• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Tak Hanya Perempuan, Laki-laki Juga Menjadi Korban Patriarki

Warisan patriarki yang sudah mendarah daging di kalangan masyarakat Indonesia tanpa sadar telah menjadi alat penekan bagi laki-laki untuk menjadi sosok yang lebih unggul dari berbagai sisi kehidupan

Nuraini Chaniago Nuraini Chaniago
23/12/2022
in Personal
0
Korban Patriarki

Korban Patriarki

286
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Budaya patriarki yang tumbuh subur di sekitar kita tak hanya menjadikan kaum perempuan sebagai korban, tetapi juga laki-laki. Walaupun memang yang paling rentan menjadi korban patriarki adalah perempuan. Warisan patriarki yang sudah mendarah daging di kalangan masyarakat Indonesia tanpa sadar telah menjadi alat penekan bagi laki-laki untuk menjadi sosok yang lebih unggul dari berbagai sisi kehidupan. Baik itu secara finansial, mental, psikis, dan lain sebagainya.

Suatu ketika saya berbincang-bincang ringan dengan beberapa teman laki-laki perihal banyak hal. Hingga perbincangan tersebut sampai pada pembahasan pernikahan dan masa depan. Ia mengeluhkan tuntutan masyarakat yang mengharuskan laki-laki punya banyak materil sebelum menikah. Seketika ia berujar “Perempuan mah enak ya, nanti setelah menikah akan dibiayai oleh suaminya, gak harus mikir punya kerjaan tetap dulu, punya rumah dulu, dan lain sebagainya.”

Mendengar pernyataannya tersebut saya hanya bisa tersenyum tanpa menekan ia dengan nasehat-nasehat yang berbau bias. Saya mencoba merenungi apa yang menjadi keluhannya. Mencoba untuk menganalisis keluhan seorang laki-laki korban patriarki dari berbagai sisi. Di mana ia berusia sudah hampir kepala tiga.

Dalam hati saya bergumam, “inilah korban dari budaya patriarki”. Begitu luar biasa efek dari budaya patriarki tersebut, tak hanya perempuan yang merasakan sulitnya hidup dalam tekanan patriarki tersebut. Tapi juga laki-laki yang harus dituntut menjadi manusia sempurna dalam hal apapun, agar tak terlihat lemah sebagai laki-laki.

Laki-laki Korban Patriarki

Tanpa kita sadari, ketika laki-laki yang ingin menikah, ada tuntutan ia harus memiliki pekerjaan yang mapan, finansial yang cukup. Bahkan tuntutan untuk memiliki rumah sendiri sebelum menikah, agar kehidupan sang istri nanti tercukupi. Hal ini ternyata juga menjadi beban berat bagi laki-laki.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Secara tak sadar ini merupakan tuntutan sosial dari masyarakat kita sendiri yang membuatnya. Padahal laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak dan akses yang sama dalam membangun dan menanggung beban rumah tangga.

Langgengnya budaya patriaki tak hanya menjadikan perempuan yang selama ini anggapannya sebagai makhluk inferior sebagai korban. Tetapi juga menjadikan laki-laki yang dalam budaya patriarki dianggap sebagai makhluk superior. Padahal, perihal persiapan finansial, baik itu pekerjaan, rumah, finansial, dan sebagainya merupakan hak laki-laki dan perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Bukan karena ia berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan.

Budaya patriarki tak hanya menjadi penekan bagi perempuan lajang harus menikah di usia yang sesuai standar masyarakat. Di mana ia harus melayani suami, tidak boleh berpendidikan tinggi, tidak boleh terlalu mandiri, dan lain sebagainya. Tetapi juga menjadi penekan kepada laki-laki lajang yang harus menikah di usia sebelum kepala tiga, harus memiliki finansial mapan, harus menyiapkan mahar sesuai standar masyarakatnya, harus memiliki ini dan itu.

Dilema Laki-laki Lajang

Padahal, ketika laki-laki lajang di usia yang sudah menginjak kepala tiga belum menikah, bisa jadi sedang berjuang dalam karirnya, sewa kamar kosannya, atau bahkan pendidikannya. Sehingga ia belum memutuskan untuk melangkah ke jenjang pernikahan yang harus dituntut ini dan itu sebagai laki-laki. Di mana nanti akan ada tuntutan ia menjadi kepala keluarga dalam rumah tangga.

Bertambah lagi dengan berbagai framing media sosial terkait sosok seorang laki-laki mapan yang akan beruntung perempuan miliki. Di mana laki-laki akan menjadikannya ratu dalam kehidupan rumah tangganya kelak. Laki-laki yang dianggap hebat karena mampu memenuhi semua keinginan perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga banyak orang memuji. Baik itu istrinya, keluarganya, bahkan masyarakatnya sendiri. Ia menjadi laki-laki yang berhasil jika semua hal tersebut mampu ia lakukan.

Sedangkan laki-laki yang memiliki finansial yang belum mapan akan menjadi olok-olok orang-orang di sekitarnya. Dianggap sebagai laki-laki pemalas yang tidak punya masa depan. Ia dianggap tidak pantas menjadi menantu oleh para orang tua perempuan di luar sana. Di mana masyarakat akan menjauhinya, karena tidak memiliki masa depan yang jelas. Padahal laki-laki juga memiliki proses yang berbeda-beda untuk bisa bertumbuh, untuk bisa memiliki kemapanan secara finansial dan semacamnya.

Dampak Budaya Patriarki terhadap Laki-laki

Begitulah budaya patriarki memposisikan laki-laki dan perempuan di tengah-tengah sosial masyarakat. Laki-laki yang dianggap sebagai makhluk superior harus mampu terlihat sempurna dalam hal apapun. Terutama dalam hal finansial. Ternyata hal tersebut juga menjadi beban bagi laki-laki yang tak banyak ia perlihatkan ke permukaan. Hanya karena ia laki-laki, yang sudah secara sosial sebagai makhluk kuat. Jika mengeluh, merasakan lelah, atau ingin menangis sekalipun, bukanlah sifat laki-laki.

Tuntutan kepada laki-laki yang harus tahan banting dalam segala hal dalam budaya patriarki, sejatinya telah membuat mental laki-laki juga tidak sehat. Maka, sering sekali belakangan ini kita melihat berita-berita televisi yang menampilkan informasi tentang bapak-bapak yang harus bunuh diri. Karena tekanan hidup yang tak banyak ia ceritakan kepada orang lain. Ia tanggung sendiri, sehingga menjadi beban yang tak memiliki solusi baginya.

Begitu besar akibat dari budaya patriarki untuk laki-laki yang tak banyak muncul ke permukaan. Semoga kita semakin memiliki kesadaran diri, bahwa laki-laki dan perempuan memang harus berbagi peran. Harus saling bertumbuh dalam relasi yang setara dalam rumah tangga.

Kita harus melawan budaya patriarki yang sudah berkarat di tengah-tengah masyarakat ini. Sebab akibat dari patriarki tak hanya menjadikan perempuan semata menjadi korban, melainkan juga laki-laki. Maka, laki-laki dan perempuan harus sama-sama bergerak melawan budaya ini, agar generasi kita tak lagi menjadi korban di masa depan. []

 

 

Tags: GenderkeadilanKesetaraanlaki-lakipatriarkiperempuanTradisi
Nuraini Chaniago

Nuraini Chaniago

Writer/Duta Damai Sumatera Barat

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version