• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Pengelolaan Properti Keluarga dalam Perspektif Mubadalah

Kewajiban mahar dalam perspektif mubadalah, adalah sebagai simbol cinta kasih dan komitmen pertanggung-jawaban pada dampak reproduksi perempuan.

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
23/04/2021
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
Properti Keluarga

Mubadalah

366
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pagi ini saat sahur, mataku tertuju pada chat wa yang sudah terkirim sejak tadi malam. “Kang, gimana kesalingan (mubadalah) soal finansial keluarga?” Begitu chat kolegaku, perempuan yang terlihat kaya, atau setidaknya cukup harta. Karena, nampak dari jauh tidak membutuhkan seseorang yang menafkahinya, jika suatu saat dia memilih menikahi seseorang.

“Wah, belum punya konsep utuh dan dalam soal ini, gimana kalau kamu saja yang menulis”, jawabku, karena aku tahu dia juga seorang akademisi dan pandai menulis. Dia menolak, karena perlu waktu untuk riset dan hal-hal lainya.

“Ya aku juga perlu riset pustaka dulu. Tetapi prinsip-prinsipnya saja bisa aku sampaikan dalam perspektif mubadalah. Yaitu,  siapa yang mampu dia yang memenuhi kebutuhan keluarga; sama-sama mampu: ya bisa menafkahi bersama-sama; sama-sama tidak (belum) mampu, ya sama-sama mencari sesuai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga”, kataku.

“Tetapi, laki-laki (suami) dipanggil duluan oleh al-Qur’an untuk bertanggung-jawab menafkahi, karena biasanya dia memiliki previlage sosial dalam mencari dan memiliki harta dibanding perempuan di satu sisi, dan di sisi lain karena dia tidak memiliki dampak reproduktif setelah hubungan seks. Sementara perempuan berpotensi hamil dan melahirkan, yang harus memperoleh perlindungan finansial”, tambahku lagi.

“Kalau dalam posisiku sekarang, apakah suami masih punya kewajiban untuk menafkahi atau tidak?” tanyanya. Benar dugaanku, kolegaku ini, saat ini, tidak sedang membutuhkan orang yang menafkahi dirinya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Kerja Sama dengan Suami Bisa Menjadi Resep Awet Muda Istri

Baca Juga:

Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

Kerja Sama dengan Suami Bisa Menjadi Resep Awet Muda Istri

“Masih wajib, selama kamu berpotensi untuk hamil dan melahirkan, kecuali kamu gugurkan kewajiban dia, atau sejak awal sepakat untuk bersama-sama sharing dari harta yang dibawa masuk sebagai harta bersama. Tetapi saat kamu beneran hamil, kewajiban itu datang lagi ke dia, sekalipun awalnya kamu gugurkan dan sepakat bersama sama. Ini menurut perspektif mubadalah-ku yaaa.”, jawabku.

“Kecuali ada harta bersama sebagai simpanan yang mencukupi selama kamu reproduksi, ya suamimu tidak perlu repot mencari nafkah toh…. Tentu saja, ini fleksibel sesuai prinsip prinsip di atas, terutama soal kemampuan, kesempatan dan kesepakatan”, tambahku lagi.

“Kewajiban itu bukan hanya karena alasan reproduksi kan? Sejak menikah kan laki-laki juga punya kewajiban menafkahi (mahar), walaupun tidak disebut soal jumlahnya”, tanyanya menelisik lagi.

“Kalau dalam perspektif mubadalah, seseorang bukan karena kelelakiannya dia wajib menafkahi dan bukan karena keperempuanannya seseorang berhak dinafkahi. Bukan. Prinsipnya tanggung-jawab bersama sesuai kemampuan, kesempatan, dan kesepakatan. Ini mubadalah”, jawabku.

“Tetapi prinsip keadilan hakiki (Mba Nyai Nur Rofiah) juga bagian prinsipil dalam mubadalah. Ini menegaskan bahwa reproduksi perempuan harus dipertimbangkan agar ia terlindungi dan tercukupi kebutuhannya. Jadi, laki-laki (suami) punya kewajiban lebih kuat dan dipanggil duluan oleh al-Qur’an, karena soal dampak reproduksi yang khas perempuan ini.”

“Kewajiban mahar juga, dalam perspektif mubadalah, adalah sebagai simbol cinta kasih dan komitmen pertanggung-jawaban pada dampak reproduksi perempuan. Karena laki-laki tidak akan hamil, perempuan punya potensi hamil akibat hubungan seksual. Potensi ini harus diantisipasi, salah satunya melalui kewajiban mahar. setidaknya sebagai simbol komitmen awal. Komitmen selanjutnya yang kongkrit adalah nafkah, sesuai penjelasan prinsip-prinsip mubadalah di atas”, tambahku.

“Yess…..”, katanya. Entah: apakah puas dengan jawabanku. “Tulis ya kang, aku siap menjadi pembaca pertama”, tutupnya. Nah, ini yang berat bagiku. Sudah lama ingin menulisnya sebagai artikel jurnal akademik. Tetapi, aku tidak punya pengalaman yang kuat dalam dunia “perjurnalan” ini. Bahasaku,  jika merujuk pada ulasan Mas Lurah pondok Ulil Abshar Abdalla, mungkin juga buruk jika ditimbang secara akademik kelas jurnal.

Mungkin harus ada co-author yang punya pengalaman kuat dalam hal penulisan artikel jurnal, dan aku akan menulis kontennya saja. Atau sebagai narsum saja bagi yang ingin menuliskan tema ini dalam perspektif mubadalah.

Karena, sudah sering menjumpai kolega yang bertanya, baik langsung maupun lewat chat dalam isu ini. Sudah banyak. Tentu, dalam perspektif mubadalah. Begitupun dalam berbagai seminar dan pengajian mubadalah. Jawabanku ya baru pada prinsip-prinsip di atas. Belum detail dan kokoh.

Pernah juga seminar khusus soal ini, bersama senior-senior yang ulama, akademis cum aktivis, Mba Siti Ruhaini Dzuhayatin dan Mas Hamim Ilyas dari UIN Suka di acara PSIPP Nyai Yulianti Muthmainnah. Terakhir,  bulan puasa ini, bersama Mba Nyai Kunthi Dewitri pakar hukum dari Universitas Pancasila Jakarta di acara Alimat dan Pekka Mba Nani Zulminarni. Tetapi, masih lontaran-lontaran yang belum kokoh, dalam, dan detail. []

Tags: FinansialFiqih KeluargakeluargaMaharMubadalahnafkahulama perempuan
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir, biasa disapa Kang Faqih adalah alumni PP Dar al-Tauhid Arjawinangun, salah satu wakil ketua Yayasan Fahmina, dosen di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan ISIF Cirebon. Saat ini dipercaya menjadi Sekretaris ALIMAT, Gerakan keadilan keluarga Indonesia perspektif Islam.

Terkait Posts

Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Agama Perempuan Separuh Lelaki

Pantas Saja, Agama Perempuan Separuh Lelaki

31 Maret 2023
Kontroversi Gus Dur

Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

30 Maret 2023
Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Flexing Ibadah

Flexing Ibadah selama Ramadan, Bolehkah?

28 Maret 2023
Propaganda Intoleransi

Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

27 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pekerjaan rumah tangga suami istri

    Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist