• Login
  • Register
Rabu, 29 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Sekolah Cinta Perdamaian Ajarkan Anak Muda Memuliakan Perbedaan

Fitri Nurajizah Fitri Nurajizah
07/01/2020
in Publik
0
sekolah, perdamaian

Dokumentasi kegiatan SETAMAN

38
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mungkin untuk sebagian orang, mempertanyakan perbedaan agama itu aneh. Sebagaimana  waktu aku belum mengerti dengan perbedaan. Dulu, sebelum aku kuliah di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon, aku merasa hidup itu ya baik-baik saja dengan lingkungan yang begitu-begitu saja.

Baik dalam arti tidak ada konflik soal agama, sewaktu aku sekolah sampai masuk pesantren, aku hidup di lingkungan yang warganya satu agama yaitu agama Islam. Memang ada satu dua warga yang berbeda keyakinan. Namun, mereka cukup menjalani hidup dengan menjalankan ibadah dan menghayati keyakinannya masing-masing, dan dalam tahap tertentu diselimuti dengan penuh prasangka. Tidak ada yang berani mengekspresikannya di ranah publik, apalagi sampai pada tahap berdialog. Mereka damai dalam diam.

Namun di sisi lain, mereka tetap bisa hidup berdampingan dalam menjalani kewajiban-kewajiban sosial seperti kerja bakti membersihkan jalan setiap hari Jumat dan kerja bakti membantu warga yang sedang membangun rumah. Memang tradisi di desaku, ketika ada satu warga yang sedang membangun rumah, satu kampung pasti membantunya, kami biasa menyebutnya dengan kata mauran (menyimpan kebaikan). Artinya, nanti yang dibantu akan balik melakukan mauran  kepada orang-orang yang membantunya dengan kebaikan yang lain. Yang aku lihat, tujuannya tidak lain ialah supaya antar warga, saling memperhatikan dan menolong satu sama lain.

Perbedaan di lingkungan aku memang terlihat sangat jelas, tetapi dari pengalaman yang tadi sudah aku ceritakan, membuat aku merasa agama, keyakinan, tata cara beribadah dan mengabdi kepada Allah-lah yang benar. Selain dari pada itu, semuanya salah. Karena memang hal itu juga yang aku terima dalam pelajaran-pelajaran sekolah. Kemudian di pondok pesantren, aku baru belajar pada tahap yang sangat dasar bahwa perbedaan agama itu memang ada, namun kita cukup tahu dan meyakini kebenaran keyakinan sendiri saja.

Setelah kuliah di ISIF, aku mengalami banyak perubahan dan perbedaan. Banyak hal baru yang aku dapatkan terutama dari dosen-dosen ISIF, yang hampir semuanya berlatar belakang dari pondok pesantren. Aku sangat senang dan bersemangat sekali belajar di ISIF. Metode dan kurikulumnya juga tidak seperti perguruan tinggi yang lainnya. Di ISIF aku diajarkan tentang pluralisme, HAM, demokrasi, dan feminisme.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili
  • Toleransi dan Dialog antar Agama
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

Baca Juga:

5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili

Toleransi dan Dialog antar Agama

Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

Selain mata kuliah tersebut, aku juga diajak untuk ikut Sekolah Cinta Perdamaian (SETAMAN). Kegiatan ini diikuti oleh anak-anak muda, utusan dari beragam agama dan keyakinan yang ada di Cirebon, seperti dari pesantren, Ahmadiyah, Muhamadiyah, Kristen, dan aktivis kampus. Kegiatan ini diselenggarakan di kampus ISIF Cirebon, Tanggal  23-26 November 2016.

Dengan mengikuti SETAMAN, aku semakin terbuka dengan kelompok lain. Ternyata di dunia ini tidak hanya ada Islam, dan bukan hanya ada NU. Aku diajarkan untuk meyakini bahwa perbedaan itu ialah sebuah keniscayaan, dengan begitu agama lain pun bisa hidup berdampingan dengan kita secara damai.

Aku masih ingat salah satu materi yang disampaikan dalam SETAMAN tersebut, yaitu tentang HAM yang disampaikan Mbak Alifatul Arifiati. Awalnya beliau menjelaskan seputar gender, kemudian merambat pada hak-hak dasar setiap individu sebagai warga negara. Seperti hak mendapatkan keluarga aman, pencatatan sipil, mendapatkan persamaan di dalam hukum, hak mendapatkan kesehatan dan hak mendapatkan pekerjaan dan hidup layak.

Di hari ketiga, kami peserta Sekolah Cinta Perdamai kedatangan tamu dari GPIB Paulus, Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, kami berdiskusi dan belajar langsung dari mereka tentang nilai-nilai kebaikan yang ada dalam agama mereka. Setelah itu, di hari terakhir kami juga diajak untuk melakukan studi wisata religi ke rumah ibadah Konghucu yaitu Klenteng Talang, dan rumah ibadah Budha (Vihara Welas Asih).

Berbekal dengan mater-materi dan pengalaman yang aku dapatkan dari SETAMAN, mengantarkanku pada keterbukaan diri dan perspektif baru tentang cinta perdamaian. Aku tidak lagi takut untuk bergaul dengan teman-teman yang berbeda agama. Bahkan, sampai saat ini aku mempunyai beberapa sahabat yang beragama Kristen, Muhamadiyah, Ahmadiyah, sunda wiwitan dan yang lainnya. Ketika mereka menyambut perayaan-perayaan dalam agamanya, kami sering diundang ke tempat mereka untuk sekadar makan-makan dan menyaksikan perayaan tersebut. Begitu pun sebaliknya.

Bahkan dalam beberapa kesempatan aku dan teman-teman alumni SETAMAN lainnya, pernah ikut membantu menyiapkan untuk perayaan Natal, seperti menghias halaman Gereja. Selain itu, aku juga sering mengadakan kerjasama dengan teman-teman dari berbagai agama untuk mengadakan pelatihan-pelatihan dan kampanye perdamaian.

Kalau boleh jujur, aku merasa setelah kuliah di ISIF dan mengikuti Sekolah Cinta Perdamaian, hidupku terasa lebih berwarna dan seru. Aku juga terus belajar untuk membuka mata, membuka hati dan membuka pikiran untuk selalu hidup damai dalam segala bentuk perbedaan.

Jika mengutif tulisan Kak Juleha dalam buku Memuliakan Keberagaman, ia menyampaikan bahwa agama itu diciptakan untuk manusia supaya mengenali siapa Tuhannya. Dan untuk menuju Tuhan banyak cara dan jalan yang perlu ditempuh, itu mengapa dalam Islam menyebutkan “agamamu agamamu, dan agamaku adalah agamaku”.  Sebab, kebebasan dalam Islam, mengandung nilai penghormatan terhadap persaudaraan, kebersamaan, keadilan, toleransi, kasih sayang, keterbukaan, kerendahan dan kejujuran.

Terakhir, sebagai anak muda, aku mengajak teman-teman lain untuk tidak lagi bersikap kaku terhadap perbedaan, mulailah membuka diri untuk berdialog dengan kelompok yang berbeda. Supaya, kita bisa memahami, menghormati, dan tidak lagi saling berprasangka buruk satu sama lain.[]

Tags: Perdamaiansekolah cinta perdamaiantoleransi
Fitri Nurajizah

Fitri Nurajizah

Perempuan asal Garut, kelahiran Tahun 1997. Telah lulus dari Institut Studi Islam Fahmina Cirebon, Jurusan Ekonomi Syariah. Biasa disapa Fitri, hobi kelayapan, pecandu mie instan dan penikmat ketinggian. Biasa mengabadikan kesehariannya di Instagram @fitri_nurajizah

Terkait Posts

Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

28 Maret 2023
Tradisi di Bulan Ramadan

Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

28 Maret 2023
Propaganda Intoleransi

Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

27 Maret 2023
Akhlak dan perilaku yang baik

Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia

26 Maret 2023
kitab Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan

26 Maret 2023
Penutupan Patung Bunda Maria

Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria

26 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sittin al-‘Adliyah

    Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Pada Awalnya Asing

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jalan Tengah Pengasuhan Anak
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist