Mubadalah.id – Dalam peluncuran Halaqah Fiqih Peradaban, KH. Afifuddin Muhajir, Rais Syuriah PBNU, ulama ushul fiqh parexcellence dari Pesantren Situbondo, menyitir sebuah hadits shahih tentang pentingnya persaudaraan antar manusia.
Halaqah Fiqih Peradaban sendiri digagas oleh PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) sebagai ruang diskusi kalangan ulama pesantren, laki-laki dan perempuan. Untuk merumuskan format fiqh sebagai penerapan syariat Islam yang relevan dengan konteks negara-bangsa.
Sementara ini, kitab-kitab fiqh, yang menjadi rujukan penerapan syariat Islam. Lalu para ulama susun selama berabad-abad lampau dalam konteks sosial sebelum lahirnya negara-bangsa. (Baca juga: Dalam Perang Hunain, Nabi Muhammad Saw Meminjam Senjata dari Non-Muslim)
Konteks ketika identitas agama bergabung dengan ras, etnis, dan mazhab pemikiran keagamaan menjadi pondasi berdirinya suatu komunitas politik di berbagai belahan dunia. Baik mulai dari negara (daulah) Khilafah Umaiyah pasca-sahabat.
Kemudian Khilafah Abbasiyah, sampai Kesultanan Turki Utsmani yang berakhir pada tahun 1926.
Saat ini, komunitas politik dunia, termasuk dunia Islam, sudah tidak lagi didasarkan pada dinasti dengan identitas etnik, ras, dan tidak juga agama.
Masing-masing memiliki batas wilayah yang jelas, yang secara global, melalui Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), terikat untuk saling menghormati kedaulatan masing-masing.
Asasnya adalah damai dan persaudaraan antar manusia, bukan perang dan permusuhan. Piagam utamanya adalah Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Relasi Mubdalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama.