• Login
  • Register
Kamis, 2 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Perkawinan Seharusnya Menjadi Cara Reproduksi yang Sehat

Fitri Nurajizah Fitri Nurajizah
11/10/2019
in Keluarga
0
90
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Perkawinan yang dianjurkan oleh Islam ialah pernikahan yang memperlakukan pasangan dengan cara yang baik, sehat dan penuh tanggungjawab, bukan dengan pemaksaan apalagi kekerasan. Sehingga cita-cita menumbuhkan cinta dan kasih antara laki-laki dan perempuan dapat tercapai.

Hal ini berlaku juga pada relasi hubungan seksual, laki-laki maupun perempuan yang telah menikah, memang sah untuk berhubungan seksual, tetapi dalam mendapatkan pelayanan tersebut, tidak boleh dengan cara memaksa apalagi sampai melakukan tindakan kekerasan terhadap pasangannya.

Seperti kasus seorang perempuan yang meninggal akibat perlakuan kejam seuaminya. Kejadian mengerikan ini diberitakan oleh media jambi.tribunnews.com pada Rabu tanggal 14 November 2018. Dan akhir-akhir ini cerita tersebut kembali  ramai diperbincangkan di media sosial, tentu itu hal baik, karena bisa jadi counter narasi terhadap narasi-narasi yang menyebutkan  marital rape (perkosaan dalam perkawinan) itu hanya mitos.

Cerita ini dikisahkan oleh  Indah Hazrila pada halaman facebooknya. Indah menyampaikan, ada seorang pasien di ruang gawat darurat, yaitu seorang ibu muda dan baru empat hari melahirkan. Keadaannya cukup memprihatinkan, wajah pucat, bibir kebiruan, bibirnya berbusa, tubuhnya kaku dan dingin. Menurut keterangan suaminya, si ibu itu tiba-tiba jatuh saat tidur, serta mengalami pendarahan secara bersamaan.

Setelah dokter bekerja keras, nyawa pasien tidak tertolong karena  kehilangan darah yang berlebihan dan kegagalan organ dalam tubuhnya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Salingers, Yuk Normalisasi Nikah di KUA
  • Pandangan Abu Syuqqah Tentang Isu Kesetaraan Gender
  • Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad
  • Kisah Saat Nabi Saw Apresiasi Kepada Para Perempuan Pekerja

Baca Juga:

Salingers, Yuk Normalisasi Nikah di KUA

Pandangan Abu Syuqqah Tentang Isu Kesetaraan Gender

Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad

Kisah Saat Nabi Saw Apresiasi Kepada Para Perempuan Pekerja

Sebenarnya ada satu hal yang dirasa janggal oleh staf medis di rumah sakit, pendarahan  berlebihan yang dialami oleh  pasien tersebut disebabkan oleh Episiotomi perutnya terbuka, sehingga benang jahitan divaginya robek kemudian mengeluarkan darah yang cukup banyak. Dan hal itu  tidak mungkin terjadi hanya karena jatuh dari tempat tidur.

Setelah mengajukan beberapa pertanyaan, si suami mengaku bahwa ia telah memaksa istrinya untuk berhubungan seksual, padahal pada saat itu istrinya baru selesai melahirkan. Beberapa waktu kemudian setelah berhubungan seksual, istrinya ditemukan dalam keadaan pingsan serta kejang-kejang.

Kabar pilu di atas mungkin memang sudah cukup lama, namun kita tidak bisa menutup mata bahwa kekerasan seksual dalam pernikahan itu memang ada. Mari kita lihat data dari buku Ragam Kajian Kekerasan dalam Rumah Tangga, yang ditulis oleh teman-teman dari Fahmina Institute dan Institut Studi Islam Fahmina Cirebon, mereka menyebutkan bahwa  satu dari tiga istri di seluruh belahan dunia mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), termasuk kekerasan seksual. Pantas saja Komnas Perempuan mencatat sepanjang 2017, terdapat 259 ribu laporan kasus KDRT, dan untuk marital rape, terjadi peningkatan 14% pada tahun 2018. Itu artinya kasus KDRT  masih banyak terjadi, dan bukan mitos.

Namun, dikalangan masyarakat umum KDRT masih dianggap sebagai kasus yang tidak mungkin terjadi di Indonesia, jikapun terjadi pasti dilakukan oleh orang yang tidak berpendidikan, pelakunya sudah biasa berperilaku kasar terhadap orang lain, atau karena istrinya pembangkang, maka suaminya berhak untuk melakukan kekerasan.

Apakah benar begitu?

Saya  ingin menegaskan, berdasarkan hasil penelitian pak Sadari dalam buku yang sudah disebut di atas, ternyata kekerasan terhadap istri, pelakunya banyak dari kalangan pendidikan tinggi, secara ekonomi ia termasuk golongan kelas menengah keatas dan cara berinteraksi dengan orang lain senantiasa santun, ramah dan baik.

Lalu bagaimana dengan  korbannya?  Banyak perempuan yang  baik dan selalu nurut kepada suaminya, justru menjadi  korban kekerasan.

Jadi sangat jelas kekerasan itu bisa terjadi karena relasi yang timpang, relasi yang menganggap seks  hanya boleh dinikmati oleh laki-laki, istri bertugas untuk melayani kebutuhan seks suaminya, sehingga ketika suami meminta, istri tidak boleh menolak. Kalau terjadi penolakan suami mempunyai hak untuk memaksa, atau memintanya dengan cara apapun termasuk dengan cara kekerasan. Astagfirullah

Padahal Islam sama sekali tidak membenarkan segala tindakan kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.

Dalam pembahasan hubungan seksual antara suami dan istri, Nabi saw telah bersabda dalam sebuah hadis yang kerapkali dipahami oleh sebagian orang sebagai kewajiban perempuan yang sudah menikah untuk melayani keinginan seksual suaminya, dimanapun dan dalam keadaan apapun, istri tidak boleh menolak.

Sebab, penolakan istri akan dipandang sebagai nusyuz  atau kedurhakaan yang akan mendatangkan laknat dari malaikat. Bahkan dalam fiqh hukuman bagi istri yang menolak ajakan suaminya untuk urusan ranjang, ia tidak berhak menerima nafkah dari suaminya selama masa penolakan dan suami juga boleh memukulnya.  Bayangkan, betapa kejamnya, sudah tidak diberi nafkah, dilaknat oleh malaikat, dan boleh disakiti.

Hadist populer tersebut berbunyi :

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيْءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ.

“Jika seorang suami mengajak istrinya ke atas ranjangnya,  tetapi ia tidak mematuhinya, maka para Malaikat akan melaknatnya sampai pagi.´Riwayat al-Bukhuri

KH. Husein Muhammad dalam buku Fiqh Perempuan menjelaskan, hadits ini tidak bisa dipahami apa adanya, sebab ada beberapa pensyarah hadis yang menjelaskan bahwa kewajiban istri memenuhi keinginan seksual suaminya ditujukan kepada istri yang memang tidak mempunyai alasan apapun untuk menolaknya. Bahkan menurut Wahbah al-Zuhayli  penolakan istri  bisa dibenarkan apabila dia merasa akan didzalimi oleh suaminya.

Bisa kita tarik kesimpulan bahwa perkawinan memang seharusnya menjadi cara reproduksi yang sehat bagi perempuan, dan bagi suami yang memaksa istrinya untuk berhubungan seksual, tanpa memperhatikan kondisi istrinya, sama sekali tidak bisa dibenarkan walaupun memakai dalil-dalil keagamaan. Karena agama Islam menolak kekerasan.

Ketika seorang istri menolak untuk melayani suaminya dengan alasan-alasan yang jelas, seperti sedang tidak mood karena capek kerja, sedang sakit haid, kondisi tubuhnya sedang tidak fit, atau baru saja melahirkan seperti kasus di atas, menurut saya itu sah-sah saja. Dan tidak boleh dihukum dengan menggugurkan haknya menerima nafkah sambil dilaknat oleh malaikat dan berhak dipukul oleh suaminya.  Itu cara pandang yang kejam sekali.

Meskipun laki-laki dan perempuan yang sudah terikat dalam sebuah perkawinan, tidak  dilarang untuk berhubungan seksual, bahkan bisa bernilai ibadah, tetapi bila melakukannya dengan cara yang tidak baik apalagi sampai harus ada yang kehilangan nyawanya,  itu bertentangan  dengan ajaran Islam.

Islam selalu mengajarkan untuk memperlakukan orang lain dengan cara yang baik, penuh kasih sayang dan cinta, termasuk dalam relasi seksual. Istri dan suami seharusnya saling memberi dan menerima, saling mengasihi, tidak saling menyakiti dan masing-masing tidak saling mengabaikan hak serta kewajiban.

Senada dengan itu, slogan orang Sunda juga menyebutkan setidaknya harus ada tiga hal yang harus tertanam dalam setiap diri manusia. yaitu“ silih asah, silih asuh dan silih asih”. Artinya, dalam relasi kehidupan, baik kehidupan ber-negara maupun ber-rumahtangga, kita harus silih asah (saling mengingatkan dan berpikiran terbuka), silih asuh (saling membimbing) dan silih asih (saling menyanyangi).[]

Fitri Nurajizah

Fitri Nurajizah

Perempuan asal Garut, kelahiran Tahun 1997. Telah lulus dari Institut Studi Islam Fahmina Cirebon, Jurusan Ekonomi Syariah. Biasa disapa Fitri, hobi kelayapan, pecandu mie instan dan penikmat ketinggian. Biasa mengabadikan kesehariannya di Instagram @fitri_nurajizah

Terkait Posts

Kesehatan Calon Pasangan

Pentingnya Mengetahui Kesehatan Calon Pasangan Sebelum Menikah

31 Januari 2023
Makanan Penambah Darah

Makanan Penambah Darah untuk Ibu Hamil Berdasarkan Kearifan Lokal Indonesia

26 Januari 2023
Toxic Parents

Toxic Parents dan Akibatnya pada Pengasuhan Anak

26 Januari 2023
Mandul itu Bukan Salah Perempuan

Mandul itu Bukan Salah Perempuan Semata

25 Januari 2023
Konsep Makruf

Konsep Makruf sebagai Tips Rahasia Keharmonisan Rumah Tangga

16 Januari 2023
Pemikiran Ibnu 'Asyur

Mengenal Sosok dan Pemikiran Ibnu ‘Asyur Terkait Filsafat Hukum Keluarga Islam

11 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nyadran Perdamaian

    Melihat Keterlibatan Perempuan dalam Tradisi Nyadran Perdamaian di Temanggung Jawa Tengah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Saw Tertawa Karena Mendengar Cerita Kentut dari Salma

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pandangan Abu Syuqqah Tentang Isu Kesetaraan Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Salingers, Yuk Normalisasi Nikah di KUA
  • Pandangan Abu Syuqqah Tentang Isu Kesetaraan Gender
  • Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad
  • Kisah Saat Nabi Saw Apresiasi Kepada Para Perempuan Pekerja
  • Pertemuan Mitologi, Ekologi, dan Phallotechnology dalam Film Troll

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist