• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Perjuangan Pocut Meurah Intan: Sosok Pahlawan Aceh yang Terlupakan

Pocut Meurah Intan adalah perempuan keturunan kesultanan Aceh. Ayahnya adalah seorang Kejruen (Kepala Negeri) di Biheue.

Raisa Zuhra Salsabila Awaluddin Raisa Zuhra Salsabila Awaluddin
16/10/2024
in Pernak-pernik
0
Pocut Meurah Intan

Pocut Meurah Intan

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebelum kepulangan mama dari Jogja, mama meminta kami untuk jalan-jalan sambil ziarah ke makam Pocut Meurah Intan. Tak disangka, ternyata sosok yang memiliki gelar yang sama dengan ibuku adalah seorang pahlawan. Sesampainya di Blora, aku mengamati kuburannya yang dihiasi dengan hiasan Rumah Aceh. Kisah Pocut Meurah Intan yang jarang terekspost di Indonesia.

Selama ini kita hanya mengenal pahlawan asal Aceh yaitu, Cut Nyak Dien dan Cut Mutia. Kisah merekapun telah terungkapkan di Media Massa. Padahal, masih banyak pahlawan wanita hebat dari Aceh ikut gigih memperjuangkan Indonesia hingga mereka meninggal dalam perlawanannya.

Salah satu di antaranya adalah Pocut Meurah Intan. Pocut lahir pada tahun 1833 di Tuha Biheue yaitu sebuah kawasan di Desa Tiji, Kabupaten Pidie, Aceh. Ia terkenal dengan nama Pocut Biheue yang artinya Pocut dari Biheue. Biheue adalah ke-uleebalangan atau kenegerian yang ada di masa Kesultanan Aceh.

Pocut Meurah Intan adalah perempuan keturunan kesultanan Aceh. Ayahnya adalah seorang Kejruen (Kepala Negeri) di Biheue. Suaminya bernama Tuanku Abdul Madjid bin Tuanku Abbad bin Sultan Alaidin Jauhar Syah Alam. Dari pernikahannya beliau mereka memiliki 3 putra bernama Tuanku Muhammad, Tuanku Budiman, Tuanku Nurdin.

Ketiga dari anaknya, semuanya mengikuti orang tua untuk berjuang dalam perang Aceh. Beliau cerai dari suaminya selepas Tuanku Abdul Madjid menyerah terhadap serangan Belanda. Pocut tetap melanjutkan perjuangannya untuk melawan Belanda bersama dengan putra-putranya.

Baca Juga:

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

Kisah Ibunda Hajar dan Sarah dalam Dialog Feminis Antar Agama

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah Tokoh Perempuan (Part 3)

Siti Hajar dan Kritik atas Sejarah yang Meminggirkan Perempuan

Karakter Pocut yang Membuat Pemerintahan Belanda Takut

Perang Aceh adalah konflik militer bersenjata antara Kesultanan Aceh dengan Kerajaan Belanda. Perang tersebut adalah bagian dari serangkaian konflik yang mengkonsolidasikan pemerintahan Belanda atas Indonesia modern. Pocut Meurah Intan melawan kolonialisme Belanda yang masuk ke Aceh.

Pocut terkenal dengan sosok yang tegas dan memiliki banyak pengikut. Karena karakter tersebut yang membuat pemerintahan Belanda takut. Militer Hindia Belanda Mayjen T.J dipimpin Veltman melakukan ekspedisi ke Aceh. Mereka melakukan patroli tempat persembunyian Pocut Meurah Intan.

Dengan gigih dan keberanian, Pocut mengambil sikap untuk melawan Militer Hindia Belanda itu sendirian. Tanpa berpikir panjang, beliau mencabut rencong di pinggang dan menyerang mereka sendirian hingga mengalami banyak luka. Pocut dibiarkan dengan keadaan tergeletak dan berlumuran darah.

Cinta yang besar kepada negeri membuat Pocut pantang mundur dan semangat dalam perlawanan kepada kolonial. Karena ketangguhan sosok pahlawan Aceh ini sehingga Veltman melarang komandannya untuk membunuhnya. Veltman mengira, Pocut akan mati namun Pocut berhasil keluar untuk menyelamatkan diri.

Setelah Pocut sembuh, Pocut bersama anaknya Tuanku Budiman dimasukkan ke penjara Kutaraja. Sedangkan, anaknya Tuanku Nurdin tetap melakukan perjuangan hingga Belanda mendapati tempat persembunyiannya di Desa Lhok Kaju. Akhirnya Pocut bersama kedua putranya Belanda asingkan ke Blora, Jawa Tengah.

Pengasingan dan Peristirahatan Terakhir di Blora

Selama 30 tahun di pengasingan, kesehatan Pocut menurun karena usianya yang tidak muda lagi. Pocut tidak dikenal banyak orang penyebabnya karena terkendala bahasa dengan masyarakat. Pocut dirawat oleh warga di Desa Kauman. Warga Blora memanggilnya dengan sebutan Mbah Tjut. Sampai akhirnya beliau meninggal pada 30 September 1937, sesuai keterangan di makam di Desa Tegal Sari, Kabupaten Blora.

Menurut keterangan dari National Geograpic Indonesia, Mohammad Djamil penjaga makan Pocut Meurah Intan mengatakan bahwa banyak warga yang takut dengan Belanda dan memilih untuk tidak merawat Pocut Meurah Intan. Hanya kakek dari Mohammad Djamil yaitu Dono Muhammad yang berani merawatnya dan membawa Pocut ke rumahnya. Hingga, sebelum Pocut wafat beliau menyampaikan pesan untuk dikuburkan di Blora saja.

Kisah yang tidak terungkap di Media Massa, namun perjuangan Pocut Meurah Intan menjadi kaca perbandingan untuk perempuan. Perempuan harus kuat bukan hanya kuat melawan penjajahan namun juga kuat dalam kehidupan. Sebagai manusia dewasa harus berani mengambil sikap yang akan kita pilih untuk ke masa depan. Jangan pernah bergantung kepada manusia, sejatinya Allahlah tempat bergantung. []

Tags: Her StoryNusantaraPahlawan Perempuanperempuan acehpocut meurah intansejarah
Raisa Zuhra Salsabila Awaluddin

Raisa Zuhra Salsabila Awaluddin

Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terkait Posts

Wahabi

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

30 Juni 2025
Beda Keyakinan

Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

30 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

29 Juni 2025
Sakinah

Tafsir Sakinah

28 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Mari Hentikan Pengontrolan Seksualitas Perempuan

28 Juni 2025
Fiqh Kesetaraan

Menggeser Fiqh Fitnah Menuju Fiqh Kesetaraan

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID