• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Peringati 16 HAKTP Internasional 2024, Perempuan Mau Ke Mana? Part II

Dalam konteks Indonesia sendiri upaya arusutama kesetaraan jender masih terus temui jalan berbatu

Hafidzoh Almawaliy Ruslan Hafidzoh Almawaliy Ruslan
12/12/2024
in Publik
0
16 HAKTP Internasional

16 HAKTP Internasional

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ini adalah tulisan bagian kedua dari Peringati 16 HAKTP Internasional 2024, Perempuan Mau Ke Mana? Adapun berdasar rilis Komnas Perempuan, dalam diskusi konsultatif organisasi-organisasi masyarakat sipil maupun pelaporan dan review atas BPfA+30. Setidaknya ada 5 tema isu piroritas yang terbahas.

Kelimanya adalah: (1) Krisis Iklim; (2) Digitalisasi; (3) Keuangan; (4) Perempuan, Perdamaian dan Keamanan (Women, Peace, Security); Serta (5) Kesehatan Seksual dan Reproduksi.

Pendekatan interseksional dengan perhatian khusus pada kelompok rentan, (seperti penyandang disabilitas, lansia, minoritas seksual, penyandang HIV/AIDS, serta masyarakat adat), dan representasi substantif serta kerentanan berbasis jender menjadi pisau analisa utama dalam diskusi kelima isu tersebut.

Isu-isu Prioritas dalam BPfA+30

Dalam pertemuan BPfA+30 Indonesia sendiri beri perhatian serius pada isu terutama terkait dengan rencana strategis saat ini dan ke depan, serta kaitannya dengan situasi di Indonesia. Antara lain tentang krisis iklim dan dampaknya yang khas terhadap perempuan. Care economy (ekonomi perawatan) yang sudah sangat mendesak untuk membutuhkan pengakuan dan perlindungan terhadap perempuan pekerja.

Seperti Perempuan pekerja rumah tangga; Perempuan pekerja tak berbayar (unpaid women workers), Perempuan pekerja rumahan. Serta isu-isu ancaman terhadap demokrasi dan gerakan ujaran anti jender dan HAM. Femisida; Isu digitalisasi, termasuk penguatan ekonomi perempuan dan penghapusan gender digital gap, keamanan data pribadi, serta kekerasan berbasis jender siber lainnya; Juga terakhir terkait isu tuntutan penghapusan P2GP.

Baca Juga:

Membincang Femisida, Kejahatan yang Membunuh Kemanusiaan

Refleksi Hari Ibu: Semua Perempuan adalah Ibu

Pelecehan Seksual di Transportasi Umum

Memaknai Asal-usul Penciptaan Perempuan

Sementara itu terkait sejumlah capaian, Indonesia sendiri menyampaikan peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik. Meski diakui masih belum penuhi kuota 30 persen. Serta terkait berlakunya payung hukum berupa Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Sedang terkait rencana aksi ke depan, Indonesia akan terus berfokus pada kesetaraan jender dan pemenuhan HAM dalam konteks krisis iklim. Penyikapan terhadap kekerasan berbasis jender terhadap perempuan dan anak perempuan.

Selain itu juga peningkatan partisipasi politik dan kepemimpinan perempuan dalam turut mendorong kemerdekaan Palestina dan galang dukungan negara-negara dunia. Sementara itu dalam catatan Komnas Perempuan, forum BPfA+30 terlihat kurang menyoroti isu hukuman mati dan pelanggaran HAM berat.

Kesetaraan Jender, Masalah Semua Orang

Kini masalahnya adalah, kesetaraan jender kerap hanya terpandang sebagai persoalan perempuan. Padahal sesungguhnya kesetaraan jender bukan hanya persoalan perempuan, melainkan persoalan semua orang. Karena itu, jalan yang hendak tertempuh untuk mewujudkan kesetaraan jender tidaklah mudah dan linier. Tetapi membutuhkan kerja keras dan kolaborasi masyarakat Indonesia sendiri, Asia Pasifik, maupun global.

Kompas.id dalam beritanya menyebutkan bahwa, meskipun Deklarasi Beijing terus menjadi kekuatan pendorong dunia untuk mencapai kesetaraan jender; Pekerjaan kita bersama masih belum selesai dengan banyaknya kesenjangan yang perlu tertutup segera.

Masa depan dunia yang terbayangkan, penuh dengan kesetaraan, martabat, dan kesempatan, serta terbebas dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan, serta konflik perang, sangat bergantung pula pada pilihan dan tindakan bersama atas pelaksanaan Konferensi (BPfA+30) tersebut.

Dalam konteks Indonesia sendiri upaya arusutama kesetaraan jender masih terus temui jalan berbatu. Bahkan pemerintahan Indonesia ternilai cenderung masih hindari isu-isu sensitif terkait kesetaraan  jender dan HAM, termasuk hak kesehatan seksual dan reproduksi, serta interseksionalitas lainnya. Selain itu berbagai kebijakan daerah juga terdeteksi masih sangat diskriminatif.

Data dari Komnas Perempuan

Pada Oktober 2024 lalu Komnas Perempuan setidaknya ungkap bahwa sejak 2009 – 2023 terdapat sebanyak 450 kebijakan diskriminatif, dengan 56 persen di antaranya menyasar pada perempuan. Kini setidaknya dari 450 kebijakan tersebut, terdapat 292 kebijakan yang masih berlaku dan 158 kebijakan yang tidak berlaku lagi. Tidak hanya Peraturan Daerah (Perda), kebijakan itu juga berupa Keputusan Gubernur, Bupati, maupun Walikota se-Indonesia.

Memang tak dapat terpungkiri, banyaknya kebijakan diskriminatif tersebut terlatarbelakangi antara lain masih berlangsungnya nilai-nilai dan konsep budaya patriarki yang menempatkan perempuan dan laki-laki pada hubungan kekuasaan yang tidak setara, sehingga menimbulkan diskriminasi jender.

Kurangnya pemahaman para perumus dan perancang peraturan perundang-undangan tersebut dalam memahami azas relasi kesetaraan (adil) jender, telah berdampak nyata pada kebijakan yang subordinat atas kehidupan perempuan dan anak perempuan di Indonesia.

Karenanya KPPPA pada periode lalu tampak juga terus berusaha keras inisiasi penyusunan regulasi yang dapat akomodir upaya untuk memastikan kebutuhan peraturan perundangan yang responsif jender. Inisiasi tersebut seperti telah terejawantah melalui Peraturan Menteri PPPA No. 6 Tahun 2023 tentang Parameter Kesetaraan Jender dalam Peraturan Perundang-undangan dan Instrumen Hukum Lainnya.

Selain itu juga KPPPA keluarkan Surat Edaran No. 1 Tahun 2024 terkait dengan percepatan penyelenggaraan pengarusutamaan jender dalam pembangunan nasional. Di mana di dalamnya juga menyampaikan untuk segera menindaklanjuti analisis Perda-perda diskriminatif jender.

Perempuan Harus Mendapatkan Kesetaraan, Keadilan Disertai Ketulusan

Secara terpisah pada awal 2024 pada forum Temu Perempuan Inspiratif di Denpasar, Bali yang juga hadir di dalamnya KPPPA, Syamsiyah Ahmad, tokoh yang kini berusia 91 tahun berpendapat bahwa pemberdayaan perempuan dan pengarusutamaan kesetaraan jender niscaya membutuhkan keterlibatan laki-laki di dalamnya.

Dengan demikian akan tercipta kemitraan bersama antara perempuan dan laki-laki tanpa paksaan. Keduanya harus menjadi mitra yang setara, adil, dan tulus. Dengan disertai kehadiran negara di dalamnya, untuk lakukan upaya-upaya struktural sekaligus juga kultural bersama-bersama berbagai gerakan sosial masyarakat. Sebagaimana KUPI/ Kongres Ulama Perempuan Indonesia- yang selama ini telah aktif suarakan kesetaran jender dengan berbagai strategi-strategi alternatif yang tertempuh.

Rumit. Karena setara dan adil dapat terlihat oleh semua orang. Namun ketulusan hanya ada di dalam hati. Tak terlihat. Tetapi begitu terang akan dapat terasakan jika hal tersebut terimplementasikan pula dalam kebijakan-kebijakan negara tersebut yang arusutamakan kesetaraan jender. Oleh karena itu menurut Syamsiyah juga, jangan sampai ada kesetaraan pura-pura (pseudo gender equality). Seolah-olah setara, padahal belum.

Konsep Adil Setara sejak dari Keluarga

Kata Syamsiyah, tokoh yang juga menjadi satu-satunya perempuan yang terlibat dalam pembahasan Pembebasan Timor Leste pada 1999, konsep setara, adil, dan tulus itu harus juga mulai terbangun sejak dari keluarga.

Karenanya dari sana akan lahir keluarga yang membentuk anggota-anggota masyarakat yang setara. Hingga pada akhirnya bermuara pada terbentuknya bangsa-bangsa yang sehat secara mental, serta menjunjung tinggi nilai-nilai adil jender dan kesetaraan yang sejati.

Oleh karena itu upaya kesetaraan jender membutuhkan komitmen dan tekad yang kuat dari semua pihak sebagai basis utama dalam usaha penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan juga pemenuhan Hak-hak Asasi Perempuan Internasional.

Dengan demikian, masa depan dunia yang terbayangkan, dengan penuh kesetaraan, martabat, dan kesempatan, serta terbebas dari segala bentuk diskriminasi, kekerasan, serta konflik perang berkepanjangan, bukan tidak mungkin bisa terwujudkan.

Karena sesungguhnya segala pertolongan atas upaya-upaya baik itu pasti datang dari Tuhan, dan kemenangan itu begitu teramat dekat. Selamat peringati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan Internasional 2024 (16 HAKTP/ 16 Days of Activism Against Gender Violance). Lindungi Semua. Penuhi Hak Korban. Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan. Nasrun Minallah wa fathun qarib. Wallahu a’lam bisshawab. []

 

 

 

Tags: 16 HAKTP InternasionalDeklarasi BeijingHak Asasi PerempuanKampanye 16 HAKTPKomnas Perempuan
Hafidzoh Almawaliy Ruslan

Hafidzoh Almawaliy Ruslan

Ibu dua putri, menyukai isu perempuan dan anak, sosial, politik, tasawuf juga teologi agama-agama

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version