan Aceh.

Safiatuddin memerintah antara tahun 1641-1675 dalam kurung waktu kurang lebih 34 tahun. Selama pemerintahannya Safiatuddin membentuk barisan perempuan pengawal istana yang ikut bertempur di dalam perang Malaka pada tahun 1639. Selain itu Sultanah Safiatuddin juga meneruskan tradisi pemberian tanah kepada pahlawan-pahwalan perang sebagai hadiah.

Setelah memimpin selama kurang lebih 34 tahun, Safiatuddin wafat pada 23 Oktober 1675. Dia kemudian dinobatkan menjadi Sultanah pertama di Kesultanan Aceh Darussalam dan menjadi sultanah kedua setelah Nahrisyah di Kerajaan Samudera Pasai yang berpusat di Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara.

Setelah Sultanah Safiatuddin para perempuan yang pernah memimpin Aceh adalah Sultanah Nurul Alam Naqiatuddin Syah, Sultanah Zaqiyatuddin Inayat Syah dan Sultanah Zainatuddin atau Ratu Zainatuddin Kamalat Syah.

Mengembangkan Ilmu Pengetahuan

Sebagai seorang perempuan sekaligus pemimpin, Sulatanah Safiatuddin merupakan orang yang rajin dan cerdas. Sejak kecil sosok Safiatuddin sudah  senang belajar. Hal ini didukung dengan fasilitas yang tersedia oleh ayahnya Sultan Iskandar.

Dia menyediakan guru dan bahan-bahan bacaan di istana untuk mendorong Safiatuddin menjadi sosok yang berilmu. Bahkan dikisahkan Safiatuddin senang menciptakan sajak dan cerita serta membantu berdirinya perpustakaan.

Pemimpin perempuan yang terkenal cerdas dan pintar ini aktif mengembangkan ilmu pengetahuan. Selama pemerintahannya, ilmu pengetahuan dan kesustraaan berkembang pesat, sehingga pada masa itu banyak karya-karya besar yang telah tertulis.

Dunia literasi berkembang pesat karena Safiatuddin memerintahkan ulama untuk menulis karya ilmiah yang kerajaan butuhkan. Saat itu para ilmuwan melakukan kajian ilmiah dan menuliskannya di kertas-kertas untuk mereka bagikan dan terbaca oleh masyarakat.

Penggerak Literasi

Dua sosok ulama yang banyak menghasilkan karya pada masa kepemimpinan Safiatuddin adalah Nuruddin Ar-Raniry dan Abdur Rauf As-Singkili. Selain sebagai ulama dua tokoh ini sekaligus menjabat sebagai penasehat pemerintahan.

Safiatuddin secara pribadi meminta dua sosok ini untuk menulis karya ilmiah baik dalam bahasa melayu atau Arab. Karya tersebut mencakup tauhid, fiqh dan sastra, sehingga pada abad 19 karya Nuruddin dan Abdur Rauf sangat spektakuler dan menjadi asas hukum-hukum Islam.

Berangkat dari kecintaannya terhadap Ilmu Pengetahuan, Safiatuddin banyak berjasa dalam mengembangkan pendidikan di Aceh pada masa itu. Hal ini terbukti dirinya berperan sebagai penggerak literasi dengan memerintahkan para ulama untuk menulis buku dan menyebarkannya ke masyarakat.

Semua yang Safiatuddin lakukan adalah dalam rangka menjaga dan melestarikan ilmu pengetahuan dengan cara memperkuat sumber daya manusia.

Kontribusi Sultanah Safiatuddin mematahkan statement perempuan tidak pantas menjadi pemimpin. Dari kepemimpinan Safiatuddin membuktikan bahwa perempuan harus berpendidikan, cerdas dalam berbagai hal baik emosional, spiritual dan intelektual. Wallahua’lam. []

 

Tags: Acehliterasipemimpin perempuanperempuanSultanah Safiatuddin
Khairun Niam

Khairun Niam

Santri yang sedang belajar menulis

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Rasuna Said

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

5 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!
  • KB dalam Pandangan Islam
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version