• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Seni Mencintai Kehidupan untuk Meraih Kebahagiaan

Satu-satunya motif yang universal dari manusia dalam menjalankan hidup adalah “Kebahagiaan”. Semua motif yang berbeda-beda dari setiap individu sebenarnya mengarah pada kebahagiaan—semua manusia ingin bahagia, dalam arti ia ingin mendapatkan ketenangan jiwa dan perasaan gembira yang memenuhi relung hatinya.

Rizki Eka Kurniawan Rizki Eka Kurniawan
25/06/2021
in Personal
0
Kehidupan

Kehidupan

198
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kehidupan merupakan salah satu anugerah terbesar dari-Nya yang telah diberikan kepada kita. Ia yang maha menghidupkan telah menjadikan sesuatu yang mati menjadi hidup dan membekalinya dengan insting alamiah untuk bertahan hidup.

Insting alami inilah yang akan mendorong setiap organisme baik yang memiliki kesadaran ataupun tidak akan tergerak untuk mempertahankan hidupnya. Akar tumbuhan akan menjalar ke tempat yang memiliki banyak persediaan air, binatang buas akan memburu mangsanya untuk makan, dan manusia akan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Insting alamiah ini terkait dengan salah satu statement dari teori evolusi yang mempengaruhi psikoanalisis Sigmund Freud, mengenai tingkah laku manusia yang didorong dengan dua macam daya, yaitu cinta dan rasa lapar. Ini tidak hanya berlaku pada manusia tapi juga pada semua organisme yang hidup. Semua yang hidup mencintai kehidupan, hal ini diekspresikan dengan bagaimana cara mereka dalam mengatasi rasa lapar dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan alam agar tetap bisa bertahan hidup.

Sebagai contoh kecil yang saya amati dari tanaman hias eucharis (amazon lily)—salah satu tanaman hias yang tumbuh di banyak negara dan dinaturalisasi di Venezuela, Meksiko, Hindia Barat, Pulau Ascension, Sri Lanka, Fiji, Kepulauan Solomon dan Kepulauan Society. Pada mulanya tanaman hias eucharis tersebut berada di teras rumah saya, dengan pasokan air dan cahaya matahari yang cukup, tanaman hias eucharis tersebut tumbuh dengan banyak daun dan beberapa kali memekarkan bunga putih yang harum dengan benang sari menyatu bagai cangkir.

Saat musim kemarau tiba, tanaman eucharis mulai menggugurkan daunnya, bahkan terkadang sampai tak tersisa satu pun daun dan tangkai, hanya tersisa umbi yang berada dalam tanah. Hal ini dilakukan oleh tanaman eucharis sebagai upaya untuk bertahan hidup. Ia mencoba menghindari kematian dengan cara menggugurkan daun dan tangkainya agar persediaan bahan makanan yang ia miliki di dalam umbi bisa tercukupi karena kelangkaan air pada masa kemarau.

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Kemanusiaan sebelum Aksesibilitas: Kita—Difabel

Akarnya akan menjalar ke tempat-tempat yang berair. Ubinya akan menjadi tempat penyimpanan air selagi menanti musim hujan tiba dan pada saat musim hujan telah tiba, eucharis akan mulai kembali memunculkan tunasnya, tangkainya menjulang dengan daun-daun yang melebar dan bunga-bunga putih yang beraroma manis mulai kembali bermekaran.

Kita bisa menyaksikan sendiri dari contoh kecil tadi bahwa organisme yang tidak memiliki kesadaran sekalipun seperti tanaman eucharis memiliki insting alami untuk bertahan hidup. Ia mencintai kehidupan dan berupaya menghindari kematian. Ia mencoba mengatasi rasa lapar di musim kemarau dengan menjalarkan akarnya ke tempat-tempat yang berair. Ia beradaptasi dengan alam dengan cara menggugurkan daun-daunnya pada musim kemarau agar penguapan air berkurang dan persediaan makanan bisa tercukupi.

Namun, organisme yang tak memiliki kesadaran seperti binatang dan tumbuhan hanya hidup mengikuti insting alamiah. Mereka hidup hanya sekedar untuk memenuhi tuntutan biologisnya;  tumbuh, bergerak, mencari makan dan bereproduksi.

Berbeda dengan manusia yang hidup dengan beragam motif. Manusia merupakan satu-satunya organisme yang memiliki kesadaran berupa akal dan kehendak untuk mengelola dan menentukan hidupnya sendiri. Manusia telah melampaui tumbuhan, binatang dan alam dalam segala urusan. Ia tidak lagi hidup hanya berdasarkan insting alamiahnya, tapi juga berdasarkan pertimbangan akal rasional dan keinginan-keinginan yang terpendam dalam kehendaknya.

Manusia memang tak memerlukan penjelasan untuk hidup sebagaimana organisme lainnya yang hidup berdasarkan dorongan insting alamiah. Namun jika kita membicarakan bagaimana cara manusia untuk hidup kita akan mendapati beragam motif dan tujuan yang berbeda-beda. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Erich Fromm dalam The Art of Being (Seni Mengada) bagian pertama:

“Jika kita bertanya dengan cara apa kita ingin hidup—Apa yang membuat hidup kita berarti—maka kemudian kita akan berhadapan dengan banyak pertanyaan (pertanyaan-pertanyaan yang kurang lebih hampir sama) yang ketika ditanyakan kepada orang-orang yang berbeda, kita akan mendapatkan jawaban yang berbeda pula. Beberapa di antara mereka akan menjawab bahwa mereka menginginkan cinta, beberapa lainnya lebih memilih kekuasaan, yang lain menginginkan kesejahteraan, yang lainnya menginginkan kesenangan seksual dan kenyamanan. Ada juga yang menginginkan menjadi terkenal. Namun sebagian besar dari mereka sepakat bahwa yang mereka inginkan adalah kebahagiaan.”

Kita bisa sepakati lebih dulu bahwa satu-satunya motif yang universal dari manusia dalam menjalankan hidup adalah “Kebahagiaan”. Semua motif yang berbeda-beda dari setiap individu sebenarnya mengarah pada kebahagiaan—semua manusia ingin bahagia, dalam arti ia ingin mendapatkan ketenangan jiwa dan perasaan gembira yang memenuhi relung hatinya.

Akan tetapi kebahagiaan merupakan sesuatu yang abstrak dengan beragam cakupan yang berbeda-beda sebagaimana yang tadi telah disebutkan. Setiap individu mengkonsepkan kebahagiaan masing-masing. Satu-satunya yang bisa menjadi pijakan kita untuk memverifikasi sesuatu layak disebut sebagai kebahagiaan adalah dengan mempertanyakan kebahagiaan itu sendiri:

“Apakah kebahagiaan itu memperkaya hidupnya dan berkontribusi pada pertumbuhan dirinya? Apakah kebahagiaan itu menghambat dan menghalangi perkembangan dirinya? Atau apakah kebahagiaan itu tidak merusak diri dan sekitarnya?”

Atau kita bisa memverifikasi dengan lebih sederhana bahwa kebahagiaan adalah segala sesuatu yang menjadikan diri kita merasa lebih hidup secara fisik, pikiran ataupun perasaan. Kebahagiaan adalah bentuk rasa cinta kita dari kehidupan yang menjadikan kita tergerak untuk merawat keberlanjutan hidup.

Orang-orang yang mencapai kebahagiaan adalah mereka yang bisa menghidupkan dirinya sendiri melalui pemikiran dan perenungannya akan alam. Sehingga pada akhirnya ia bisa menghidupkan segala sesuatu yang mati seperti tanah, untuk bisa ditumbuhi beragam tumbuhan dan menghasilkan bahan panganan yang memberikan sumber kehidupan bagi banyak orang. []

Tags: CintaHikmahkebahagiaanKebijaksanaankehidupankemanusiaanKesehatan MentalmanusiaPsikoanalisaSelf Love
Rizki Eka Kurniawan

Rizki Eka Kurniawan

Lahir di Tegal. Seorang Pembelajar Psikoanalisis dan Filsafat Islam

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!
  • KB dalam Pandangan Islam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version