• Login
  • Register
Jumat, 6 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Pesan Mubadalah dari Keluarga Ibrahim As

Tauhid yang menjadi inti ajaran Nabi Ibrahim melahirkan relasi antar individu yang berbasis pada prinsip kesetaraan, kesalingan, dan kerjasama.

Umnia Labibah Umnia Labibah
04/06/2025
in Hikmah, Rekomendasi
0
Pesan Mubadalah

Pesan Mubadalah

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hari ini umat Islam tengah memasuki salah satu dari empat bulan Istimewa (asyhurul hurum), yaitu bulan Dzulhijjah, bulan yang Allah Swt muliakan. Di antara keistimewaan bulan Dzulhijjah adalah adanya ibadah haji dan kurban. Kedua ibadah ini syarat dengan pesan ketundukan yang total, pengorbanan, dan keikhlasan. Baik ibadah haji dan kurban, keduanya tidak lepas dari sosok Nabi Ibrahim As.

Nabi Ibrahim As adalah satu di antara manusia pilihan yang telah memberikan banyak pengajaran kepada manusia. Nabi Ibrahim kita sebut sebagai bapak tauhid, karena penemuannya yang terbesar sepanjang sejarah manusia bahwa Tuhan alam raya seisinya adalah Tuhan Yang Maha Esa.

Tuhan yang menjadi tuhan bagi seluruh manusia, tidak memandang suku bangsa maupun rasnya. Tuhan yang menciptakan langit bumi seisinya, yang seluruh jagad raya tunduk kepada-Nya. Penemuan ketuhanan ini menjadi tonggak penghargaan kamanusiaan manusia sebagai pewaris bumi.

Di balik sosoknya yang Istimewa, kisah hidup nabi Ibrahim memberikan banyak hikmah mendalam. Di antaranya pesan mubadalah, bagaimana terbentuknya keluarga yang hidup dalam kesalingan, hingga bisa melewati berbagai cobaan. Sebuah Keluarga yang hidup dalam mubadalah atau kesalingan.

Nabi Ibrahim, Nabi Yang Istimewa

Nabi Ibrahim as lahir pada abad ke-18 SM. Di Babel atau Ahwaz, sebuah wilayah di Irak sekarang. Ayahnya dalam al-Quran tersebut Bernama Azar (QS al An’am:74), sementara dalam perjanjian lama menyebutkan bernama Tarih, dan seorang pembuat berhala.

Baca Juga:

Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam

Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban

Sejak masa muda Nabi Ibrahim sudah sedemikian kuat meyakini tentang Tuhan yang Maha Esa dan memerangi penyembahan terhadap berhala. Alkisah, Ibrahim muda menghancurkan berhala-berhala sesembahan kaumnya, dan hanya menyisakan satu berhala besar.

Pada berhala tersebut, Ibrahim meletakkan kapak, sehingga ketika Ia diadili karena perbuatanya, Ibrahim menjawab berhala besar yang membawa kapak tersebutlah pelaku perusakan para berhala. Akibat perbuatannya ini, Ibrahim muda kemudian terbakar hidup-hidup, hingga kemudian Allah menolongnya dengan memerintahkan api menjadi dingin dan membawa keselamatan (QS.al anbiya:70).

Nabi Ibrahim adalah bapak monotheisme, yang perjalanan pencariannya akan ketuhanan menjadi dasar bagi manusia hingga kini. Keyakinan nabi Ibrahim ia dapatkan dari penelitiannya yang mendalam, dari pengalaman ruhaniyahnya. Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang dalam al-Qur’an disebut meminta kepada Tuhan agar memperlihatkan bagaimana menghidupkan makhluk yang mati (QS.al Baqarah: 260).

Nabi Ibrahim adalah juga manusia yang telah mencapai puncak keyakinan dalam kehidupan dunia (QS al An’am:75). Tersebutkan pula sebagai pemimpin dan teladan yang lulus dalam aneka ujiannya dengan sempurna (QS. Al-Baqarah:124). Sehingga al Qur’an menyebut Nabi Ibrahim sebagai teladan untuk seluruh manusia (QS. Al-Baqarah:124).

Kesalingan dalam Mengarungi Bahtera Keluarga

Keluarga Nabi Ibrahim memberikan tauladan sebagai keluarga yang taat dan patuh kepada Allah Swt. Ketundukan Nabi Ibrahim beserta keluarganya memberikan cerminan sebagai keluarga yang saling menguatkan dalam ketakwaan.

Nabi Ibrahim tidak akan berhasil kita sebut sebagai teladan karena keberhasilannya melewati sekian ujian dari Allah sebagaimana tertuang dalam al-Quran surah al-Baqarah: 124, jika tidak mendapat dukungan yang menguatkan dari istri dan anaknya.

Kisah Sarah

Adalah Sarah, istri pertamanya, perempuan cantik dan cerdas yang sangat menjaga kesucian cintanya. Kecantikan Sarah konon sebagai perempuan tercantik kedua setelah Hawa. Ia terkenal pula sebagai perempuan terbaik di zamannya. Kecantikannya tidak hanya terpancar dari wajahnya saja, tetapi juga dari hatinya. Selain itu, Sarah juga memiliki banyak lahan pertanian dan peternakan yang kemudian semuanya ia serahkan kepada Nabi Ibrahim untuk bekal berdakwah.

Sarah adalah lambang kesetiaan. Kesetiaan Sarah tak lekang oleh berbagai keadaan, termasuk bersetia mengikuti suaminya hijrah dari tanah kelahiranya ke Mesir hingga ke Baitul Maqdis. Pada saat di Mesir, Sarah diambil dari sisi Ibrahim oleh raja. Kerajaan Mesir kala itu berada di bawah kepemimpinan Raja Heksos yang terkenal kejam dan zalim. Termasuk perilaku jahatnya mengambil perempuan cantik untuk menjadi budak pemuas nafsunya.

Sarah yang diketahui kecantikannya dibawa ke kerajaan secara paksa. Dengan doa-doa Sarah dan Ibrahim, alhasil sang raja tidak mampu menyentuh Sarah dan mengalami kelumpuhan setiap kali hendak melecehkan Sarah. Baik Ibrahim dan Sarah yang berada di tanah asing ini saling bahu membahu menjaga cinta suci keduanya, hingga kemudian raja mengembalikan Sarah kepada Ibrahim dalam keadaan terjaga.

Sarah saat itu adalah perempuan cantik dari keluarga bangsawan, rela hidup susah bersama Ibrahim demi mendukung Nabi Ibrahim dalam menyelamatkan akidah tauhid yang ia yakini. Sebagai hadiah kemudian Raja Heksos justru menghadiahi keduanya seorang budak yang Bernama Hajar.

Kisah Hajar

Adalah Hajar, yang kemudian menjadi istri Nabi Ibrahim atas permintaan Sarah. Menurut sebuah riwayat, Hajar sebenarnya putri raja Mesir. Asal-usul Sayyidah Hajar yang sebenarnya bukanlah seorang budak. Melainkan putri Raja dari kerajaan Mesir Hulu.

Ketika itu, Mesir terdapat dua kerajaan, yaitu Kerajaan Mesir Hulu yang berbangsa Qibti berbatasan dengan daerah Sudan, dan Kerajaan Mesir Hilir. Kedua kerajaan tersebut kemudian berperang, hingga akhirnya kerajaan Mesir Hulu kalah dan Hajar menjadi tawanan perang dan dijadikan budak.

Hajar yang menjadi hadiah Raja Mesir untuk Ibrahim dan Sarah, menjadi bagian dari keluarga ini. Hajar menunjukan kelasnya, sebagai pekerja yang jujur dan setia. Sarah yang merasakan kesedihan karena belum juga dikaruniai putra, kemudian melihat kebaikan-kebaikan Hajar sebagai anugerah yang menggerakkan hati Sarah menjadikan Hajar sebagai madunya. Hingga kemudian Hajar dikarunia seorang putra, Bernama Ismail.

Kehidupan keluarga ini kembali teruji. Allah memerintahkan Ibrahim membawa Hajar dan putranya ke Lembah Bakkah, dekat Baitullah. Hajar yang ditinggalkan berdua dengan putranya yang masih bayi menanyakan perlakuan Ibrahim ini, dan Ketika Hajar mengetahui bahwa ini perintah Allah swt, serta merta Hajar mengatakan :

“Jika ini perintah Allah, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.”

Demikianlah, Nabi Ibrahim menitipkan orang-orang tercintanya, kepada Allah. Menempatkannya di lembah nan gersang semata karena ketundukkannya kepada Allah sebagaimana terangkum dalam QS Ibrahim: 35-37.

Kesabaran dan keikhlasan Hajar dalam mendukung suaminya menjalankan ketetapan Allah disebutkan oleh seorang pemikir kontemporer, Ali Syari’ati, bahwa sosok Hajar sebagai seorang perempuan yang bertanggung jawab, seorang ibu yang penuh cinta. Meski dalam keadaan tidak berdaya, namun ia penuh harapan, penuh gairah dan optimisme.

Pesan Kesalingan Dari Keluarga Ibrahim

Sebagai seorang nabi yang membawa ajaran agama yang lurus, diini hanifa, cobaan dan ujian yang Ibrahim hadapi beserta keluarganya tidaklah ringan. Dari hijrah ke mesir, kemudian menetap di Baitul Maqdis hingga meninggalkan istri dan anaknya di Makkah adalah perjalanan hidup yang tidak mudah.

Namun keluarga ini mampu bertahan dalam ketaatan, dalam ketundukan dan kepasrahan yang total terhadap Allah Swt. Setiap ujian yang menimpa anggota keluarga ini mereka jalani dengan sabar, saling menguatkan dan saling mendukung.

Bagaimana Ibrahim seorang pemimpin teladan yang sangat menyayangi dan menghormati istri-istrinya, menempatkan istri-istrinya sebagai patner dalam dakwah tauhidnya. Ibrahim menumbuhkan ruang dialogis dalam keluarganya sehingga ketika perintah Allah turun dapat terlaksana bersama dengan penuh kesadaran dan kesabaran.

Dan bagaimana Sarah setia menemani Ibrahim berpindah-pindah tempat tinggal, merelakan hartanya untuk mendukung Ibrahim, bagaimana Sarah menyadari pentingnya keturunan hingga merelakan suaminya menikah lagi.

Bagaimana Hajar Ikhlas menghadapi ketetapan Allah untuk memulai kehidupan di padang tandus Makkah dan ditinggal berdua dengan anaknya yang masih bayi, berjuang bertahan hidup dalam keyakinan dan kepercayaan pada sang suami berdasarkan ketaatan kepada Allah swt. Semua keluarga ini jalani dalam kesalingan yang indah, sehingga menjadi prasasti yang abadi dalam ibadah haji.

Sebuah keluarga ibarat mengarungi maghligai yang menuju satu tujuan. Jika semua anggota keluarga bersepakat dalam tujuan yang indah dari perjalanan keluarga, maka segala rintangan akan mudah dihadapi. Dalam mengarungi bahtera keluarga, yang kita butuhkan adalah kerjasama, kesalingan, dan kepercayaan satu sama lain.

Keluarga Tauhid

Kepercayaan ini tumbuh dari pribadi yang mampu memegang amanah dan tanggung jawabnya dengan baik. Pada yang demikian, sumur cinta tidak akan pernah mengering, sebaliknya akan mengalirkan kasih sayang yang berlimpah.

Kesalingan atau mubadalah dalam keluarga ini juga terjalin karena masing-masing angggota keluarga menanamkan rasa cinta kasihnya dalam tauhid yang kokoh. Tauhid yang menjadi inti ajaran Nabi Ibrahim inilah yang melahirkan relasi antar individu yang berbasis pada prinsip-prinsip kesetaraan (equality), kesalingan (reciprocity), dan kerjasama (partnership).

Dengan Kalimat “lā ilāha illallāh”, menjadi pondasi proklamasi keesaan Allah Swt, sebagai satu-satunya Dzat yang patut disembah dan ditaati secara mutlak. Konsekuensinya, adalah adanya pengakuan akan keesaan Allah Swt sebagai Tuhan dan pengakuan atas kesetaraan manusia di hadapan-Nya.

Keluarga tauhid yang Ibrahim perankan telah membawa pesan mubadalah, pesan kesalingan. Dalam konteks relasi yang bersifat horizontal, maka laki-laki dan perempuan keduanya adalah setara, sesama hamba-Nya dan sama-sama sebagai manusia bermartabat. Sehingga terbentuklah kesalingan, kesetaraan hingga kerjasama dalam bersama-sama mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.

Maka, dalam kesalingan, seberat apapun aral melintang dalam perjalanan bahtera rumah tangga akan dapat kita hadapi dengan sabar dan penuh optimisme. Dari sinilah keluarga sakinah yang penuh cinta itu bermula. []

 

 

 

Tags: islamMonoteismeNabi IbrahimSayyidah HajarSayyidah Sarahsejarah
Umnia Labibah

Umnia Labibah

Sekretaris Nawaning JPPPM pusat. Alumni DKUP Fahmina, Div.Advokasi PC Fatayat NU, dan Jaringan KUPI

Terkait Posts

Kritik Asma Barlas

Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

5 Juni 2025
Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Batas Aurat Perempuan

Dalil Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

4 Juni 2025
Ibadah Kurban

Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban

3 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual

    Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut
  • Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat
  • Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan
  • Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID