• Login
  • Register
Selasa, 21 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Ayat Quran

Teks Mubadalah dalam Tafsir Ibn Katsir

Ibn Katsir sendiri mengawali dengan pentingnya memperbaiki perkataan, perbuatan, dan tingkah laku yang harus dilakukan suami kepada istri, sebagaimana suami juga berharap hal tersebut terjadi pada dirinya dilakukan sang istri.

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
09/01/2021
in Ayat Quran, Rujukan
0
Ibn Katsir

Ibn Katsir

324
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id- Salah satu makna dari terminologi mubadalah adalah perspektif relasi resiprokal yang diungkapkan dalam kalimat positif. Misalnya, bahwa kebaikan yang diinginkan seseorang harus juga ia lakukan kepada orang lain. Kalimat seperti ini, yang biasa disebut sebagai “golden rule”, sering kita jumpai dalam berbagai literatur klasik maupun modern.  Salah satunya adalah Tafsir Ibn Katsir, karya seorang ulama kharismatik abad ke-14 Masehi (w. 774 Hijriah).

Ketika menafsirkan kata “wa’asyiruhunna bil ma’ruf” dalam ayat ke-19 surat an-Nisa, mengenai relasi suami istri, Ibn Katsir menyatakan demikian:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ)) أَيْ: طيِّبُوا أَقْوَالَكُمْ لَهُنَّ، وحَسّنُوا أَفْعَالَكُمْ وَهَيْئَاتِكُمْ بِحَسَبِ قُدْرَتِكُمْ، كَمَا تُحِبُّ ذَلِكَ مِنْهَا، فَافْعَلْ أَنْتَ بِهَا مِثْلَهُ.

“Kata “wa’asyiruhunn bil ma’ruf” maksudnya adalah: perbaikilah tutur kata kalian (wahai laki-laki/para suami) kepada mereka (perempuan/para istri), perindah perbuatan dan juga tingkah laku kalian kepada mereka, sejauh kemampuan kalian. Sebagaimana anda mencintai hal tersebut darinya, maka lakukanlah kepadanya (kebaikan) yang sama”.

Yang ingin digaris-bawahi di sini, sebagai teks mubadalah Tafsir Ibn Katsir, adalah pernyataan: “Sebagaimana anda mencintai hal tersebut darinya, maka lakukakanlah kepadanya (kebaikan) yang sama” (kama tuhibb dzalika minha, faf’al anta biha mitslahu). Ini adalah pernyataan resiprokal terkait relasi suami istri.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?
  • Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah
  • Meneladani Akhlak Nabi dengan Berbuat Baik pada Non Muslim
  • Pentingnya Kesalingan Membentuk Positive Vibes Keluarga

Baca Juga:

Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

Ingat Bestie, Perempuan Bukan Sumber Fitnah

Meneladani Akhlak Nabi dengan Berbuat Baik pada Non Muslim

Pentingnya Kesalingan Membentuk Positive Vibes Keluarga

Ibn Katsir sendiri mengawali dengan pentingnya memperbaiki perkataan, perbuatan, dan tingkah laku yang harus dilakukan suami kepada istri, sebagaimana suami juga berharap hal tersebut terjadi pada dirinya dilakukan sang istri. Dalam ungkapan lain, adalah: saling bertutur kata baik, saling berbuat dan bertingkah laku baik, antara suami dan istri.

Pernyataan ini terkandung dalam kata yang cukup singkat dan padat dari ayat al-Qur’an, yaitu “wa’syiruhunna bil ma’ruf”. Kata Bahasa Arab ‘asyiru (عاشروا) adalah kata imperatif plural yang berbentuk kesalingan dan kerjasama (musyarakah) dari kedua belah pihak, yang diajak bicara (mukhatab), yaitu laki-laki/suami dan sasaran pembicaraan orang ketiga (ghaib), yaitu perempuan/istri.

Kata “wa’asyiruhunna” secara bahasa berarti saling berperilaku, berhubungan, atau berelasi antara suami dan istri. Sementara kata “bil ma’ruf” (بالمعروف) berarti dipahami, diketahui, dan dimengerti. Ia berasal dari kata “ma’rifah” (المعرفة) atau “irfan” (العرفان) yang berarti paham, tahu, dan mengerti.

Para ulama bahasa dan tafsir mengartikan kata al-ma’ruf dengan kebaikan yang dikenali, diketahui, dipahami, dan dimengerti bersama. Dalam beberapa terjemahan Indonesia, sering diartikan sebagai “kebiasaan yang baik” atau “kepatutan”. Dari asal kata yang sama, adalah kata “al-‘urf” (العرف), atau adat kebiasaan yang sudah dikenal dan dipegang bersama-sama.

Al-Qur’an menggunakan kata “al-ma’ruf” sebanyak 32 kali, di antaranya untuk ayat-ayat keluarga sebanyak 16 kali. Artinya, kata ini adalah kunci dan penting sebagai pondasi dalam sebuah relasi berkeluarga dan berumah tangga. Khusus mengenai relasi pasutri, al-Qur’an menegaskannya dalam sebuah kalimat singkat dan padat itu: wa’asyiruhunna bil ma’ruf: saling berelasi dengan kebaikan yang dikenali dan dibiasakan bersama.

Mungkin kalimat kunci wa’asyiruhunna bil ma’ruf ini bisa diterjemahkan melalui pendekatan psikologi pasangan suami istri. Dalam berelasi suami istri, seseorang dan pasangannya, masing-masing harus mengenali dirinya dan juga mengenali pasangannya.

Baik tentang karakter, kebutuhan, keinginan, dan kebaikan-kebaikan yang diharapkannya. Setelah mengenali, lalu mengelola dirinya dan mengelola relasi dengan pasanganya, dalam memenuhi kebutuhan tersebut, baik kebutuhan diri, pasangan, atau kebutuhan kolektif bersama.

Relasi suami istri adalah seni mengenali dan mengelola kebutuhan diri dan kebutuhan pasangan. Keduanya adalah sama-sama penting yang harus dikenali dan dikomunikasikan untuk diselaraskan. Di sinilah, arti kata “ma’ruf” sebagai yang dikenali, diketahui, dan dipahami menjadi relevan melalui proses komunikasi yang asertif dari kedua belah pihak.

Setelah dikenali, kemudian dibiasakan sebagai pola baik yang menguatkan hubungan. Kata dan perilaku baik yang sudah dikenali bersama, lalu, dibiasakan bersama, yang satu melakukan kepada yang lain, dan yang satu tentu saja menerima dari yang lain. Dengan penjelasan ini, arti kata “ma’ruf” sebagai suatu kebiasaan baik, kepatutuan, atau kebaikan yang dibiasakan menjadi relevan juga.

Suatu kebiasaan baik yang dilakukan bersama dalam sebuah relasi pasutri, mungkin bisa dianalogikan sebagai rekening bank hubungan. Artinya, kebaikan-kebaikan yang dilakukan dalam relasi pasutri menjadi saldo rekening yang memperkuat hubungan mereka.

Jika ada kesalahan atau keburukan yang dilakukan salah satu pihak, atau keduanya, maka terjadi penarikan dari saldo tersebut. Sehingga, ketika saldo itu terus menerus ditarik, dengan melakukan keburukan, maka akan habis. Dan jika tidak diisi kembali dengan kebaikan-kebaikan, ia bisa minus. Artinya, relasinya akan kering, hampa, dan bisa jadi malah nestapa dan tersiksa. Di saat inilah, kecurigaan, kecemburuan, salah paham, bahkan kekerasan akan mudah terjadi.

Sebaliknya, sebanyak seseorang, dalam sebuah relasi pernikahan, melakukan kebaikan yang ma’ruf, sebanyak itu dia menyimpan saldo rekening yang tentu akan memperkuat relasinya dalam menghadapi segala tantangan hidup. Demikianlah relasi Qur’ani suami istri, yang bertumpu pada wa’asyiruhunna bil ma’ruf, dengan saling mengenali kebutuhan diri dan pasangan, lalu membiasakanya dalam kehidupan, akan membawa mereka pada bahtera yang bahagia membahagikan, sakinah, mawaddah, wa rahmah. Semoga. []

Tags: Ibn KatsirKesalinganQira'ah MubadalahRelasiSuami dan Istritafsir al-quranTeks Mubadalah
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir, biasa disapa Kang Faqih adalah alumni PP Dar al-Tauhid Arjawinangun, salah satu wakil ketua Yayasan Fahmina, dosen di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan ISIF Cirebon. Saat ini dipercaya menjadi Sekretaris ALIMAT, Gerakan keadilan keluarga Indonesia perspektif Islam.

Terkait Posts

Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

9 November 2022
Hadits tentang Pemukulan Anak

Hadis tentang Pemukulan Anak Perspektif Maqashid Syariah

8 November 2022
Eisegesis

Tafsir Eisegesis Atas Pernyataan Menteri Agama

1 November 2022
Cara Menentukan Waktu Berbuka Saat Berada di Pesawat

Cara Menentukan Waktu Berbuka Saat Berada di Pesawat

30 Oktober 2022
Siapa yang Wajib Menafkahi Keluarga?

Siapa yang Wajib Menafkahi Keluarga?

29 Oktober 2022
Hadits dalam Perspektif Mubadalah

Hadits dalam Perspektif Mubadalah

28 Oktober 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rethink Sampah

    Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri
  • Marital Rape itu Haram, Kok Bisa?
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist