• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Sebelum Menikah Pahami Dulu Kesiapan Masing-masing Pasangan

Afifah Nurhidayatinnisa Afifah Nurhidayatinnisa
13/03/2019
in Kolom
0
poligami bukan tradisi Islam

poligami bukan tradisi Islam

29
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pernikahan diibaratkan sebagai jalan menuju keindahan, kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan. Ketika pernikahan akhirnya tidak sesuai dengan impian, banyak orang mengakhiri pernikahan di meja persidangan. Pernikahan adalah sesuatu hal yang sakral, sebuah ibadah. Pensakralan membuat semua orang berhati-hati saat memutuskan menikah. Karena hubungan pernikahan tidak selamanya mulus. Pahamilah kesiapan masing-masing pasangan.

Pensakralan juga dimaksudkan agar semua orang tidak mudah patah semangat dan tidak mudah bercerai. Meskipun demikian, kata ‘sakral’ ini tak cukup ampuh untuk benar-benar menghindari kata ‘cerai’.

Belakangan saya mendengar cerita yang cukup membuat saya tercengang. Ada sepasang suami istri yang memutuskan bercerai saat usia pernikahannya baru menginjak tiga bulan.

Mendengar cerita tersebut saya jadi bertanya-tanya apakah keputusan mereka untuk menikah itu salah? Sehingga di usia pernikahan yang baru seumur jagung tersebut harus berakhir di meja persidangan?

Bukankah saat mereka memutuskan untuk menikah minimal mereka sudah siap untuk menjadi pasangan suami-istri yang saling mengasihi, menyayangi dan melengkapi satu sama lain?

Baca Juga:

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

Dalam buku Bergerak Menuju Keadilan; Pembelaan Nabi terhadap Perempuan karya KH Faqihuddin Abdul Kodir, saya menemukan hadits yang berbunyi “Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang memiliki kemampuan, menikahlah karena menikah itu bisa menundukkan mata dan menjaga kemaluan. Dan siapa yang tidak mampu, berpuasalah karena puasa itu bisa menjadi kendali baginya.” (Riwayat Imam Bukhari).

Dalam buku tersebut dijelaskan, menikah dalam teks hadits yang disebutkan di atas berkaitan dengan kemampuan seseorang. Bagi orang yang tidak memiliki kemampuan atau kesiapan, dia tidak dikenai anjuran menikah.

Menurut sebagian besar ulama fiqh, hukum menikah terkait dengan kondisi kesiapan mempelai; bisa sunnah, wajib, makruh, dan haram.

Ibn Daqiq al-‘Id menjelaskan menikah bisa wajib ketika seseorang merasa sangat tergantung untuk menikah, yang jika tidak dilakukan ia bisa terjerumus pada perzinahan.

Menikah juga bisa menjadi haram, ketika pernikahan menjadi ajang penistaan terhadap istri atau suami, baik dalam hal nafkah lahir maupun batin.

Menjadi sunnah, jika ia tidak tergantung terhadap menikah, tetapi bisa mendatangkan manfaat baginya. Jika menikah tidak mendatangkan manfaat, hukumnya justru menjadi makruh.

Imam al-Ghazali (w. 505 H) misalnya, menyatakan bahwa bagi seseorang yang merasa akan memperoleh manfaat dari menikah dan terhindar dari kemungkinan penistaan dalam pernikahan, sebaiknya ia menikah.

Lain hal, ketika ia justru tidak akan memperoleh manfaat, atau tidak bisa menghindari kemungkinan penistaan, maka tidak dianjurkan menikah.

Jika melihat dari beberapa penjelasan tersebut, alangkah baiknya antara perempuan dan laki-laki yang memutuskan untuk menikah, sekiranya bisa saling memahami kesiapan masing-masing. Baik kesiapan lahir maupun batin.

Jika kedua belah pihak belum mengetahui seberapa jauh kesiapannya, dikhawatirkan pernikahan tersebut tidak akan membawa kebahagiaan untuk keduanya.

Nanti setelah menikah dan berumah tangga, segala hal yang tadinya diurus sendiri-sendiri akan dilakukan bersama. Mereka akan saling melengkapi, menjaga dan mengasihi satu sama lain. Karena saat berbicara rumah tangga berarti bukan membicarakan salah satu pihak tapi keduanya.

Karena sejatinya setiap orang baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang penuh agar benar-benar bisa menemui harapan cinta kasih dan kedamaian dalam pernikahan.

Seperti tujuan pernikahan yang digambarkan dalam Al-Qur’an, yaitu untuk membentuk kehidupan yang penuh dengan cinta kasih dan kedamaian.[]

Tags: hukum pernikahanislamlaki-lakinabiperempuanperkawinanpernikahan
Afifah Nurhidayatinnisa

Afifah Nurhidayatinnisa

Afifah Nurhidayatinnisa, Alumni SMA Negeri 1 Kandanghaur Indramayu. Aktif berkegiatan di Sanggar Seni Asem Gede Muntur Losarang- Indramayu. Sedang menempuh pendidikan S1 Ekonomi Syariah di Institut Studi Islam Fahmina

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ahmad Dhani

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID