• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Pengalaman Perjuangan Perempuan Aceh

Zahra Amin Zahra Amin
25/06/2019
in Hukum Syariat
0
100
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Selama ini saya, juga mungkin banyak orang penasaran dengan kondisi yang terjadi pada perempuan di Aceh, ketika Perda Syariat Islam atau Qonun Jinayat sudah diberlakukan di sana. Banyak sudah tulisan yang dibuat untuk memberi dukungan, agar perempuan mendapatkan keadilan atas ketimpangan yang menimpa.

Akhirnya rasa penasaran saya terjawab, saat mengikuti Ngaji Keadilan Gender Islam bersama Ibu Dr. Nur Rofiah Bil. Uzm di Pemalang. Karena dalam sesi itu dibuka oleh Aktivis Perempuan Aceh Kak Suraiya Kamaruzzaman, ST, L. LM, MT, yang menceritakan pengalaman perjuangan perempuan di Aceh.

Ketika berbagi pengalaman perempuan yang kerap disapa Kak Aya menitikkan air mata, hingga menulari ke seluruh peserta, termasuk saya sendiri. Menyadari betapa tak mudah perjuangannya membela hak-hak perempuan di Aceh.

Saat itu, saya bertanya pada Kak Aya, jika sudah panjang perjalanan perjuangan itu dilalui, lalu apa dampak signifikan yang bisa dirasakan oleh perempuan di sana? Mengingat begitu berat tantangan yang harus dihadapi. Termasuk stigma anti syariat, berpotensi terancam dan terusir dari kampung halaman sendiri.

Kak Aya menjelaskan bahwa memang tidak mudah melakukan advoksi terkait isu implementasi syariat Islam (misalnya mengkritisi Qanun Jinayah), namun ada beberapa pasal yang berhasil diperjuangkan oleh gerakan perempuan.

Baca Juga:

Perjuangan Pocut Meurah Intan: Sosok Pahlawan Aceh yang Terlupakan

Belajar Mitigasi Banjir dari Kearifan Lokal Masyarakat Aceh

Ratu Aceh Sultanah Safiatuddin yang Cakap sebagai Pemimpin

Pahlawan Perempuan Anonim yang Luput dari Sejarah Perang Aceh

Misalnya batasan usia anak yang draf awal adalah aqil baligh-nya ditandai dengan menstruasi bagi perempuan dan mimpi basah buat laki-laki (sekitar 13 tahun), telah berhasil diadvoaksi menjadi 17 tahun (sesuai dengan hukum nasional). Juga hukuman bagi pelaku zina yang dainggap sama dengan pelaku perkosaan berhasil diadvokasi bagi pelaku perkosaan hukumannya lebih berat, terutama kalau yang diperkosa adalah usia anak.

Setelah qanun jinayah diimplementasikan lebih dari satu tahun, lembaga tempat Kak Aya berkiprah (Balai Syura Ureng Inong Aceh) bersama beberapa lembaga lainya di Aceh sperti JMSPS dan RPuK melaksanakan riset tentang upaya pelayanan bagi perempuan berhadapan dengan hukum di Aceh.

Misalnya dalam kasus kekerasan terhadap anak, tidak menggunakan Qanun, tapi memakai UU Perlindungan Anak. Sehingga korban yang masih berusia anak, bisa terhindar dari hukuman yang memberatkan.

Banyak orang yang sebenarnya tidak membaca draft qanun atau perda, karena dianggap fiqih itu baik. Karena merupakan bagian dari ajaran Agama Islam. Kak Aya menyadari belum banyak yang bisa dilakukan, tapi dengan strategi pembelaan terhadap korban, dan membangun kesadaran terhadap para aparat dan penegak hukumnya.

Strategi berikutnya yang dilakukan, dengan mendorong aturan dan kebijakan di tingkat desa. Sehingga bisa menjadi payung hukum yang akan melindungi perempuan. Selain itu, Kak Aya juga berharap pemerintah pusat segera mengesahkan RUUP PKS, karena ini akan efektif untuk memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan perempuan di Aceh.

Kak Aya menceritakan tentang kasus anak perempuan down syndrome yang masih berusia 11 tahun dengan kehamilan tidak diinginkan (KTD). Lalu karena ada aturan gampong (Qanun Gampong) yang menyatakan pelaku zina harus diusir dari desa. Aturan di sana memang harus mengusir pelaku zina dari desa. Sempat terjadi tarik ulur yang sulit, namun setelah mendapat dukungan dari P2TP2A Kabupaten, baru dapat pelayanan kesehatan dan pendampingan hukum dan akhirnya anak ini dipulangkan kembali ke rumah orangtuanya.

Selanjutnya Kak Aya mengatakan, coba kita bayangkan jika korban adalah anak perempuanmu, saudara perempuanmu, sahabat perempuanmu, apakah tega mengusir dari rumahnya sendiri, dengan sebuah kesalahan yang tidak ia pahami? Di mana rasa kemanusiaan kita? Dan kami seluruh peserta diam-diam menyeka air mata yang meluruh tanpa terasa.

Mendengar langsung cerita tentang perjuangan perempuan di Aceh, membuat hati bergetar. Sungguh padamu wahai Perempuan Aceh, seperti kisah Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia, Laksamana Keumalahayati dan Tengku Fakinah serta sederet nama pahlawan perempuan lainnya yang terlahir di Tanah Rencong, kami mendukung dan akan terus menunggu kisah hebatmu selanjutnya.[]

Tags: Kesultanan AcehMasyarakat AcehPerda Syariahperempuan acehsejarah aceh
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Perempuan sosial

Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

10 Mei 2025
Sunat Perempuan

Sunat Perempuan dalam Perspektif Moral Islam

2 Mei 2025
Metode Mubadalah

Beda Qiyas dari Metode Mubadalah: Menjembatani Nalar Hukum dan Kesalingan Kemanusiaan

25 April 2025
Kontroversi Nikah Batin

Kontroversi Nikah Batin Ala Film Bidaah dalam Kitab-kitab Turats

22 April 2025
Anak yang Lahir di Luar Nikah

Laki-laki Harus Bertanggung Jawab terhadap Anak Biologis yang Lahir di Luar Nikah: Perspektif Maqasid Syari’ah

25 Maret 2025
Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

18 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pengepungan di Bukit Duri

    Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Pandangan Fiqh
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl
  • Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan
  • Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version