Mubadalah.id – Pengabaian atas pengalaman kemanusiaan khas perempuan, baik secara biologis maupun sosial, kerap melahirkan pengetahuan agama berdampak buruk (keburukan), bahkan membahayakan (mudarat) pada perempuan. Padahal pada saat yang sama ia tidak demikian pada laki-laki.
Bahkan, tidak jarang laki-laki secara sepihak justru mendapatkan manfaat dari tindakan tersebut. Karena kemaslahatan dalam sistem kehidupan yang dikehendaki oleh Islam ditujukan kepada seluruh manusia, laki-laki dan perempuan. Maka ia mesti bisa dinikmati oleh keduanya. Demikian pula keburukan apalagi bahaya juga mesti dicegah dari keduanya.
Merespons pengabaian ini, maka keulamaan perempuan Indonesia memandang perlu melakukan pengarusutamaan perempuan, yang dapat kita lakukan dengan strategi yang memberikan fokus perhatian pada persamaan antara laki-laki dan perempuan sebagai manusia melalui perspektif mubadalah.
Dalam strategi ini, laki-laki dan perempuan sebagai manusia adalah sama-sama hanya hamba Allah sehingga tidak kita perbolehkan dalam membangun relasi penghambaan satu sama lain, termasuk sebagai suami-istri. Keduanya juga sama-sama khalifah fi al-ardh.
Sehingga sama-sama wajib mewujudkan kemaslahatan sekaligus menikmatinya, dan mencegah kemungkaran sekaligus dilindungi darinya. Atas dasar ini, laki-laki dan perempuan sama-sama primer sebagai khalifah fi al-ardh. Sekaligus sama-sama sekunder sebagai hanya hamba Allah.
Perspektif Mubadalah
Perspektif mubadalah kita lakukan dengan cara memastikan perempuan terjangkau oleh kemaslahatan Islam dan terlindungi dari kemungkaran yang tidak Islam kehendaki. Kerahmatan Islam bagi semesta (rahmatan lil ‘alamin) adalah termasuk kerahmatan bagi perempuan.
Penyempurnaan akhlak mulia manusia (li utammima makirim al-akhlak) adalah termasuk akhlak manusia pada perempuan. Ketenangan jiwa (sakinah) adalah termasuk ketenangan jiwa perempuan sebagai istri.
Begitu pula larangan Islam atas tindakan kemungkaran adalah termasuk kemungkaran yang hanya menimpa pada perempuan, mencegah keburukan termasuk keburukan yang hanya menimpa perempuan, dan menghilangkan bahaya termasuk bahaya yang hanya menimpa perempuan.
Kemaslahatan dalam konsep-konsep kunci yang enam (al-kulliyat as-sittah) yang menjadi maqashid asy-syari’ah mesti menjangkau pengalaman kemanusiaan khas perempuan. Menjaga agama (hifzh ad-din) adalah termasuk menjaga perempuan untuk tidak mereka rendahkan kualitas agamanya, karena pengalaman reproduksi khasnya.
Menjaga jiwa (hifzh an-nafs) adalah termasuk menjaga perempuan dari kematian akibat melahirkan (marital mortality). Lalu, menjaga akal (hifzh al-‘aql) adalah termasuk mendorong perempuan untuk sekolah setinggi mungkin.
Menjaga kehormatan (hifzh al-‘irdh) adalah termasuk menjaga perempuan dari kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Kemudian, menjaga keturunan (hifzh an-nasl) adalah termasuk menjaga sistem reproduksi perempuan dari setiap tindakan yang membahayakannya. Menjaga harta (hifzh al-mal) adalah termasuk membuka akses perempuan untuk memperoleh dan memiliki harta, dan sebagainya. []