• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Tafsir 72 Pintu Keimanan Menurut al-Isfahani: Perspektif Mubadalah

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
08/02/2022
in Hikmah
0
Tafsir 72 Pintu Keimanan Menurut al-Isfahani: Perspektif Mubadalah
131
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Hadits tentang 70 lebih pintu keimanan sangat populer di kalangan masyarakat Islam. Dalam sabda Nabi Saw, bahwa pintu-pintu keimanan itu ada 70 lebih, yang tertinggi kesaksian “Tiada Tuhan selain Allah” dan yang terendah adalah menyisihkan segala sesuatu yang bisa menyakitkan dari jalan”. Hadits ini diriwayatkan Imam Bukhari dalam Sahihnya. Tetapi apa saja tafsir dari 70 lebih pintu keimanan ini masih sangat sedikit ulama yang membahas.

Di antara yang sedikit itu adalah Imam Abu al-Qasim Husein bin Muhammad ar-Raghib al-Isfahani (w. 502 H) dalam kitabnya “Kitab adz-Dzari’ah ilaa Makaarim asy-Syari’ah”. Biasanya, hadits ini dibiarkan terbuka dengan dimaknai untuk segala jenis kebaikan apapun, ritual maupun sosial, tanpa memastikan bisa menyentuh angka persis 70 yang disebut dalam hadits tersebut.

Nah, al-Isfahani berbeda. Penjelasan angka ini secara persis ditetapkan. Ungkapan “bidh’un wa sab’uuna” atau 70 lebih, dalam hadits itu, dibatasi langsung dengan angka 72, bukan yang lain. Artinya, ada 72 pintu keimanan, yang diungkapkan Nabi Saw tersebut, dalam penjelasan al-Isfahani.

Pertama kali, al-Isfahani membagi keimanan ke dalam 2 bagian: keyakinan (i’tiqady) dan amal perbuatan (a’maal). Lalu, keyakinan dibagi ke dalam 3 tingkatan: keyakinan penuh (yaqiniy), dugaan penuh (dzanniy), idan ikutan penuh (taqlidiy). Keimanan tingkat pertama yaqiniy adalah yang dihasilkan sendiri dan sampai pada keyakinan penuh yang sama sekali tidak ada unsur keraguan sedikitpun (QS. Al-Hujurat, 49: 15).

Keimanan tingkat kedua dzanny adalah yang diusahakan sendiri dan sampai pada dugaan yang penuh, menyisakan sedikit sekali keraguan yang tidak mengganggu (QS. Al-Baqarah, 2: 46). Keimanan tingkat ketiga taqlidiy adalah hasil ikutan pada ulama, bukan yang hasil pencariannya sendiri (QS. An-Nisa, 4: 83).

Baca Juga:

Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

Amal perbuatan (a’maal) sendiri terbagi 3 jenis: amal sosial untuk memakmurkan seluruh penduduk bumi dan alam sekitar (‘imaarat al-ardh, QS. Hud, 11: 61); amal ibadah ritual (‘ibaadatullaah, QS. Adz-Dzariyat, 51: 56); amal kepemimpinan untuk memastikan kemuliaan-kemuliaan Islam berjalan (khilaafatullaah, QS. Al-Baqarah, 2: 30 dan al-A’raf, 7: 129).

Dengan 3 tingkat keyakinan dan 3 jenis amal perbuatah, berarti semuanya ada 6 pintu keimanan. Dari masing-masing 6 jalan keimanan ini dirambah seseorang dengan 2 cara. Ada yang menjalaninya karena dorongan ketakutan terhadap sesuatu (rahbah) atau rasa kecintaan pada sesuatu (raghbah QS. Al-Anbiya, 21: 90); dan ada yang melakukannya penuh keikhlasan (ikhlash) serta percaya diri (QS. An-Nisa, 4: 146). Berarti semuanya, berjumlah 12 pintu keimanan.

Ke-12 pintu keimanan ini, terbagi ke dalam 3 level. Ada yang masih level pemula (mubtada’), level tengah (mutawassith), dan level akhir (muntaha). Berarti semuanya menjadi 36 pintu keimanan. Lalu, masing-masing dari 36 pintu atau jalan ini, ada yang diperoleh melalui pilihan Allah Swt (ijtibaa’) ada yang diperoleh melalui petunjuk-Nya (ihtidaa’). Jalan pilihan (ijtibaa’) bagi para Nabi, wali, dan mereka yang menggunakan hati, sementara jalan petunjuk bagi para ulama, pemikir, dan mereka yang menggunakan akal pikiran (QS. Maryam, 19: 58 dan Asy-Syura, 42: 13).

Dengan demikian semuanya adalah 72 pintu atau jalan keimanan. Dan seperti terlihat nyata, dalam penjelasan di atas, semua pintu dan jalan keimanan itu terbuka bagi siapapun, laki-laki maupun perempuan. Jenis kelamin seseorang tidak menjadi jaminan keimanannya lebih baik, atau levelnya lebih tinggi. Jika kita ingin semua orang bisa merambah jalan-jalan keimanan tersebut, maka harus ada kondisi sosial yang mendukung, sehingga seseorang tidak karena jenis kelamin tertentu, terhalang dari salah satu pintu atau jalan keimanan yang berjumlah 72 tersebut. Wallahu a’lam.

Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Perceraian dalam

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

1 Juli 2025
Fikih Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

1 Juli 2025
amar ma’ruf

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

1 Juli 2025
Fikih

Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

1 Juli 2025
Wahabi

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

30 Juni 2025
Taman Eden

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID