• Login
  • Register
Sabtu, 24 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Memaknai Asal-usul Penciptaan Perempuan

Jika perempuan terus kita kekang di dalam rumah, maka sulit untuk membayangkan lahirnya dokter perempuan, Insinyur perempuan atau lebih-lebih ulama perempuan.

Akmal Adicahya Akmal Adicahya
18/12/2024
in Publik, Rekomendasi
0
Penciptaan Perempuan

Penciptaan Perempuan

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu kita dikagetkan dengan sikap pemerintah Afghanistan yang melarang perempuan pada usia anak untuk menempuh tingkat pendidikan lanjutan.

Menurut Unesco, akibat dari kebijakan ini kurang lebih 1,4 juta anak perempuan tidak dapat bersekolah karena larangan tersebut. Selain larangan bersekolah, UN Women juga mencatat perempuan Afghanistan terlarang untuk bersuara di publik dan menggunakan transportasi umum.

Sebagai suatu pemerintahan yang mengesankan hukum negaranya berdasarkan pada hukum Islam, kebijakan-kebijakan pemerintah Afghanistan di atas seakan membenarkan bahwa Agama Islam menempatkan perempuan tidak setara dengan laki-laki.

Ketentuan yang bernada mengerdilkan perempuan tidak hanya terjadi di Afghanistan. Khaled Abou El Fadl, dalam Speaking in God’s Name mencatat terdapat sejumlah fatwa di Saudi Arabia yang terkesan memojokkan serta mendiskreditkan perempuan.

Seperti larangan perempuan untuk menggunakan Bra. Larangan perempuan untuk berziarah kubur, larangan perempuan untuk menyetir mobil hingga larangan bagi perempuan untuk mengangkat suara dalam kondisi terdapat laki-laki lain.

Baca Juga:

Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

Bolehkah Dokter Laki-laki Memasangkan Alat Kontrasepsi (IUD) kepada Perempuan?

Manusia Kedua

Ada sejumlah hal yang kita tengarai menjadi sebab lemahnya kedudukan perempuan di dunia. Salah satunya ialah anggapan bahwa perempuan merupakan ciptaan kedua (second creation) yang berasal dari unsur laki-laki. Menurut Prof. Dr. Nasaruddin Umar hal ini dapat terlihat dari kisah-kisah penciptaan perempuan pada sejumlah agama.

Dalam literatur Yahudi misalnya. Hawa-yang menjadi representasi perempuan-merupakan pasangan kedua dari Adam. Sebelumnya Adam memiliki pasangan bernama Lilith yang sama-sama tercipta dari tanah. Namun karena Lilith tidak mau menjadi pelayannya, maka Ia meninggalkan Adam. Kemudian tergantikan oleh Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam untuk menjadi pelayan baru.

Masih menurut Nasaruddin Umar, dalam Alkitab manusia yang pertama kali Tuhan ciptakan adalah laki-laki yaitu Adam. Lalu sebagai teman dan penolong dari Adam, terciptalah perempuan dari tulang rusuknya. Karenanya keberadaan perempuan dimaknai tidak lain demi kepentingan laki-laki.

Perbedaan Tafsir

Dalam Buku Argumentasi Kesetaraan Gender, Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang menurut para mufassir mengisahkan penciptaan perempuan adalah Q.S. An-Nisa: 1 yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً و

“Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kalian dari “diri” yang satu dan daripadanya Allah menciptakan pasangannya dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak…”

Sebagian besar mufassir seperti Al-Qurtubi dan Ibn Katsir memaknai kata nafs al-wahidah sebagai Nabi Adam dan kata zaujaha sebagai Ibunda Siti Hawa. Sehingga frasa “dan daripadanya” bermakna Siti Hawa tercipta dari bagian Nabi Adam. Karenanya, Siti Hawa tidaklah akan ada jika tidak ada Nabi Adam karena Ia tercipta dari bagian Nabi Adam.

Tafsiran di atas kemudian terhubungkan dengan salah satu hadis masyhur riwayat Abu Hurairah. Di mana menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Sehingga kisah penciptaan ini menjadi serupa dengan kisah dalam literatur Yahudi dan Al-Kitab yang menyatakan bahwa Siti Hawa tercipta dari tulang rusuk Nabi Adam.

Penafsiran berbeda Abu Muslim Al-Ishfahani ajukan yang menyatakan bahwa makna frasa “dan daripadanya” bukan merujuk pada tubuh Nabi Adam. Namun merujuk pada jenis dari Nabi Adam itu sendiri.

Muhammad Abduh mengikuti pendapat Al-Ishfahani menyatakan bahwa makna frasa “dan daripadanya diciptakan pasangannya” mengandung arti pasangan tersebut tercipta dari unsur dan jenis yang sama dengan Nabi Adam. Bukan diciptakan dari bagian tubuh Nabi Adam itu sendiri.

Realitas Penciptaan Manusia

Menurut Nasaruddin, pemahaman yang keliru atas asal-usul penciptaan perempuan dapat melahirkan suatu ambivalen di kalangan perempuan. Pada satu sisi dituntut untuk berprestasi agar tidak menjadi beban laki-laki. Namun ketika berhasil mencapai puncak karir, kesalihannya terhadap suami sering kita pertanyakan. Akhirnya kualitas perempuan tidak lepas dari ukuran-ukuran seorang laki-laki.

Dalam Qira’ah mubadalah, hadist bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuk yang bengkok tidak kita maknai sebagai asal-usul penciptaan perempuan. Hadis tersebut dapat kita maknai sebagai himbauan untuk bersabar dalam menghadapi pasangan ketika berumah tangga. Pemaksaan kehendak atas pasangan akan berakibat fatal layaknya memaksa meluruskan tulang yang bengkok.

Kalaupun memang benar Ibunda Siti Hawa tercipta dari tulang rusuk Nabi Adam dan memang diciptakan untuk membantu serta menemani Nabi Adam, maka kondisi tersebut kiranya tidaklah berlaku bagi kita di masa sekarang. Setiap perempuan lahir layaknya setiap laki-laki pada umumnya. Rasanya tidak ada perempuan di masa sekarang yang tercipta dari tulang rusuk seorang laki-laki.

Pendekatan Praktis

Bagi sebagian orang, perubahan tafsir atau pemahaman atas asal-usul penciptaan perempuan mungkin tidak akan memberikan satu makna yang berarti. Terlebih ketika sehari-hari Ia telah diajarkan bahwa keberadaan perempuan tidak lepas dari area dapur, sumur dan kasur. Menurut orang-orang ini, pendidikan dan keterlibatan perempuan dalam area publik adalah hal yang sia-sia.

Jika kita pikirkan secara praktis-tanpa perlu melihat tafsir atas asal-usul perempuan-kehadiran perempuan pada ranah publik serta dalam dunia professional adalah suatu keniscayaan. Khususnya demi memenuhi hak serta memberikan layanan bagi perempuan lainnya, dan terkadang bahkan demi memenuhi keinginan para laki-laki.

Sebagian besar laki-laki pasti berharap anggota keluarganya yang berjenis kelamin perempuan merasa nyaman dalam kehidupan sehari-hari, termasuk ketika dalam keadaan sakit. Meski seorang dokter laki-laki kita perbolehkan melihat aurat seorang perempuan demi kepentingan pengobatan. Namun saya rasa sebagian besar suami akan lebih nyaman jika istrinya berobat dan dokter perempuan yang merawatnya.

Pendidikan Berkualitas bagi Perempuan

Begitu pula jika dalam proses penegakan hukum terpaksa ketika melakukan penggeledahan badan, seorang suami pasti akan merasa lebih nyaman jika yang menggeledah istrinya adalah petugas polisi berjenis kelamin perempuan. Artinya, bahkan jika menggunakan perspektif kepentingan laki-laki, perempuan yang memiliki keterampilan akan selalu kita butuhkan.

Untuk menghadirkan perempuan-perempuan berkualitas di ranah publik sudah barang tentu kita membutuhkan pendidikan yang juga berkualitas bagi para perempuan. Pelarangan perempuan untuk mengakses pendidikan adalah satu kebijakan yang sangat bertentangan dengan realitas kehidupan.

Jika perempuan terus kita kekang di dalam rumah, maka sulit rasanya untuk membayangkan lahirnya dokter perempuan, Insinyur perempuan atau lebih-lebih seorang ulama perempuan.

Perempuan tentu memiliki kebutuhan yang berbeda daripada laki-laki. Namun perbedaan tersebut tidak berarti perempuan lebih rendah dan lebih tidak berhak daripada laki-laki. Perempuan sama-sama berhak untuk mengembangkan diri seperti laki-laki mengembangkan dirinya. []

 

 

Tags: AdamGenderHak Asasi PerempuanHawakeadilanKesetaraanPenciptaan Manusiapendidikanperempuan
Akmal Adicahya

Akmal Adicahya

Alumni Fakultas Syariah UIN Malang, Magister Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang

Terkait Posts

Memahami Disabilitas

Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

23 Mei 2025
Buku Disabilitas

“Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

22 Mei 2025
Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hj. Biyati Ahwarumi

    Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version