Mubadalah.id – konsep pendidikan nonseksis ini dikenal dengan model pendidikan yang berperspektif gender. Yakni pendidikan yang mendasarkan semua aktivitasnya dengan menanamkan pemahaman bahwa gender feminin dan maskulin memiliki nilai yang sama pentingnya dalam kehidupan sosial bagi perkembangan anak.
Pendidikan nonseksis harus dimulai sejak anak-anak masih kecil, bahkan sejak bayi maupun dalam masa kehamilan.
Karena itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh orangtua, di antaranya:
Pertama, orangtua hendaknya tidak bersikap diskriminatif dalam memperlakukan anak laki-laki dan perempuan. Mulailah dari hal-hal kecil yang kita mampu, misalnya, pilihan warna, mainan, dan sebagainya, tidak orangtua sosialisasikan secara stereotype.
Selama ini, anak-anak sejak lahir sudah orangtua konstruksikan dengan pilihan-pilihan yang stereotype, misalnya, pemilihan warna untuk anak perempuan berbeda dengan warna anak laki-laki, gambar-gambar atau motif-motif selimut, seprai yang menghiasi tempat tidur mereka berbeda antara anak laki-laki dan perempuan, meskipun bisa juga karena faktor selera orangtua.
Motif-motif binatang biasanya untuk anak laki-laki dan corak bunga atau tumbuh-tumbuhan untuk anak perempuan.
Begitu juga dalam jenis mainan, ada stereotype mainan anak laki-laki dan perempuan. Padahal anak-anak belum tentu menyukai jenis mainan yang dipersepsikan dengan stereotype yang diberikan oleh orangtuanya.
Akan tetapi, karena kondisi dan masyarakat di sekitarnya juga turut melanggengkan, dengan sendirinya mereka mengikuti konsep gender yang berlaku di lingkungannya.
Kedua, setelah anak mulai mengenal lingkungannya, berikan kebebasan kepada anak perempuan dan laki-laki untuk tumbuh dan mengeksploitasi rasa kepenasarannya.
Hentikan kebiasaan menyosialisasikan nilai-nilai stereotype bahwa perempuan harus dengan kepribadian yang feminin (lemah lembut, halus, penyayang, cengeng, dan sebagainya), sedangkan laki-laki dengan kepribadian maskulin (berani, tegas, kekar, kuat, tidak boleh menangis, dan sebagainya).
Kepribadian feminin dan maskulin tersebut ada pada setiap orang. Sehingga kedua sifat tersebut harus kita tumbuhkan sejak dini pada semua anak, baik laki-laki maupun perempuan.
Dari Keluarga
Ketiga, pendidikan dengan pendekatan nonseksis selain kita mulai dari keluarga, harus kita sosialisasikan kepada masyarakat. Termasuk guru-guru di sekolah, agar mereka menghargai bahwa semua peran berlaku untuk semua jenis kelamin.
Pekerjaan domestik maupun pekerjaan publik dapat laki-laki dan perempuan kerjakan bersama. Sekolah-sekolah hendaknya memasukkan kurikulum dan perlakuan yang nonseksis terhadap anak didiknya.
Saat ini, banyak sekolah yang masih memberikan pilihan kegiatan ekstrakurikuler, seperti keterampilan, olahraga, dan sebagainya. Apalagi tidak berdasarkan pada bakat dan potensi anak, melainkan berdasarkan pada jenis kelamin.
Dengan pendekatan pendidikan nonseksis yang kita mulai dari lingkungan di dalam rumah, masyarakat, dan sekolah secara terpadu akan terjadi perubahan struktur dalam masyarakat.
Ketiga institusi tersebut menanamkan nilai-nilai adil gender kepada anak-anak sejak dini. Sehingga mempercepat mereka tumbuh dengan proses kesadaran dan keadilan gender. []